Pancasila inti dan pedoman dalam bernegara sedang dalam bahaya jika korupsi masih merajalela di Indonesia.
- Wisuda di Udinus Masuki Ruang Senat Gunakan Becik-Ku
- Patahkan Ekspektasi, Sekjen FSGI Sebut Janji Prabowo Hanya 'Angin Surga'
- Pemkab Pati Alokasikan Rp2,5 Miliar Untuk Siswa Berprestasi Transisi
Baca Juga
Hal itu dikatakan Prof Budi Setiono Wakil Rektor 1 Undip Semarang saat Sosialisasi Empat Pilar MPR RI, Pancasila, UUD 45, NKRI, Bhineka Tunggal Ika di Gedung ITC Lantai 5 Undip Tembalang Semarang, Senin (10/2).
"Persoalannya di Indonesia banyak aturan yang penerapannya tak
Pancasilais. Malah ada aturan yang cenderung ke liberal. Misalnya di
beberapa aturan dalam pengelolaan transportasi massal, pertambangan,
kelautan dan lain-lain," katanya.
Salah satu contoh misalnya soal transportasi, yang di Indonesia
pengelolaannya cenderung liberal. Banyak angkutan umum yang tak
dikelola dengan baik, tak tepat waktu, tak ada asuransi bagi
penumpang, dan tak aman.
"Ini seolah penumpang dibiarkan dengan keselamatannya sendiri.
Penerapan pengelolaan transportasi ini sangatlah tidak Pancasialis,"
katanya.
Selain itu, lanjut dia, juga masalah korupsi yang hingga kini masih terjadi di Indonesia. "Dari lima sila dalam Pancasila, sangat bertentangan dengan persoalan
korupsi. Ini problem di negara kita. Jika korupsi masih berlangsung,
bisa dikatakan Pancasila sedang dalam bahaya," tuturnya.
Ditambahkan, bahwa empat pilar ini bukan untuk membatasi warga negara
Indonesia dalam berpikir dan bernegara. Tapi sebagai arahan dalam
bernegara dengan banyaknya perbedaan, termasuk suku, ras, dan agama.
"Karena Indonesia itu salah satu negara besar yang terdiri dari banyak suku, ras, dan agama. Kalau tidak diarahkan dengan suatu ideologi bangsa negara ini bisa hancur. Pancasila merupakan saripati dan pedoman dalam bernegara yang dirumuskan oleh para pendiri bangsa," ujarnya.
Sementara Wakil Ketua Komisi X DPR RI yang juga anggota MPR RI,
Agustina Wilujeng mengatakan, pihaknya tak bosan-bosan untuk
menyosialisasikan empat pilar kebangsaan baik di masyarakat maupun di sektor pendidikan. Apalagi saat ini ada makna Pancasila yang sudah
tereduksi dalam kehidupan berbangsa.
Salah satu contoh yang terjadi saat ini, munculnya masalah fenomena klitih di Yogyakarta.
"Banyak di antaranya anak-anak dari keluarga baik dan cukup. Ini
wujud terkikisnya masalah nilai Pancasila yang mulai tergerus,"
katanya.
Selain itu banyaknya kasus penolakan warga mayoritas atas pendirian
suatu tempat ibadah, juga menjadi bukti lain nilai-nilai Pancasila
sudah pudar. Hal ini perlu ada formula untuk menanamkan kembali pada
generasi muda bangsa ini.
"Padahal Pancasila memberi ruang setiap orang untuk hidup dan aman
dan nyaman. Sesuai dengan keyakinan, suku, dan agamanya," tandasnya.
- Masuki Minggu Kedua, Suyanta: PTM Terbatas Berjalan Baik
- Ratusan Mahasiswa Tuntut Pencabutan Somasi Kepada Dekan FKOR UNS
- Dinpersip Salatiga Segera Menginventarisir TBM