Puan-Pram Diduga Korupsi, PDIP Rugi, Stabilitas Negara Terganggu

Terdakwa kasus korupsi proyek KTP Elektronik, Setya Novanto, memberi kejutan dalam persidangannya di Pengadilan Tipikor Jakarta hari ini.


Novanto mengungkapkan, uang korupsi proyek tahun 2011 itu turut mengalir ke dua politikus PDI Perjuangan, Puan Maharani dan Pramono Anung. Masing-masing menerima uang sebesar 500 ribu dolar AS.

Puan Maharani kala itu menjabat Ketua Fraksi PDIP di DPR RI, saat ini masih menjabat Menko Pembangunan Manusia dan Kebudayaan.

Sedangkan Pramono Anung adalah mantan Sekjen DPP PDIP dan Wakil Ketua DPR RI periode 2009-2014, sekarang menjabat Sekretaris Kabinet RI.

Berdasarkan kesaksian Novanto di bawah sumpah, jatah untuk Puan dan Pram diserahkan oleh orang kepercayaannya, Made Oka Masagung.

Di mata pengamat politik dan hukum dari Universitas Sjakhyakirti Palembang, Achmad Ronaldi, penyebutan nama dua pentolan PDIP itu oleh Novanto akan berimbas besar pada PDIP.

"Kalau secara hukum saya kira tidak begitu (berdampak) karena hukum kita menganut azas praduga tak bersalah sehingga perlu pembuktian lebih lanjut. Namun imbas politik-lah yang cukup besar," terang Ronaldi kepada RMOL Sumsel, Kamis (22/3).

Ronaldi menyebut posisi Puan Maharani cukup penting di PDIP apalagi ia adalah anak kandung dari sang Ketua Umum, Megawati Soekarnoputri. Bahkan bisa jadi Puan-lah penerus Mega untuk memimpin PDIP di masa depan.

"Dengan menyebut nama Puan artinya juga menyinggung secara kelembagaan. Benar atau tidaknya, itu soal hukum. Namun dengan menyebut nama Puan dan Pramono, hal itu tentu mengganggu kepercayaan," ungkapnya.

Selain berimbas pada PDIP secara kelembagaan, penyebutan nama Puan dan Pramono di persidangan kasus korupsi tentu membuat buruk citra mereka masing-masing sebagai politikus. Lebih dari itu, stabilitas negara juga dapat terusik karena keduanya menduduki posisi strategis di kabinet Joko Widodo.

"Selama ini citra Puan selaku politisi cukup baik. Demikian juga nama Pramono. Apalagi keduanya saat ini menjadi pejabat negara, tentu juga akan mengganggu stabilitas negara," pungkas Ronaldi.