Jakarta – Kasus gugatan terhadap regulator pers di Indonesia, Dewan Pers, oleh konstituennya sendiri Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) telah memasuki tahap replik di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
- Tersangka Kasus Kriminal Lulus Ujian, Polda Jateng Tetap Selesaikan Proses Penyelidikan
- Diblender Hingga Dibakar! Kejari Tegal Musnahkan Barang Bukti
- Fadhila Maya Sari: Kekuatan Lembut Perempuan Adhyaksa
Baca Juga
PWI dibangun dan dirawat oleh para anggota dan pengurusnya sejak masa Perang Kemerdekaan pada tahun 1946 hingga sekarang. Bahkan PWI mampu bertahan menghadapi pemberangusan pers pada masa Demokrasi Terpimpin selama berpuluh-puluh tahun di bawah Pemerintahan Soeharto. PWI juga bahkan turut bertempur di Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia dalam penyusunan Undang-Undang Pers yang sangat fenomenal itu pada tahun 1999.
Oleh sebab itu sangat ironis bahwa sejak 2024, PWI diusir keluar dari Gedung Dewan Pers yang sudah digunakannya sejak tahun 1980 oleh regulator bidang pers di Indonesia yang justru didirikan berdasarkan amanat Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers yang dibidaninya sendiri.
Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia definisi regulator adalah sebagai berikut: regulator/re·gu·la·tor/ /régulator/ n 1 alat pengatur; 2 alat dalam jam yang mengatur kecepatan
Dengan demikian, suatu institusi pengatur atau regulator dari sebuah sektor diharapkan untuk memastikan agar pemangku kepentingannya berjalan dengan teratur, bak sebuah jam yang berjalan dengan sempurna. Dalam prakteknya, regulator tanpa diminta, patut menawarkan diri menjadi penengah dari perselisihan yang terjadi di dalam kawasan yurisdiksinya.
Saat dihubungi oleh Redaktur RMOLJawaTengah pada Sabtu (19/04), Chelsia Chan memberikan keterangan bahwa secara sepihak Dewan Pers menutup Kantor Sekretariat Pengurus Pusat Persatuan Wartawan Indonesia.
“Sebagai sebuah institusi regulator yang seharusnya menaungi dan mengayomi para konstituennya, Dewan Pers mengabaikan semua prinsip-prinsip demokrasi dan ketidak berpihakan kepada pihak yang berselisih,” kata Plt Ketua LKBPH PWI Pusat tersebut.
Tidak mengherankan bahwa akhirnya Persatuan Wartawan Indonesia mengajukan gugatan terhadap Dewan Pers dalam Perkara Nomor 711/Pdt.G/2024/PNJkt.Pst pada akhir 2024.
Dalam Replik menjawab Eksepsi Dewan Pers yang didiskusikan bersama-sama antara penasihat hukum unsur Lembaga Konsultan Bantuan dan Penegakan Hukum (LKBPH-PWI Pusat) dan Otto Cornelis Kaligis & Associates Advocates & Legal Consultants, maka PWI sebagai Penggugat antara lain menyebutkan bahwa:
- Ketua dan Anggota Dewan Pers bukanlah pejabat negara yang memiliki kewenangan dalam aturan Tata Usaha Negara. Sehingga mereka tidak bisa berlindung dengan dalil bahwa pihak yang berhak mengadili kasus ini adalah Pengadilan Tata Usaha Negara;
- Gugatan Penggugat bukanlah gugatan yang prematur. Penggugat telah memberikan surat berupa Surat Undangan Klarifikasi pada September 2024, selain melayangkan dua surat sebagai upaya somasi pada akhir 2024. Pada Minggu, 30 September mendadak keluar surat Dewan Pers bahwa per 1 Oktober, Kantor Sekretariat PWI harus keluar dari tempatnya berkantor. Sejak saat itu kantor Sekretariat PWI disegel dan ditutup oleh Dewan Pers untuk waktu yang tidak bisa ditentukan;
- PWI memiliki legal standing yang jelas dalam mengajukan gugatan karena kedudukan mereka sebagaimana disahkan oleh Keputusan Kongres Nomor 8/K-XXV/2023 tentang susunan Kepengurusan PWI Tahun 2023-28 dan Pengesahan Surat Keputusan Menkumham Nomor AHU-0000946.AH.01.08 Tahun 2024 Tentang Persetujuan Perubahan Perkumpulan Persatuan Wartawan Indonesia.
Secara legalistik, Persatuan Wartawan Indonesia dapat saja berpanjang lebar menjabarkan semua dalil-dalil hukum dalam upayanya membuat para pemegang kepentingan dan masyarakat luas memahami duduk perkara.
Tetapi sesungguhnya, semua dalil hukum tersebut hanya berguna bagi PWI yang mencari keadilan dan mendapatkan tindakan restoratif hukum yang pantas dan layak dari para hakim Pengadilan Jakarta Pusat.
“Keputusan Dewan Pers sama sekali tidak mempertimbangkan adab organisasi, pemahaman akan berjalannya suatu institusi, apalagi memahami kewajiban sebagai institusi yang mengayomi dan menaungi para konstituennya. Sesungguhnya keputusan tanpa marwah keadilan oleh Ketua dan Anggota Dewan Pers periode 2022-2025 ini wajib dianulir oleh Ketua dan Anggota Dewan Pers periode berikutnya,” pungkas Chelsia Chan yang juga seorang dosen di suatu fakultas hukum Universitas swasta yang terkenal di Jakarta.

- Dindagkop UKM Rembang Mulai Lakukan Sosialisasi Pembentukan Koperasi Merah Putih
- MTI Serukan Pentingnya Masterplan Untuk Integrasi Dan Keberlanjutan
- Terpeleset Masuk Sumur, Lansia Di Mrebet Ditemukan Tak Bernyawa