Fenomena relawan menarik dukungan kepada Presiden Joko Widodo dinilai sebagai hal yang biasa.
- Antisipasi Kecurangan Pilkada, Bawaslu Datangi Lapas Semarang
- Resmi Dilantik, 42 Panwascam Demak Siap Awasi Pilkada 2024
- Skenariokan Perpanjangan PPKM Darurat Tanpa Restu Jokowi, Sri Mulyani Blunder Besar
Baca Juga
Pengamat politik yang juga Direktur Eksekutif IndoBarometer M Qodari menilai hal itu lumrah saja terjadi. Bahkan, kata dia, fenomena semacam ini tidak hanya menyerang Jokowi, tapi juga bisa terjadi pada pendukung rival Jokowi, Prabowo Subianto.
"Biasa itu, dimana-mana begitu ada yang kapok dukung Jokowi, ada yang kapok dukung Prabowo. Sama aja itu," kata Qodari kepada Kantor Berita Politik RMOL, Sabtu (17/3).
Menurut Qodari, fenomena mendukung dan kemudian menarik dukungan merupakan hal biasa di dunia aktivis dan partai politik.
Sementara bagi para calon presiden, sambungnya, yang terpenting bukan dukungan aktivis. Tapi dukungan dari partai politik dan masyarakat.
"Aktivis itu nggak penting, yang penting itu parpol dan masyarakat," tukasnya.
Dua hari berturut barisan relawan Joko Widodo menyatakan penyesalan karena sudah menjadi pendukung Joko Widodo. Jumat (16/3), kelompok aktivis Pro Demokrasi (Prodem) menggelar aksi di depan Istana Negara. Mereka mengaku menyesal pernah mendukung Joko Widodo, bahkan dalam aksi ini mereka menyatakan tobat nasuha.
Pada Sabtu (17/3), giliran Komunitas Relawan Sadar (Korsa) yang menyatakan menyesal pernah mendukung Jokowi.
Kedua relawan ini menilai Jokowi gagal menepati janji kampanye, gagal dalam menghentikan utang luar negeri, dan gagal meningkatkan pertumbuhan ekonomi Indonesia.
- Iswar Aminuddin: Bareng-bareng Bangun Semarang Demi Harapan Lebih Besar
- Ditanya Soal Pilpres, Anies: Presiden Saja Yang Jawab
- Sekretaris DPD PDIP Jateng Temui Walikota Gibran, Serahkan Langsung Undangan Apel Siaga