- Wayang Pralon, Kreasi Seni Unik Dari Balik Jeruji Rutan Banjarnegara
- Jumat Agung, Umat Katolik Blora Gelar Visualisasi Jalan Salib
- Diskusi Budaya, Kunci Terbukanya Ruang Ekspresi Seniman Batang
Baca Juga
Rembang - Sangat memprihatinkan. Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Rembang sudah bertahun-tahun tidak memberi anggaran untuk perawatan situs Perahu Kuno di Desa Punjulharjo, Kecamatan Rembang, Kabupaten setempat.
Kepala Sub Koordinator Sejarah, Museum, dan Cagar Budaya Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Dinbudpar) Rembang, Retna Dyah Radityawati saat di konfirmasi RMOLJateng, Selasa, (08/10), membenarkan kondisi tersebut.
Retna Dyah R yang akrab di sapa Nana itu mengatakan, lantaran tidak ada anggaran dari APBD II, terpaksa anggaran untuk perawatan di Situs Perahu Kuno disempilkan atau diambilkan anggaran perawatan Museum Kartini.
"Anggaran pemeliharaan Museum Kartini sebenarnya juga sangat minim. Satu tahun hanya mendapat dana Rp17.5 juta. Kemudian dana itu dikurangi untuk perawatan Situs Perahu Kino," tutur Nana.
Nana mengakui akibat tidak adanya anggaran pemeliharaan, akhirnya nyaris tidak ada kegiatan yang terkait dengan upaya pelestarian Perahu Kuno.
Dari pantauan RMOLJawaTengah, Selasa (08/10), kondisi perahu makin memprihatinkan. Pengeroposan pada bagian ujung atau buritan perahu kian hari kian panjang. Jika tidak ada upaya signifikan untuk mencegah pengeroposan, bukan tidak mungkin dalam beberapa tahun ke depan, perahu itu akan hancur. Pengeroposan itu bisa disebabkan cuaca, suhu udara dan lainnya.
"Masalah itu sebenarnya sudah kami laporkan laporkan ke Kemendikbud (Kementerian Pendidikan Dan Kebudayaan) Pusat. Namun, karena Situs Perahu Kuno sudah diserahkan ke Pemkab Rembang, maka yang bertanggung jawab memelihara dan melestarikan adalah Pemkab Rembang," terang Nana.
Nana menambahkan, misal kita mendatangkan ahli atau pakar dari Kemendikbud atau arkheolog dari perguruan tinggi, semua yang membiayai harus Pemkab Rembang.
Perahu kuno di Desa Punjulharjo, Kabupaten Rembang, ditemukan tahun 2008. Menurut pakar perahu ini berasal dari abad ke-7, lebih tua dari Candi Borobudur. Pakar menyebut perahu itu berada di lokasi tersebut bukan karena karam, melainkan rusak.
"Bukan karam atau bagaimana, tapi perahu itu rusak bocor akhirnya ditinggalkan, biasanya di bibir sungai," ujar
Nana mengungkap di timur lokasi penemuan perahu kuno itu ada sungai bernama Kiringan. Sehingga lokasi penemuan perahu kuno itu diduga bekas bibir sungai yang dipakai hilir mudik perahu dan tempat bertambat.
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, perahu itu dibuat oleh orang Nusantara tetapi dipakai untuk berdagang orang dari Indochina.
"Itu terkonfirmasi dari temuan barang-barang yang ada dalam perahu tersebut. Misalnya temuan patung dan peralatan keperluan hidup yang ada di dalam perahu," kata Nana.
"Sedangkan kalau terkait pembuat orang Nusantara itu dilihat dari segi teknologi pembuatannya dan bahan atau kayu yang dipakai adalah bahan-bahan khas Nusantara," imbuh dia.
Pada masa itu, imbuh Nana, di Jawa terdapat kerajaan-kerajaan yang persebaran wilayahnya di pedalaman. Seperti Kerajaan Mataram dan Kalingga.
Menurut dia, kala itu hubungan bilateral orang Jawa dengan etnis Indochina sudah erat. Kerja sama di bidang perdagangan juga sudah meluas ke wilayah pedalaman Jawa, bukan lagi di tepian pantai.
"Indochina dagangnya nggak di bibir pantai, diambil penduduk lokal, bukan. Tapi sudah mengarah ke daerah pedalaman (Jawa). Karena kerajaan pada masa abad 7 ke 8 itu berada di pedalaman, seperti Mataram, Kalingga. Yang mana hubungan bilateral keduanya sudah sangat erat," pungkas Nana.
- Bupati Etik Adakan Pengajian Baitul Hikmah Dan Laporkan Penyaluran Zakat BAZNAS Sukoharjo
- Membludak, Pendaftar Sekolah Rakyat Tingkat SMP Di Pati
- Hardiknas 2025, Gubernur Jateng Ahmad Luthfi Wujudkan Pemenuhan Hak Sekolah Anak Tidak Mampu