PD Percada Sukoharjo BUMD milik Kabupaten Sukoharjo, dilaporkan ke Kejaksaan Tinggi Jateng atas dugaan pelanggaran peraturan pemerintah tentang pemaksaan pembelian kalender untuk siswa SD dan SMP di Kabupaten Sukoharjo, tahun ajaran 2022/2023.
- Pengamen Nekat Curi Motor Dibekuk Polisi
- Video Di Lokasi Kejadian Tersebar Di Media Sosial, Polisi Diduga Penembak Pelajar SMK Di Semarang Terlihat Sempoyongan
- Percobaan Penculikan Siswa SD, Orangtua Dihimbau Waspadai Jam Pulang Sekolah
Baca Juga
Laporan dilakukan oleh LSM Marak pada 3 Januari 2023 lalu. Pelaporannya dilayangkan melalui surat dengan Nomor: 0933/3/III/SEK/LSM MARAK JATENG/2023, sampai saat ini belum ada perkembangan lanjut.
Menurut informasi Kejati Jateng melalui penyidik Kejari Sukoharjo sudah melakukan pemanggilan 9 orang yang dipanggil untuk klarifikasi, masih ada 1 pihak yang mangkir yakni Direktur Percaya Sukoharjo.
Lembaga Pemantau dan Penyelamat Anggaran Negara Republik Indonesia (LAPAAN RI) yang peduli dengan pelanggaran keuangan negara tersebut memantau ketat perkembangan kasus tersebut.
"Sejak awal kami pantau kasus ini, kami terus mengawal dan mendorong pihak terkait dalam hal ini Kejati dan Kejari Sukoharjo untuk terus melakukan penyelidikan. Karena kalau tidak dikawal bisa menguap," kata Ketua LAPAAN RI Dr BRM Kusuma Putra, pada wartawan Rabu (9/8/2023).
Kusuma mengatakan Percada Sukoharjo sudah melakukan tindakan arogansi dan penyalahgunaan jabatan untuk mengambil keuntungan, yakni dengan memaksa seluruh sekolah SD dan SMP se Kabupaten Sukoharjo untuk membeli kalender. Yang dari hasil penjualan kalender tersebut diindikasikan ada praktek korupsi.
"Kasihan kepala sekolah yang dipanggil kejaksaan, mereka pun terpaksa membeli karena arogansi Percada. Bisa jadi percaya bergerak mengaku atas nama bupati dengan dalih menaikkan PAD," imbuh Kusumo.
Kusumo mengatakan di Sukoharjo diperkirakan ada 30 ribu siswa SMP dan 42 ribu siswa SD di Sukoharjo.
Untuk kalender tahun 2022 diduga seluruh sekolah wajib membeli kalender. Dan untuk tahun 2023 diperkirakan ada 50-75 persen saja yang membeli.
"Jelas ini pemaksaan dan tidak bisa ditoleransi lagi. Bupati harus bertindak juga lakukan pemeriksaan, kalau terbukti sewenang wenang, direktur harus diberhentikan," tegas Kusumo.
LAPAAN RI dalam waktu dekat juga akan mendatangi Kejari Sukoharjo dan juga DPPKAD pemkab Sukoharjo untuk mengawal kasus tersebut.
Sementara itu dikonfirmasi terpisah, Kepala dinas Pendidikan Sukoharjo Heru Indarjo mengaku tidak tahu menahu soal kewajiban siswa SD dan SMP membeli kalender.
"Dinas Pendidikan tidak tahu menahu soal kalender, tidak ijin Dinas atau MKKS. Harusnya diawal ada komunikasi antara komite atau wali murid, dinas pendidikan dan pihak sekolah. Ada mekanisme yang harus dijalani tidak bisa seenaknya memaksa," ungkap Heru Indarjo.
Heru menyayangkan kasus ini muncul dan cukup meresahkan, karena hal ini karena juga mengganggu kinerja sekolah dalam hal ini Kepala Sekolah, mereka akan terkena dampak psikis.
"Saya mendukung upaya hukum yang dilakukan masyarakat dan aparat," imbuh Heru.
Sebelumnya, Kasi Intel Kejari Sukoharjo Galih Martino Dwi Cahyo saat dikonfirmasi tentang perkembangan tindak lanjut laporan yang disampaikan oleh LSM Marak Jawa Tengah beberapa waktu lalu, mengatakan kasu masih berjalan.
"Sampai hari ini, total sudah 9 orang yang kami panggil dan hadir. Rinciannya, delapan orang Kepala Sekolah terdiri SD dan SMP, serta satu orang lagi adalah Direktur Utama (Dirut) PD Percada, sampai saat ini Dirut Percaya belum memenuhi panggilan Kejaksaan," kata Galih.
Dari sembilan orang tersebut, Galih memastikan masih akan berkembang untuk pemanggilan berikutnya, yaitu bendahara PD Percada serta beberapa pengurus atau pegawai yang terkait dengan kasus penjualan kalender di sekolah-sekolah itu.
- Mabuk di Lapangan Rindam, Enam Anak Dibawah Umur Dicokok Polisi Usai Aniaya Pemuda dengan Celurit
- Keluarga Pasien Covid-19 Terlibat Keributan Dengan Petugas RS Ambarawa
- Sempat Kabur, Sopir Truk Penabrak Pelajar Hingga Meninggal Dunia Berhasil Diamankan Polisi