Penanganan Kasus Suap Kemendes Dinilai Naif

Kasus suap di Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Kemendes PDTT) terkait laporan Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) yang akan dikeluarkan BPK dinilai terlalu naif.


Pasalnya, kasus ini hanya menyeret dua auditor Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) sebagai terpidana.

Ketua Pendiri Indonesia Audit Watch (IAW) Junisab Akbar menilai bahwa vonis yang hanya dijatuhkan kepada Rochmadi Saptogiri dan Ali Sadli masih belum menjawab substansi utama penyebab suap itu terjadi.

"Mengapa KPK tidak mampu menyentuh penyebab suap itu karena hanya menangkap tangan para auditor tersebut," ujarnya kepada wartawan di Jakarta, Selasa (6/3) seperti dikutip Kantor Berita Politik RMOL

Junisab menuturkan, kejahatan dua auditor itu bukan hanya pemberian WTP, namun masih banyak yang lain. Seperti diduga metode audit yang digunakan sengaja disimpangkan dari tata audit yang baik dan benar. Namun, sesal Junisab, hal itu justru tidak disidik KPK.

Selain itu, Junisab juga mempertanyakan langkah KPK yang tidak memeriksa sampai ke pimpinan seluruh auditor itu, yakni Komisioner BPK RI.

"Di fakta persidangan sudah mempertontonkan kepada publik bahwa di dalam tim auditor itu secara berjenjang terlihat bekerja sama memperdagangkan kewenangannya," jelasnya.

Dengan adanya fakta persidangan, sambung Junisab, harusnya KPK mampu membuka aib tim auditor sampai kepada komisioner BPK RI. Karena tim itu bisa dengan mudah menggunakan metode yang salah dalam melaksanakan audit, namun justru hal itu dibiarkan. Sehingga tim dengan mudah memperdagangkan WTP.

Padahal, diduga kuat ada permasalahan senilai Rp 940 miliar dalam proses audit yang dilakukan tim itu terkait anggaran Pendampingan Dana Desa (PDD).

"KPK harus tahu bahwa Komisioner BPK RI itu memiliki tugas dan wewenang untuk melaksanakan pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara. Dan tim itu adalah penerima mandat dari Komisioner," paparnya.

Junisab menilai, teknik dangkal KPK menjerat pelaku kejahatan hanya dengan pendekatan OTT sudah tidak jamannya lagi. Tidak mungkin ada OTT tanpa ada bargain. Karena dalam kasus auditor BPK di Kemendes PDTT esensinya diduga kuat ada temuan yang lebih buruk dari sekadar penilaian disclaimer dalam penggunaan anggaran tersebut.

"KPK kami desak untuk melakukan penyidikan berbekal fakta-fakta persidangan untuk menyentuh esensi permasalahan. Itu tidak sulit. Jika KPK enggan melakukannya tentu akan menjadi pertanyaan besar bagi publik, khususnya di kalangan yang bergelut dalam dunia audit," tegas mantan anggota Komisi III DPR tersebut.

Dua auditor Badan Pemeriksa Keuangan Rochmadi Saptogiri dan Ali Sadli telah divonis majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta masing-masing 7 dan 6 tahun penjara.

Selain kurungan badan, keduanya juga harus membayar uang denda yang nilainya mencapai ratusan juta rupiah. Rochmadi harus membayar denda Rp 300 juta subsider 4 bulan. Sementara Ali harus membayar denda Rp 250 juta subsider 4 bulan.

Keduanya terbukti secara sah dan menyakinkan menerima suap masing-masing Rp 200 juta dan Rp 240 juta dari mantan Irjen Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (PDTT) Sugito terkait laporan Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) yang akan dikeluarkan BPK. Uang diterima keduanya dari Sugito melalui Kabag TU dan Keuangan Inspektorat Kemendes Jarot Budi Prabowo.