Sampah Hilang, Uang Terbilang

Aksi Heroik Daur Ulang Sampah Para Perempuan Tegal
Mufasiroh (52), Bendahara sekaligus anggota Komunitas Daur Ulang Rutela (Runtah Tegal Laka Laka), memegang tas dari bahan baku plastik kemasan minuman  dan kain perca satin seharga Rp150.000, dengan lama pembuatan seminggu. Foto-foto: dok. & RMOL Jateng/Stefy Thenu
Mufasiroh (52), Bendahara sekaligus anggota Komunitas Daur Ulang Rutela (Runtah Tegal Laka Laka), memegang tas dari bahan baku plastik kemasan minuman dan kain perca satin seharga Rp150.000, dengan lama pembuatan seminggu. Foto-foto: dok. & RMOL Jateng/Stefy Thenu

Mufasiroh (52), bergerak ke sana kemari. Sesekali dia membantu membetulkan anyaman, atau cara menyeterika plastik bungkus minuman kemasan yang dilakukan para siswa. Ditengoknya pula, siswi yang tengah menggunting dan melipat plastik tersebut. ‘’Nah, ini sudah betul,’’ ujar perempuan yang akrab disapa Bu Fas, itu kepada para siswi.


Hampir setahun terakhir, Bu Fas melatih 9 siswi SMK 1 Kota Tegal cara membuat kerajinan tangan dari limbah minuman kemasan di rumahnya, Jalan Cendrawasih, lontrong (gang) 10, RT 5 RW 4 Kelurahan Randugunting, Kecamatan Tegal Selatan, Kota Tegal. Rumahnya itu, sekaligus sebagai Sekretariat Rutela, komunitas daur ulang sampah, yang diawaki para perempuan. 

‘’Rutela itu singkatan dari Runtah Tegal Laka Laka. Runtah itu artinya sampah. Melalui kegiatan komunitas ini, kami bertekad agar sampah di Kota Tegal bisa hilang, sehingga kota kami menjadi bersih, tetap seperti semboyannya Tegal Laka Laka (tiada duanya),’’ ungkap ibu dua anak, yang menjabat Bendahara Rutela sejak organisasi itu berdiri pada Desember 2017 silam.

Para perempuan Tegal yang tergabung dalam komunitas daur ulang sampah Rutela, dari kiri ke kanan:  Dwi Wulandari, Sri Danarti, Mumtahanah, Wastiah, Mufasiroh, Komalasari, dan Endang Sulistyawati.

Dipimpin oleh Amril, satu dari 4 laki-laki -  anggota Rutela mayoritas adalah para perempuan.  Mufasiroh, bersama Nur dan Amril, mendirikan Rutela pada Desember 2017, dalam acara RKB (Rumah Kreatif BUMN) di Kelurahan Kraton, Kota Tegal. Saat berdiri, ada 23 orang anggota. Namun, seiring berjalannya waktu, anggotanya kini tersisa 12 orang. 

‘’Bu Nur memilih fokus mengurusi bank sampah yang dikelolanya. Beberapa anggota lainnya satu per satu mundur, karena hanya sekadar ikut-ikutan. Tersisa kini, 12 orang, yang seluruhnya memang memiliki minat dan keahlian di bidang kerajinan tangan,’’ paparnya, dalam percakapan dengan RMOL Jateng, Jumat (20/10) lalu.

Mitra Binaan Pertamina

Aksi heroik para perempuan Tegal ini, rupanya tercium oleh PT Pertamina Fuel Terminal Tegal. Sejak 2019, Rutela pun menjadi mitra binaan BUMN tersebut. 

Area Manager Communication, Relations, & Corporate Social Responsibility (CSR) Regional Jawa Bagian Tengah PT Pertamina Patra Niaga, Brasto Galih Nugroho, kepada RMOL Jateng mengatakan,  dalam upaya melestarikan lingkungan,  Pertamina Fuel Terminal Tegal melalui program CSR memberdayakan kelompok masyarakat yang bergerak di bidang daur ulang sampah. Melalui program tersebut, dihasilkan peningkatan dalam kelompok yakni berupa peningkatan inovasi produk daur ulang sampah yang dihasilkan, peningkatan skill anggota kelompok, dan peningkatan perekonomian kelompok sasaran. 

Fuel Terminal Manager PT Pertamina Fuel Terminal Tegal, Wardiyono (dua dari kiri) menyerahkan bantuan peralatan produksi kegiatan daur ulang kepada Agus dari Rutela.

Tidak hanya itu, kelompok, sasaran pun telah mampu melaksanakan knowledge sharing dengan masyarakat sebagai upaya kampanye peduli sampah yang jug mendorong, program pemerintah dalam mengatasi permasalahan sampah dari sumbernya. 

‘’Namun seluruh perkembangan tersebut dirasa belum maksimal dan masih perlu pengembangan lanjutan dengan mempertimbangkan potensi kelompok. Tahun ini, program Pengembangan Kelompok Daur Ulang Limbah Rutela (Runtah Tegal Laka-Laka), kini berfokus pada peningkatan kapasitas anggota dan sharing knowledge kepada para pelajar di Kota Tegal,’’ ungkap Brasto.

Visi dan Misi Rutela yang dipasang di sekretariat komunitas ini.

Mufasiroh mengaku, sebagai mitra binaan Pertamina, pihaknya mendapatkan bantuan alat-alat penunjang produksi, serta berbagai pelatihan untuk anggota, mulai dari pelatihan keuangan, public speaking, videografi dan fotografi, pemasaran, dll.

Setiap tahun, kata Bu Fas, pihak Pertamina rutin memberikan bantuan. Tahun ini, ada pelatihan untuk anggota. ‘’Pelatihannya setiap minggu, selama 2 bulan penuh,’’ ujar istri dari Suprapto dan ibu dari Ozan dan Faiz, ini.

Berbagai pelatihan dari Pertamina itu, diakui Bu Fas, sangat menunjang untuk meningkatkan keahlian dan kompetensi para anggota Rutela. Para anggotanya, kian terampil dan kreatif membuat beragam kerajinan tangan, mulai dari gantungan kunci, aneka tas, tikar, kacamata, jam dinding hias, aneka bunga plastik, hingga kostum karnaval untuk anak-anak.

Aneka produk Rutela itu, kata dia, dipasarkan secara online melalui media sosial dan whatsapp, serta offline melalui pameran-pameran. Harganya bervariasi, mulai dari yang paling murah Rp15.000 hingga termahal Rp500.000.

‘’Termurah contohnya bros, gantungan kunci dan dompet koin, dan yang termahal adalah tikar ini, buatan saya, yang harganya Rp500.000. Pernah saya kirim dua kali ke Malaysia,’’ imbuhnya.

Tembus Pasar Malaysia dan Polandia

Selain menembus pasar Malaysia, produk Rutela juga pernah menembus pasar hingga Eropa. Seorang pembeli dari Polandia, membeli produk frame kacamata dari limbah kertas koran. Produk Rutela pun sampai ke telinga para selebriti. Aktor Krisna Mukti pun pernah membeli kapal pesiar dari limbah kertas koran. 

Pembeli dari Polandia langsung mengirimkan foto via whatsapp saat frame kacamata dari limbah kertas koran pesanannya tiba di negaranya.

Bu Fas menuturkan, komunitasnya menerima beragam limbah dari masyarakat di sekitar lingkungan tempat tinggalnya ataupun bank sampah dari Kota Tegal. Mulai dari limbah koran, bungkus minuman kemasan, kantung kresek, kawat, hingga pralon.

‘’Kita ambilnya kiloan. Satu kilogram limbah campur kita hargai Rp3.000. Itu pun masih kotor, karena harus kita cuci dulu sebelum dibuat kerajinan tangan,’’ ujarnya.

Harga Produk 

Untuk harga produk Rutela, kata dia, sangat tergantung pada ukuran maupun tingkat kesulitan pembuatannya. Untuk pembuatan tikar anyaman dari limbah kemasan kopi, misalnya, membutuhkan proses produksi hingga sebulan, untuk menganyam 3.000 bungkus kopi dengan ukuran tikar 2x1,5 meter.  Untuk membuat 25-30 buah gantungan kunci, kata dia, butuh waktu sebulan.

Hasil karya anggota Rutela dari sampah rumah tangga, yakni kostum karnaval anak-anak dan jam dinding hias.

Bu Fas menjelaskan pembuatan kostum karnaval anak-anak.  Untuk bagian badan atas, bahan bakunya kantong kresek yang disetrika. Sedangkan bagian rok, terbuat dari antong kresek yang disambung-sambung. Untuk hiasan bunga-bunganya berasal dari bungkus deterjen cair dan bungkus snack. Untuk sayapnya, menggunakan kalender bekas dan kawat bekas jemuran.

‘’Untuk bagian sayap,  ada bulu-bulunya yang terbuat dari botol-botol air minum kemasan yang digunting memanjang dan kecil-kecil menyerupai bulu ayam, sedangkan untuk topinya pakai kantong kresek yang disetrika dan dilapisi kertas kalender,’’ jelasnya.

Untuk pengerjaannya dibutuhkan waktu 1 minggu dan diberi harga Rp250.000.  Ada lagi kostum karnaval anak, yang dibuat dalam tempo 2 hari saja. 

‘’Bagian atas terbuat dari dari kantong kresek yang disetrika dan bagian roknya dari bungkus deterjen bubuk, dan dikombinasi dengan kantong kresek warna-warni. Untuk hiasan bunganya dari kantong kresek yang digunting dan dilipat. Harga kostum ini, Rp150.000,’’ tambahnya.

Aneka produk kerajinan tangan dari daur ulang sampah hasil karya anggota Rutela.

Untuk dompet dijual mulai harga Rp15.000 -Rp75.000, tas dari harga Rp100.000 - Rp300.000 dan waktu pengerjaan 1 minggu.  Untuk produk jam dinding hias, terbuat dari koran yang dilinting dan dicat, dengan waktu pengerjaan 1 minggu, dijual Rp250.000.

Kepada para siswa yang dilatihnya, Bu Fas memberi upah. Upah melipat Rp2.000, anyam Rp1.500, dan jahit Rp3.000. ‘’Setiap ada produk yang laku terjual, baik melalui even pameran maupun online dipotong komisi untuk kas 10 persen’’ ujarnya. 

Presiden Joko Widodo saat mampir ke stand Rutela dalam Pameran Inacraft di Jakarta 2022 silam, dan kunjungan mantan Gubernur Jateng, Ganjar Pranowo ke stand Rutela saat Hari Lingkungan Hidup Sedunia di Slawi, Kabupaten Tegal. 

Dijelaskan, karena sebagian besar anggota adalah ibu rumah tangga, dan pekerjaan yang dilakukan merupakan hobi dan sifatnya sambilan, maka untuk  proses produksi tidak ditarget. Tak heran,  proses produksi butuh waktu yang bervariatif. Ada yang cepat, ada pula yang lambat. Dari seluruh anggota, Rutela mampu membukukan omzet rata-rata Rp1,5 juta-Rp2 juta per bulan.

Wastiah (atas) memegang anyaman dari bungkus agar-agar bubuk untuk membuat tas dan dompet. Gambar bawah: Dwi Wulandari dan Komalasari tengah membuat vas bunga.

Wastiah (41), merupakan anggota Rutela yang rumahnya paling jauh dari kantor sekretariat. Ibu tiga anak ini tinggal di Kaligangsa RT 4 RW 5, sekitar 7 km ke Randugunting. 

‘’Saya tahu komunitas ini dari teman. Ya, selain menambah teman, saya juga bisa menambah penghasilan buat keluarga,’’ ujar perempuan kelahiran 5 Juli 1982 ini.

Di Rutela, Wastiah memiliki keahlian khusus membuat tas dari kemasan deterjen dan minyak goreng. Dia pun ahli menjahit. 

‘’Menjahit produk dari limbah plastik berbeda dengan menjahit bahan dari kain. Harus ekstra teliti dan hati-hati, agar plastik tidak rusak. Hasilnya, seperti ini, anyaman untuk tas dan dompet. Bahan bakunya bungkus agar-agar bubuk,’’ ujar istri dari Ahmad Solekhan, dan ibu dari Wiwit Agung Mulyawan, Galang Firdaus, dan Raudhatul Jannah.

Mengajar Keterampilan di Sekolah-sekolah

Bergabung dengan Rutela, memberi berkah tersendiri bagi Wastiah dan anggota lainnya. Keahliannya itu membawanya menjadi pengajar lepas di SMAN 4 Kota Tegal dan SMA Al Irsyad. 

‘’Honornya lumayan, sekali ngajar sekitar 2 jam dapat honor Rp100.000,’’ ujar Wastiah.

Begitu pula dengan Komalasari (47). Perempuan warga Kraton, Tegal Timur, ini juga mengajar kerajinan tangan di sejumlah sekolah. Sejak Agustus 2022, dia mengajar di SMA Al Irsyad. 

Para siswa SMA Al Irsyad Tegal asyik mengikuti ekstrakurikuler kerajinan tangan yang dipandu Komalasari dari Rutela.

‘’Saya ngajar setiap Sabtu, dari jam 10.15 hingga 11.45 WIB, untuk siswa kelas X dan XI,’’ ujar Komalasari. 

Sejak ada P5 dalam Kurikulum Merdeka Belajar, kata Komalasari, anggota Rutela, banyak menerima tawaran mengajar kerajinan tangan di sekolah-sekolah. 

P5 atau Proyek Penguatan Profil Pelajar Pancasila adalah program pembentukan Pelajar Pancasila yang mampu berperilaku sesuai dengan nilai-nilai Pancasila. P5 merupakan pembelajaran lintas disiplin ilmu untuk mengamati dan memikirkan solusi terhadap permasalahan di lingkungan sekitar peserta didik, menggunakan pendekatan pembelajaran berbasis proyek yang berbeda dengan pembelajaran di kelas pada umumnya.

‘’Awalnya, saya diminta menjadi narasumber P5 di SMA Al Irsyad. Setelah itu, saya diminta ngajar ekstrakurikuler kerajinan tangan di sekolah tersebut. Selain di Al Irsyad, saya ngajar di SMP Al Ihsaniyah dan narasumber P5 di SMK YPT Tegal,’’ tutur ibu tiga anak ini.

Siswa SMA Al Irsyad Tegal tengah menyeterika limbah sampah sebagai bahan baku untuk membuat kerajinan tangan.

Bagi Komalasari, sejak bergabung di Rutela, dia mendapatkan pengalaman baru, memperluas network, sekaligus kepuasan memberikan edukasi kepada para pelajar.

‘’Saya bangga sekaligus puas, mampu berbagi ilmu tentang pemanfaatan daur ulang sampah, sekaligus bekal softskill untuk anak-anak sekolah. Pastinya, dapat honor juga,’’ ujarnya.

Yang membuatnya kian bersemangat, adalah respon anak-anak sekolah yang cukup antusias mengikuti keterampilan yang diberikannya. ‘’Jumlah peminatnya semakin bertambah, anak-anak terbilang aktif bertanya dan sangat antusias,’’ imbuhnya.  

‘’Sejak penerapan Kurikulum Merdeka Belajar, permintaan mengajar keterampilan kepada kami mengalir dari sekolah-sekolah, mulai dari PAUD, TK, SD, SMP, hingga SMA/SMK,’’ sambung Bu Fas. 

Sampah di Kota Tegal, pastinya, belumlah hilang sepenuhnya. Namun, tindakan nyata komunitas daur ulang sampah Rutela, telah ikut berkontribusi mengurangi jumlah sampah di Kota Bahari tersebut. Ikhtiar Rutela untuk mengubah lingkungan menjadi lebih baik dengan memanfaatkan sampah di sekitar rumah menjadi bermanfaat dan mempunyai nilai jual, ternyata bukan saja memberi dampak pada perbaikan perekonomian keluarga anggotanya, melainkan mampu membawa dampak positif bagi anak-anak sekolah.  Mereka memperoleh bekal keterampilan dan kreativitas untuk menciptakan karya-karya inovatif di masa depan, melalui daur ulang limbah sampah. 

Aksi heroik daur ulang limbah sampah yang dilakukan para perempuan Tegal ini, diharapkan menjadi inspirasi dan teladan bagi kaum perempuan, khususnya ibu rumah tangga, di negeri untuk melakukan banyak aksi heroik lainnya melalui berbagai kegiatan positif, yang mampu memberikan dampak ekonomi bagi keluarga maupun dampak fundamental bagi masyarakat luas.