Nasib Tragis Nasabah BMT Mitra Umat Pekalongan, Rumah Terancam Dilelang, Tabungan Keluarga Tidak Cair

Sejumlah nasabah BMT Mitra Umat Pekalongan  menggeruduk kantor cabang. IST
Sejumlah nasabah BMT Mitra Umat Pekalongan menggeruduk kantor cabang. IST

MZ, seorang penarik becak dari Kecamatan Pekalongan Timur, Kota Pekalongan, tengah menghadapi situasi yang sangat sulit. Rumah satu-satunya yang menjadi tempat tinggal keluarganya terancam dilelang.


Ancaman ini datang setelah ia menerima surat pemberitahuan permintaan pelunasan utang dari BMT Mitra Umat. 

"Surat itu saya terima Rabu 10 Juli 2024 lalu dan pemberitahuan jatuh tempo pelunasan utang Rabu 17 Juli 2024 kemarin atau seminggu setelahnya," ungkap MZ (48) dengan nada bingung, Selasa (30/7). 

Ia mengisahkan bahwa ancaman ini bermula dari pengajuan kredit sebesar Rp 8 juta pada tahun 2021 dengan jaminan sertifikat rumah. Kredit tersebut digunakan sebagai modal usaha berdagang kelapa, yang kemudian dititipkan ke sejumlah usaha kelapa parut.

Sayangnya, usaha tersebut hanya bertahan selama empat bulan karena mitra usaha mengalami kesulitan pembayaran. Akibatnya, modal tidak dapat diputar kembali dan usaha pun terhenti. Untuk menyambung hidup, MZ beralih menjadi penarik becak dengan sistem sewa kepada juragan. 

Namun, penghasilan yang tidak pasti membuatnya kesulitan membayar angsuran bulanan sebesar Rp 372 ribu.

"Setelah utang jatuh tempo pada 2023 lalu tetap saja tidak terkejar untuk melunasi hingga akhirnya muncul surat pemberitahuan bahwa rumahnya akan dilelang bila tidak melunasi dengan batas waktu yang sudah ditentukan," jelas MZ.

Untuk melunasi hutangnya, MZ berusaha meminta bantuan kepada adiknya, RTI (41), yang juga nasabah di BMT Mitra Umat dengan uang simpanan keluarga sebesar Rp 160 juta lebih. 

"Saya berniat mengajukan take over pelunasan utang dengan cara memotong uang simpanan bersama milik keluarga adik saya dengan besaran sesuai utang yang bulan ini membengkak menjadi Rp 12,3 juta, namun BMT Mitra Umat menolak," tukasnya.

Dalam proses negosiasi yang alot, sempat muncul kesepakatan dari pihak BMT Mitra Umat untuk melunasi utang dengan membayar tunai Rp 9,5 juta. Namun, karena usulan take over ditolak, MZ hanya bisa pasrah.

RTI membenarkan bahwa upaya mengambil alih utang kakaknya melalui pemotongan uang simpanan ditolak oleh bagian pembiayaan BMT Mitra Umat tanpa penjelasan.

"Padahal uang simpanan milik anak, adik dan saya sendiri serta ibu ada di BMT Mitra Umat. Saya sendiri kesulitan mencairkan uang tabungan. Bahkan tiga deposito yang sudah jatuh tempo yang seharusnya dibayarkan macet, saat datang menagih malah diceramahi," katanya kesal.

RTI menambahkan bahwa ia pernah nyaris pingsan menahan emosi saat menagih uang di BMT Mitra Umat karena ibunya meninggal dunia dan butuh biaya untuk proses pemakaman serta selamatan tujuh hari. Namun, uang tidak dicairkan dengan alasan tidak ada uang. Hal serupa terjadi ketika anak perempuannya menjadi korban tabrak lari dan butuh biaya pengobatan.

"Saya waktu itu seperti pengemis meminta belas kasihan dari Rp 500 ribu lalu turun Rp 300 ribu hingga Rp 100 ribu pun tetap tidak diberikan. Saya marah dan sempat berfikir untuk membawa jasad ibu saya maupun anak saya yang terluka ke Kantor BMT Mitra Umat biar semua tahu betapa zalimnya mereka namun dicegah oleh keluarga, saya disuruh istighfar," ungkap RTI sambil menahan tangis.

Ketua BMT Mitra Umat, Muhammad Zaenudin, saat dihubungi melalui sambungan telepon maupun pesan singkat tidak merespon. Hingga berita ini naik tayang, pesan yang terkirim juga tidak mendapatkan jawaban.