Pemimpin Harus Berani Melakukan 'Amputasi' untuk Mengakhiri Masalah yang Menahun

Pemimpin yang tidak memiliki keberanian mengamputasi dalam menghadapi masalah yang menahun dan mengambil jalan mudah serta populis, akan memperburuk pemerintahan yang dipimpinnya.


"Apa yang saya sampaikan terkait kepemimpinan suatu negara bukanlah suatu yang baru. Semua perencanaan pembangunan itu harus dilaksanakan oleh pemimpin yang baik yang mengedepankan kepentingan rakyat daripada kepentingan diri sendiri," kata Tun Dr. Mahathir Mohamad dalam Kuliah Umumnya pada Rakernas Partai NasDem yang direlay dalam diskusi daring Forum Diskusi Denpasar 12, Jumat (17/6), sebuah diskusi yang digagas Wakil Ketua MPR RI, Lestari Moerdijat. 

Diskusi yang dimoderatori oleh Luthfi Assyaukanie, Ph.D (Tenaga Ahli Wakil Ketua MPR) itu menghadirkan Suryopratomo (Duta Besar RI untuk Singapura), Muhammad Farhan (Anggota Komisi I DPR RI), Saur Hutabarat (Jurnalis Senior/Penerima Bintang Tanda Jasa Nararya), Fachry Ali (Pengamat Politik) dan Dr.Connie Rahakundini Bakrie (Pengamat Pertahanan) sebagai penanggap. 

Menurut Mahathir, setelah dipilih oleh rakyat pemimpin harus mampu memenuhi apa yang diinginkan rakyatnya. 

Untuk menjadi pemimpin nasional, tegas Mahathir, harus mampu memahami apa yang dipikirkan rakyat sehingga pada akhirnya menimbulkan empati dalam melaksanakan pembangunan. 

Sebelum terpilih, ujarnya, calon pemimpin harus mampu menjadi penyambung lidah rakyat untuk mengatasi sejumlah persoalan yang dihadapi rakyat. 

Pada kesempatan itu, Mahathir juga mengungkapkan cara mengatasi berbagai masalah negara yang pernah dihadapinya. 

Sebagai seorang dokter, ujarnya, Mahathir menegaskan dirinya selalu melakukan diagnosa dalam proses mengatasi masalah, untuk kemudian menghadirkan solusinya. 

Duta Besar RI untuk Singapura, Suryopratomo berpendapat untuk menjadi pemimpin suatu negara itu bukan hal yang mudah. 

Tantangannya, ujar Suryopratomo, adalah mengendalikan ego dirinya sendiri. Jadi, tambahnya, pemimpin harus sudah selesai dengan dirinya sendiri. 

Pengamat Politik, Fachry Ali menilai yang disampaikan Mahathir dalam kuliah umum itu tidak ada yang baru. 

Kehebatan Mahathir adalah dia tokoh dari Asia Tenggara yang tidak hanya mampu memperbaiki  Malaysia, tetapi juga mempengaruhi pandangan dunia terhadap Malaysia secara keseluruhan. 

Selain itu, jelas Fachry, Mahathir unggul lewat sejumlah aksi kepemimpinannya. Seperti pada awal kepemimpinannya, Mahathir mengedepankan sikap Look East atau lebih condong ke budaya Timur daripada budaya Barat. 

Mahathir, ujarnya, ingin menegaskan bahwa Malaysia merupakan bagian dari budaya Timur dan bukan pembebek dari negara Barat. 

Langkah itu, tegas Fachry, merupakan langkah yang strategis dalam proses pembangunan ekonomi, politik dan sosial budaya, bukan semata  berkiblat ke Barat. 

Hal itu, ujarnya, membuat kehadiran Mahathir di Rakernas Partai NasDem sangat penting sebagai alternatif pandangan. 

Anggota Komisi I DPR RI, Muhammad Farhan berpendapat sebagai sebuah partai yang mengusung politik kebangsaan, Partai NasDem menginginkan sosok pemimpin yang sangat kuat di negeri ini. 

Yaitu, tegas Farhan, kepemimpinan yang mengedepankan kepentingan rakyat. Mahathir, tambahnya, merupakan pemimpin yang memiliki legitimasi yang tinggi untuk menyatakan dirinya sebagai pemimpin yang mengutamakan kepentingan rakyat. 

Mahathir, ujar Farhan, juga mengatasi masalah yang dihadapi masyarakat lewat metode dengan mendiagnosa dan segera memberi solusi atas masalah yang dihadapi. 

Pengamat Pertahanan, Connie Rahakundini Bakrie menilai tidak adanya pemimpin nasional yang disegani di kancah global, karena kita tidak memiliki partai politik yang berani mengusung calon pemimpin yang sudah selesai dengan dirinya. 

Karena, jelas Connie, bila sudah selesai dengan dirinya, calon pemimpin itu mampu stand up dengan apa yang diperjuangkannya. 

Jurnalis Senior, Saur Hutabarat mengungkapkan dalam Kuliah Umum yang dibawakan Mahathir Mohamad yang menarik bagi publik yaitu yang tewas dalam pemilihan umum harus sadar akan ketewasannya. 

Mahathir, ujar Saur, menegaskan bahwa pemimpin negara harus memiliki empati yang tinggi terhadap rakyat. Kehadiran mantan Perdana Menteri Malaysia itu pada Rakernas Partai NasDem, ujar Saur, memberi perspektif terhadap kepemimpinan bangsa.