Negara harus bertanggung jawab dalam meningkatkan kualitas hidup masyarakat adat dengan menjamin eksistensi dan melindungi mereka, sebagai bagian dari warga negara Indonesia.
- Dana BSU Mulai Cair, Ini Cara Cek Informasi Peserta BPJAMSOSTEK
- Presiden Dorong Pemanfaatan Lahan Pekarangan dan Lahan Tidak Produktif
- Kepala LKPP RI Targetkan 90% Pengadaan 2023 untuk Produk Dalam Negeri
Baca Juga
"Masyarakat adat kerap dipandang sebagai obyek karena kepemilikan atas lahan yang dapat dihargai dengan uang. Perlindungan pada hak hidup mereka kerap diabaikan," kata Wakil Ketua MPR RI, Lestari Moerdijat, Rabu (9/8).
Akibatnya, ujar Lestari, masyarakat adat selalu menghadapi konflik agraria, masalah pengakuan oleh negara dan perlindungan atas ragam pelanggaran atas hak-hak dasar mereka.
Hingga saat ini, tambah Rerie, sapaan akrab Lestari, pengakuan pada masyarakat adat masih berbasis individual.
Padahal, tegasnya, yang perlu menjadi catatan adalah pengakuan terhadap masyarakat adat mesti dilakukan secara menyeluruh baik komunal maupun individual.
Karena, ujar Rerie, yang juga legislator dari Dapil II Jawa Tengah itu, masyarakat adat merupakan satu kesatuan entitas dengan kearifan lokal yang melekat.
Anggota Majelis Tinggi Partai NasDem itu berpendapat, minimnya pemahaman aparatur dan pengabaian berkelanjutan atas kultur masyarakat adat sama saja dengan membangun pola pembiaran pada keberlangsungan hidup komunitas adat.
Rerie berharap peringatan Hari Masyarakat Adat Internasional setiap 9 Agustus menjadi refleksi sekaligus 'peringatan' bagi negara untuk segera menghadirkan sebuah produk undang-undang perlindungan yang saat ini masih dalam tahapan legislasi dan merupakan amanah konstitusi.
Anggota Badan Legislasi DPR RI, Sulaeman L. Hamzah mengungkapkan sejatinya ada dua hal besar terkait masyarakat adat yaitu telah adanya sejumlah peraturan perundang-undangan terkait masyarakat hukum adat, namun belum menjamin terlaksananya mekanisme perlindungan terhadap masyarakat adat.
Menurut Sulaeman, di pelosok selalu saja terjadi peristiwa yang menimpa masyarakat hukum adat.
Diakui Sulaeman, upaya untuk mewujudkan hadirnya Undang-Undang Masyarakat Hukum Adat sudah dilakukan DPR pada periode 2014-2019.
Hingga pada 15 September 2020, tambah Sulaeman, pihaknya juga sudah berupaya mendorong untuk diajukan ke Rapat Paripurna agar segera dibahas pada Badan Musyawarah.
Sulaeman berjanji, Fraksi NasDem di DPR akan terus mendorong RUU Masyarakat Hukum Adat (RUU MHA) untuk segera diparipurnakan.
Menurut Sulaeman, banyak tantangan untuk mewujudkan UU MHA salah satunya karena dalam aturan proses pembuatan UU tidak disebutkan batasan waktu pembahasan hingga selesai.
Selain itu, tambahnya, upaya pemerintah yang agresif menarik investor untuk berinvestasi di dalam negeri cenderung melahirkan kebijakan yang pro investasi dan kerap bertabrakan dengan kepentingan masyarakat adat.
Karena itu, Sulaeman mengajak, semua pihak bergandengan tangan bersama untuk mengambil langkah strategis agar RUU MHA segera disahkan sebagai undang-undang.
- Salurkan Bantuan, Mensos Risma Semangati Anak-anak Korban Covid-19
- Masuk Level 1, Kota Semarang Terapkan Sejumlah Kelonggaran
- Polri dan BSSN Luncurkan Tim Tanggap Penanggulangan Insiden Keamanan Komputer