Nasib Nasabah BMT Mitra Umat Pekalongan, Nenek Fatimah: Tabungan Hilang, Anak Jatuh Sakit

Nasabah BMT Mitra Umat Pekalongan meminta pada Polres Pekalongan Kota untuk mengusut tuntas simpanan yang macet, beberapa waktu lalu.
Nasabah BMT Mitra Umat Pekalongan meminta pada Polres Pekalongan Kota untuk mengusut tuntas simpanan yang macet, beberapa waktu lalu.

Kisah memilukan datang dari Nenek Fatimah, seorang wanita berusia 68 tahun dari Kecamatan Tirto, Kabupaten Pekalongan. Nenek Fatimah, yang sehari-harinya bekerja sebagai buruh memasak di warung makan, mengalami tragedi yang tidak terduga ketika tabungan bersama atas namanya di BMT Mitra Umat macet.


Tidak hanya menghadapi masalah finansial, ia juga harus menyaksikan putrinya yang terganggu kejiwaannya akibat persoalan tersebut.

"Anak saya uring-uringan dan sering menyalahkan saya karena tabungan atas namanya tidak bisa dicairkan," ujar Fatimah dengan suara bergetar. "Saya hanya bisa memendam kesedihan."

Kejadian ini bermula ketika uang tabungan Nenek Fatimah sebesar Rp 11 juta yang sudah disimpan selama enam tahun di BMT Mitra Umat tidak bisa dicairkan. Tabungan ini sebenarnya ditujukan untuk membeli sepeda motor dan biaya selamatan seribu hari. Namun, harapan tersebut musnah ketika tabungan tersebut macet.

"Anak saya menabung untuk bisa membeli motor impiannya sendiri," ungkap Fatimah. "Dengan memiliki sepeda motor, dia bisa lebih mudah mengantar dan menjemput anak sekaligus bekerja."

Ketidakmampuan mencairkan tabungan tersebut membuat putri ketujuh dari delapan bersaudara itu mengalami gangguan kejiwaan. Ia harus menjalani rawat jalan dan pengobatan rutin. Fatimah merasa sangat bersalah atas kondisi putrinya tersebut.

"Sampai sekarang masih berobat dan kontrol tiap bulan. Alhamdulillah kondisinya mulai stabil, tapi kalau ingat uangnya di tabungan ya kambuh lagi sarafnya," kata Fatimah dengan mata berkaca-kaca.

Sebagai seorang ibu, Fatimah berusaha keras memahami kondisi putrinya sambil memendam kesedihannya sendiri. Bahkan, kondisi putrinya yang semakin tidak stabil membuat Fatimah terpaksa berhenti bekerja karena sudah sangat mengkhawatirkan.

"Akhirnya anak saya menjalani perawatan dan pengobatan rutin sampai sekarang. Yang tadinya sulit diajak komunikasi sekarang kondisinya sudah lebih baik dari sebelumnya, alhamdulillah sudah bisa membantu kakaknya menjahit," tutur Fatimah dengan sedikit lega.

Rencana awal menggunakan tabungan untuk membeli sepeda motor dan biaya selamatan seribu hari kini hanya tinggal impian. Kakak-kakaknya pun kini berusaha patungan untuk bisa membelikan motor pengganti demi mewujudkan impian sang adik.

"Namun apa daya, uangnya tidak bisa dicairkan. Sekarang kakak-kakaknya yang repot patungan untuk bisa membelikan motor pengganti," ucapnya dengan suara lirih.