Selamat Datang Penjabat Penjabat Kepala Daerah (1)

Wahai penjabat penjabat kepala daerah. Selamat menjalani amanah. Ya, anda adalah tangan panjang Tuhan sekaligus pemegang mandat rakyat. Tanggung jawab di pundak anda bukanlah durian runtuh, tentu yang utama adalah ruang pengabdian untuk menjadi lokomotif dalam menghela aspirasi masyarakat yang anda pimpin.


Terkait dengan tanggung jawab yang diemban, di catatan ini saya ingin menyampaikan kredo khusus, yakni ke mana muara amanah tersebut mesti dilabuhkan. Menjadi penjabat bukanlah tugas biasa, begitupun tanggung jawab yang mesti ditunaikan. Sekadar untuk menjadi sandingan adalah pengabdian di sini rentan dengan komplikasi komplikasi kepentingan. 

Apalagi periode jabatan merupakan transisi terkait suksesi, pilkada serentak 2024. Periode itulah menjadi ruang abu abu syarat berbagai gesekan jika tidak mendasarkan, atau memijakkan pada nurani terdalam. Peran anda teramat sentral, apakah belang yang akan ditinggalkan, atau nama baik yang kemudian menjadi monument abadi.

Karenanya di sini saya menaruh harapan khusus kepada penjabat Walikota Salatiga, Bupati Jepara, Batang, dan Banjarnegara. Saya percaya dan ingin memberikan legacy bahwa mereka yang diberikan amanah, didasarkan pertimbangan komprehensif, terutama integritas dan kompetensi yang dimiliki. Artinya tanggung jawab substantif yang harus ditunaikan dalam menjalani amanah tersebut tidak terjadi karena vested interest yang ada. Untuk itulah relasi publik dengan menyandarkan pada transparasi, akuntabilitas dan integritas merupakan sumpah yang harus dibuktikan. Madu di tangan kanan, racun di tangan kiri, menyitir lyrik lagu Ari Wibowo era 1990 an perlu hadir dalam jiwa sanubari yang kukuh. 

Godaan duniawi jelas terbuka, apalagi transisi ini merupakan lorong gelap, laksana terowongqn, mereka yang sadar menjadi kuasa Tuhan tentu akan melaksanakan dengan tulus dan sungguh sungguh. Artinya bukan menghamba setan dengan mengabaikan amanah rakyat, dan larut iming iming dunia sesaat, tetapi kelak ada pertanggungjawaban abadi yang harus dibayar. Maka dari itu selain menumpukan pada kualitas dan integritas pada masing masing penjabat, kontrol publik dan aksesnya harus dibuka seluas luasnya.

Pakta Integritas

Mencermati fenomena di atas dalam rangka menjaga kualitas demokrasi, khususnya mengawal suksesi 2024 transisi ini sungguh menjadi sebuah ujian. Siapa pun yang mendapat amanah sekali lagi perlu menunaikan dengan sebaik baiknya. Ada adagium,  niat yang baik harus ditunaikan dengan baik juga. Apalah artinya niat baik ketika manifestasi untuk menjalani amanah terselip misi misi culas.

Wahai para penjabat, anda adalah penjembatan antara kuasa tuhan dengan Daulat rakyat. Dalam konteks ini, maka jika terselip di benak bahwa jabatan yang ada pikul, kemudian dimaknakan menjadi momentum balas budi jelas pemaknaan yang salah kaprah. Publik akan mencatat dan menilai bagaimana transisi yang notabene menjadi ruang gelap transformasi kekuasaan distorsinya dapat dieleminasi sehingga masyarakat tidak selalu menjadi pihak yang selalu dirugikan. Ingat demokrasi sesungguhnya daulat ada di tangan rakyat. Pemimpin tidak lain adalah perpanjangan tangan semata. Jadi jangan abaikan amanat itu karena ‘Vox populi vox Dei’. Suara rakyat adalah suara Tuhan.

Saya punya wacana sebagai formulasi etik agar mereka penjabat tidak mata gelap untuk menjadi tangan gelap pemberi mandat, lantas diam diam membuat manuver manuver culas dan kotor demi upeti pada sang pemberi mandat. Kalau itu yang terjadi petaka akan menghampiri, entah kapan waktunya. Ibarat pepatah karma pasti akan menimpa, apalagi yang dilakukan tidak lain adalah mengkhianati aspirasi masyarakat. Erat kaitannya dengan fenomena tersebut maka pakta integritas perlu dibuat.

Benar, bahwa sebelum duduk di posisi atau jabatan yang dilekatkan prosesi sumpah dengan kitab suci ditempatkan di atas kepala oleh pemimpin agama. Namun ritual itu mencermati fenmena yang terjadi tak lebih menjadi sekadar seremoni biasa. Karena itu pakta integritas lebih memiliki daya dobrak, karena publik memilik akses untuk ikut mengontrolnya.

Mengkalkulasi para penjabat yang mendapatkan amanah sebagai pimpinan daerah, mulai dari Kota Salatiga, Kabupaten Jepara, kemudian Kabupaten Batang dan Kabupaten Banjarnegara kita dapat melakukan tracking sebagai profil masing-masing. Testemoni prestasi mereka perlu dibuka untuk mendapatkan legacy yang lebih utuh kompetensi mereka satu persatu.

Semestinya, meski bukan produk policy yang bersifat terbuka, karena ini menyangkut pemahaman territorial pada daerah yang mereka pimpin, sebaiknya, dan idealnya stakeholder di daerah perlu dilibatkan. Artinya mereka tidak sekadar menjadi in user tanpa bisa memberikan pertimbangan. Yang terjadi sekarang ini daerah seperti membeli kucing dalam karung, tanpa bisa memilah dan memilih penjabat itu, apa pun adanya yang harus diterima.

Catatan tambahan di sini, mereka yang menjadi penjabat idealnya adalah orang orang yang benar bener terpilih melalui ‘Merit system’ birokrasi, bukan karena like dan dislike penentu kebijakan. Alangkah naif mereka yang secara prestasi nihil, namun mendapat hadiah dengan jabatan itu. Nah, untuk itu apa dan siapa, serta bagaimana kiprah para penjabat itu, seperti Drs. Sinoeng Noegroho Rachmadi, MM sebagai Penjabat Walikota Salatiga. 

Selain Sinoeng ada lagi Kepala Dispermasdesdukcapil Provinsi Jawa Tengah Tri Harso Widirahmanto, SH sebagai Penjabat Bupati Banjarnegara. Kepala Dinas Kearsipan dan Perpustakaan Provinsi Jawa Tengah Edy Supriyanta, ATD, SH, MM sebagai Penjabat Bupati Jepara. Sekretaris Daerah Kabupaten Batang Drs. Lani Dewi Rejeki, MM sebagai Penjabat Bupati Batang. (bersambung)

Drs Jayanto Arus Adi, MM adalah Pemimpin Umum RMOL Jateng, penggiat Satu Pena Indonesia, Tenaga Ahli DPR RI, Komisi II, Dewan Pertimbangan Unnes, Pokja Hukum Dewan Pers, Dewan Pakar JMSI, Konsultan Komunikasi dan Media.

Tulisan dan opini merupakan pendapat pribadi tidak mewakili institusi atau pun lembaga tersebut.