Peringatan bertahtanya Raja Kraton Kawitan Amarta Bumi, Sri Angling Prabu Punto Djojonagoro Cakra Buana Giri Nata ke-4, yang dikenal dengan istilah Pengetan Abhiseka yang dilaksanakan di Keraton Kawitan Amarta Bumi di Dukuh Sekatul, Desa Margosari, Kecamatan Limbangan, Kabupaten Kendal, Jawa Tengah, berlangsung sederhana, Minggu (28/3).
- Nahdlatul Ulama Tunggu Hilal Untuk Tetapkan 1 Ramadhan
- Lestarikan Bangunan Cagar Budaya, OJK Regional 3 Tuai Pujian
- KSP: Ubud Sudah Siap Menjadi Destinasi Gastronomi Dunia
Baca Juga
Peringatan bertahtanya Raja Kraton Kawitan Amarta Bumi, Sri Angling Prabu Punto Djojonagoro Cakra Buana Giri Nata ke-4, yang dikenal dengan istilah Pengetan Abhiseka yang dilaksanakan di Keraton Kawitan Amarta Bumi di Dukuh Sekatul, Desa Margosari, Kecamatan Limbangan, Kabupaten Kendal, Jawa Tengah, berlangsung sederhana, Minggu (28/3).
Pengageng Keraton Kawitan Amarta Bumi KRA Wangsit Setyonagoro mengatakan, jika pengetan Abhiseka yang ke IV ini dilaksanakan secara sederhana.
"Tahun-tahun sebelumnya acara pengetan digelar meriah dengan mengundang raja-raja namun tahun ini secara sederhana. Meski acara pengetan tetap dilaksanakan, kami tetap mengutamakan protokol kesehatan dengan ketat dan para tamu juga diseleksi tanpa mengurangi nilai kesakralan," kata Pengageng Keraton Kawitan Amartha Bumi, KRA Wangsit Setypnagoro usai acara.
Wangsit menerangkan, Abhiseka itu merupakan acara ulang tahun memperingati naik tahtanya Raja Kraton Kawitan Amarta Bumi, Sri Angling Prabu Punto Djojonagoro Cakra Buana Giri Nata, dan setiap tradisi ritualnya diawali dengan kirab.
"Sebelum puncak acara pengetan Abhiseka, Raja Kawitan Amartha Bumi beserta istrinya dikirab dulu mengelilingi keraton yang dimulai dari kediaman raja atau Siti Hinggil menuju ke dalem Pasewakan atau Dalem Saridin. Itu salah satu ritualnya yang harus dilakukan," jelasnya.
Selain kirab, masih ada ritual lagi yang merupakan bagian dari acara pengetan yakni doa kiblat papat dan tari bedhoyo nawa Sanga.
"Tak hanya kirab yang merupakan bagian dari ritual tapi juga ada doa kiblat papat yakni doa empat penjuru mata angin dan tari bedhoyo Nawa Sanga ciptaan Raja Kawitan, tambahnya.Saat melakukan ritual Tari bedoyo Nawa Sanga yang ditarikan oleh sembilan gadis belia, terjadi insiden penari kerasukan leluhur sambil menangis meronta ronta.
"Ada sembilan gadis yang masih belia yang menarikan. Tapi karena tadi ada penari yang kurang konsentrasi jadi mereka kerasukan dan sekarang sudah bisa ditenangkan," pungkasnya.
Tradisi Pengetan Abhiseka ini memiliki makna agar masyarakat Indonesia tidak lupa dengan jati diri bangsanya dan tetap kuat dengan akar budayanya. [sth]
- Kirab Dewa-Dewi Warnai Perayaan Cap Go Meh di Pekalongan
- Seni Cowongan hingga Blarak Baiduri Meriahkan Banjarnegara Culture Heritage Night Festival
- Tawur Agung Kesanga Dipusatkan Di Candi Prambanan