SDM, Masalah Utama Yang Harus Dikawal Pada Pembahasan Rancangan Undang-Undang Keamanan Dan Ketahanan Siber

Sidang Paripurna Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia. Dokumentasi Kementerian PANRB
Sidang Paripurna Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia. Dokumentasi Kementerian PANRB

Jakarta - Rancangan Undang-Undang Keamanan dan Ketahanan Siber yang masuk ke Prolegnas (Program Legislasi Nasional) 2025 menimbulkan perhatian baru bagi para ahli siber. Rata-rata para praktisi di bidang ini bertekad mengawal jalannya penyusunan dan pembahasan naskah legal tersebut.


Daftar nama pimpinan dan anggota Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia yang masuk sebagai Panitia Kerja Pengawasan Penegakan Hukum di bidang Siber telah beredar sejak November 2024. Ketua Panitia Kerja (Panja) adalah Sari Yuliati dari Fraksi Partai Golkar. Sementara para anggota Panitia Kerja adalah 14 orang dari berbagai fraksi.

Liputan sebelumnya dapat dibaca pada tautan berikut:

Kawal Proses Legislasi Di Parlemen Republik Indonesia 

Saat ditanya oleh redaktur RMOLJawaTengah, Ardie Sutedja K mengingatkan bahwa Indonesia wajib mengawal setiap prosedur pembahasan Rancangan Undang-Undang Keamanan dan Ketahanan Siber. Ia berpendapat dalam hal ini para pemangku kepentingan di bidang siber, tidak memiliki pemahaman memadai terhadap keamanan dan ketahanan siber. Ia mengingatkan bahwa kombinasi keamanan dan ketahanan dengan korupsi yang sistemik, telah membuka pelanggaran keamanan nasional dan kedaulatan negara yang serius.

Praktisi teknologi informasi yang berpengalaman puluhan tahun itu menyatakan bahwa mata rantai terlemah dalam pertahanan siber adalah kelalaian dari sumber daya manusianya.

Kelalaian dalam bentuk sehari-hari yang dilakukan baik oleh orang awam mau pun para pengambil keputusan berkaitan dengan sistem yang ketinggalan zaman, memiliki kata sandi yang lemah yang digunakan berulang kali atau bahkan dijadikan sistem default selama bertahun-tahun. Kelemahan lainnya adalah kurangnya pelatihan staf atau pegawai yang menimbulkan kesalahan manusia.

Sementara pada tingkat pemimpin atau level manajemen, banyak di antara pengampu jabatan yang kurang memahami tata kelola, manajemen resiko dan kepatuhan. Hal ini diperburuk karena para penegak hukum sering mengalami kegagalan dalam memantau dan merespons wilayah kewenangannya.

Sudah menjadi rahasia umum bahwa data di Indonesia sering diretas oleh pihak kriminal di bidang siber.  Yang terakhir adalah peretasan Pusat Data Nasional pada 2024. Peretasan ini membuat kegemparan karena melibatkan infrastruktur kritis yang menyimpan data penting negara. Pada gilirannya peretasan ini dapat membahayakan kerahasiaan, integritas dan kerahasiaan data warga yang dikelola oleh pemerintah.

Ardie Sutedja K mengusulkan agar pendekatan dalam pembahasan naskah legislasi ini adalah dengan membuat peraturan yang ketat dan tegas, melakukan audit dan pembaharuan rutin, pelatihan sumber daya manusia, kolaborasi publik dan swasta serta rencana respon insiden.