Mangkir Setor Pajak Rp 959 juta, Pengusaha Batang Ditahan Kejaksaan

Kepala Kanwil DJP Jateng I, Max Darmawan di aula kantor Kejaksaan Negeri (Kejari) Batang, Kamis (23/11) siang.
Kepala Kanwil DJP Jateng I, Max Darmawan di aula kantor Kejaksaan Negeri (Kejari) Batang, Kamis (23/11) siang.

Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak (Kanwil DJP) Jawa Tengah I berhasil mengungkap tindak pidana perpajakan senilai Rp 959.642.310. Tersangka utama adalah seorang Direktur Utama sebuah perusahaan kontraktor yang berinisial JP.


JP merupakan direktur utama PT WWWP yang bergerak di bidang usaha proyek pengurukan lahan di Kabupaten Kendal.

" Berdasarkan hasil penyidikan, JP melalui PT WWWP tidak menyetorkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang telah dipotong atau dipungut dari lawan transaksinya ke kas negara dalam kurun waktu masa pajak Januari 2017 sampai dengan Desember 2017," kata Kepala Kanwil DJP Jateng I, Max Darmawan di aula kantor Kejaksaan Negeri (Kejari) Batang, Kamis (23/11) siang.

Perbuatan JP diduga  menimbulkan kerugian pada pendapatan negara sekurang-kurangnya sebesar Rp 959.642.310. Pihaknya menyerahkan tersangka dan berkas ke Kejari Batang karena Kabupaten Kendal masuk wilayah Kerja KPP Pratama Kabupaten Batang.

Tim Penyidik Kanwil DJP Jawa Tengah I bersama  Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Jawa Tengah sudah merampungkan berkas pemeriksaan (P-21). Lalu melakukan penyerahan tersangka tindak  pidana perpajakan berinisial JP serta barang bukti tindak pidana perpajakan ke Kejari

Batang.

Penyerahan dilakukan setelah berkas perkara penyidikan dinyatakan lengkap (P-21) oleh jaksa peneliti sebagaimana tertuang dalam surat Kejaksaan Tinggi Jawa Tengah nomor B- 2355/M.3.5/Ft.2/06/2023 tanggal 21 Juni 2023.

Max Darmawan menyebut bahwa tindakan pidana merupakan langkah terakhir upaya penegakkan kasus perpajakkan. Pihaknya mengutamakan asas ultimum remedium.

"Sebelum penyidikan, telah dilakukan  serangkaian upaya pembinaan dan pemeriksaan bukti permulaan terhadap wajib pajak. Tersangka punya hak untuk mengajukan  permohonan penghentian penyidikan sesuai pasal 44B UU KUP dengan melunasi kerugian pada

pendapatan negara," jelasnya.

Lalu juga tertuang dalam Pasal 39 UU KUP, pelunasan kerugian ditambah dengan sanksi  administratif berupa denda sebesar 3 (tiga) kali jumlah kerugian pada pendapatan negara.

Namun, hal itu tidak dilakukan oleh JP hingga kasus tindak pidana perpajakkan terus berlanjut.

" Proses penegakan hukum pajak sebenarnya lebih mengutamakan pemulihan kerugian pada pendapatan negara dibandingkan dengan pemidanaan seseorang,” ungkap Max.

Kepala Kejari Batang, Efi P Numberi menyebut tersangka JP melanggar Pasal 39 ayat (1) huruf i Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang  Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir  dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti

Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 Tentang Cipta Kerja Menjadi Undang-Undang.

Isinha, yaitu dengan  sengaja tidak menyetorkan pajak yang telah dipotong atau dipungut.

"Atas tindak pidana tersebut, tersangka terancam pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 6 (enam) tahun serta  denda paling sedikit 2 (dua) kali dan paling banyak 4 (empat) kali jumlah pajak yang kurang dibayar," jelasnya.

Selain JP, pihak Kejari juga sedang memproses pemberkasan tersangka lain berinisial SDP. Tersangka SDP juga sebagai Direktur di PT WWWP. Namun SDP sedang mengupayakan mengganti kerugian negara.

Di sisi lain kasus serupa juga terjadi di Kabupaten Grobogan. Pihak Kanwil DJP Jateng I menyerahkan tersangka ke Kejaksaan Negeri Grobogan. Tim penyidik Kanwil DJP Jawa Tengah I bersama Ditreskrimsus  Polda Jateng juga telah menyerahkan tersangka berinisial SAP beserta barang bukti tindak pidana  perpajakan ke Kejaksaan Negeri Grobogan.

SAP adalah seorang pengusaha asal Grobogan yang memilki usaha Konstruksi Bangunan Sipil Lainnya.

Berdasarkan hasil penyidikan, SAP melalui CV AJ  tidak melaporkan peredaran usaha pada SPT Tahunan PPh Badan serta tidak melaporkan pungutan dan Setoran PPN pada SPT.

Hal itu terjadi pada Masa PPN Masa Pajak Januari 2019 sampai dengan Desember 2019. Perbuatan SAP diduga menimbulkan kerugian pada pendapatan negara sebesar Rp831.597.410.