MPR RI : Bangkitkan Optimisme untuk Hadapi Ketidakpastian Perekonomian Global

Bangkitkan optimisme anak  bangsa untuk bekerja bersama memperkuat ekonomi Indonesia dalam  menghadapai ketidakpastian global.


"Respon atas situasi terkini melalui strategi perekonomian 2023  sangat penting. Untuk mencapai pertumbuhan sesuai yang diperkirakan diperlukan optimisme dalam menghadapi sejumlah tantangan," kata Wakil Ketua MPR RI, Lestari Moerdijat, Rabu (11/1). 

Menurut Lestari, pandemi Covid 19, krisis politik di Eropa  Timur dan turbulensi geopolitik global patut menjadi pelajaran dalam menata perekonomian dalam negeri. 

Sinergi multisektor, ujar Rerie sapaan akrab Lestari, patut  diperkuat untuk menopang pertumbuhan ekonomi sepanjang tahun 2023.

Menurut Rerie yang juga anggota Komisi X DPR RI dari Dapil II Jawa Tengah itu, berdasarkan catatan Bank Indonesia perkiraan pertumbuhan ekonomi Indonesia 2023 berkisar 4,5%-5,3% dengan prasyarat dukungan tingkat konsumsi masyarakat, berlanjutnya dukungan fiskal

 pemerintah, investasi, hingga kinerja ekspor yang tumbuh.

Anggota Majelis Tinggi Partai NasDem itu berpendapat diperlukan optimisme dan konsistensi kerja serta kebijakan strategis untuk berbenah, meningkatkan ekonomi nasional demi  mewujudkan kesejahteraan masyarakat Indonesia.

Rektor Unika Atma Jaya, Agustinus Prasetyantoko  berpendapat kondisi data  analisis ekonomi dan implementasinya sangat dinamis. 

Pada kondisi baru keluar dari pandemi, tambah Agustinus, inflasi tinggi dinilai otoritas moneter merupakan kondisi yang biasa. 

Namun, ujarnya, ada variabel penting yang tidak diduga seperti  geopolitik yang mengakibatkan harga energi dan pangan naik drastis sehingga mengakibatkan inflasi yang lebih permanen. 

Apa pun kebijakan yang diambil, tambah Agustinus, akan mengarah pada kenaikan suku bunga yang cepat dan bernilai besar secara signifikan.

Dampaknya, ujarnya, akan terjadi koreksi pertumbuhan dengan terjadinya stagflasi dan potensi resesi, seberapa panjang dan dalamnya masih sangat dinamis. 

Namun, kondisi tersebut akan lebih permanen dan ekonomi global tidak akan sama seperti sebelumnya. Rezim efesiensi akan bergeser pada upaya agar resiliensi. 

Menurut Agustinus, ada beberapa hal yang akan menekan pasar likuiditas Indonesia, antara lain disebabkan nilai tukar mata uang yang cukup tinggi di kisaran Rp15.000 per dollar AS, cadangan devisa terkuras untuk tekan dinamika pasar. 

Meski begitu, tegasnya, sektor perdagangan kita diuntungkan karena ada peningkatan demand komoditas. 

Sejumlah upaya  seperti relokasi investasi dan hilirisasi akan mendukung perekonomian Indonesia lebih resiliensi.

Kepala Ekonom PT. Bank Central Asia, David Sumual mengungkapkan komoditas akan mempengaruhi perekonomian Indonesia. 

Batubara, ujar David, masih jadi tumpuan pertumbuhan komoditas sepanjang 2022, neraca transaksi berjalan cukup besar berkisar 0,5%-1, 3%.

"Harga komoditas Indonesia sangat baik, tetapi hasil ekspornya belum maksimal," ujar David. 

Bahkan, tambah David, akan ada aturan baru dari pemerintah yang mengatur berapa lama eksportir memarkir dolarnya di dalam negeri untuk memperkuat likuiditas di dalam negeri. 

Tantangan ekonomi Tiongkok yang melambat akan mempengaruhi permintaan terhadap komoditas kita. 

Meski begitu David menilai fundamental ekonomi nasional cukup baik, sehingga bila di luar negeri berpotensi terancam resesi di dalam negeri hanya terjadi perlambatan. 

Pada 2023, menurut David, masih merupakan masa pemulihan ekonomi pascapandemi, sehingga wajar bila terjadi perlambatan. 

"Mudah-mudahan angin yang datang ke Indonesia sepoi-sepoi saja, bukan badai ekonomi," ujar David.