Purnomo Yusgiantoro: Politik Pengaruhi Ketahanan Energi Di Dunia

Indonesia dituntut untuk mampu menghadirkan dan menggunakan Energi Baru dan Terbarukan (EBT).


Hal itu terungkap dalam seminar bertajuk Implementasi Rencana Umum Energi Daerah untuk Ketahanan Energi yang Berkelanjutkan.

Seminar itu digelar oleh Purnomo Yusgiantoro Center dan Sekolah Pascasarjana Universitas Diponegoro (Undip)  di Gedung Pascasarjana

Mantan Menteri ESDM dan Menhan Purnomo Yusgiantoro berpendapat, ada beberapa faktor yang memengaruhi ketahanan energi di dunia yaitu politik dan keamanan.

Politik dan keamanan merupakan sumber konflik dan sangat berpengaruh pada ketahanan energi dunia," kata Purnomo, Selasa (9/7/2019)

Purnomo mencontohkan konflik di Malaysia dan Brunei terhadap minyak, konflik Laut China Selatan dan konflik lainnya sering tumpang tindih dengan SDA yang terkandung didalamnya.

Pada periode 2030-2040 pemakaian energi fosil masih sangat dominan. Hal itu membuat tingkat ketergantungan terhadap energi fosil makin tinggi. Jadi perlu energi alternatif," katanya.

Berdasarkan Undang-Undang No.30/2007 tentang Energi pemerintah wajib membuat Rencana Umum Energi Nasional (RUEN), sedangkan pemerintah daerah diminta untuk membuat Rencana Umum Energi Daerah (RUED) yang merupakan penjabaran dari RUEN.

Dewan Energi Nasional (DEN) telah menetapkan bauran energi primer, minyak bumi 25%, gas bumi 22%, batubara 30% dan EBT 23%.

Target ini tentu membutuhkan infrastruktur listrik yang terus menerus dan berkesinambungan.

Penggunaan Bahan Bakar Minyak (BBM) pun telah dipatok untuk tidak lebih dari 25% pada 2025 mendatang.

Pengamat Geologi Surono akan mengemukakan kondisi geologi di Indonesia, khususnya di Jawa Tengah yang terdapat banyak patahan sehingga sangat berbahaya bila Indonesia membangun dan mengembangkan energi nuklir.

Narasumber dalam seminar ini adalah mantan Menteri ESDM dan mantan Menhan, Purnomo Yusgiantoro, Sekretaris Jenderal DEN,  Saleh Abdurrahman, Kepala Bappeda Jateng, Sujarwanto Dwiatmoko, pengamat Geologi Surono, pimpinan Institute for Essential Services Reform (IESR), Fabby Tumiwa dan Ketua Prodi Magister Energi Undip Jaka Windarta.