Serahkan 84 Bukti, KPK Yakin Gugatan Perkara Dugaan Korupsi Pengadaan Helikopter AW-101 Ditolak

Plt. Jurubicara Bidang Penindakan KPK, Ali Fikri/RMOL
Plt. Jurubicara Bidang Penindakan KPK, Ali Fikri/RMOL

Serahkan 84 bukti, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berharap Hakim Praperadilan menolak permohonan Jhon Irfan Kenway (JIK) dalam perkara dugaan korupsi pengadaan Helikopter AW-101 di TNI Angkatan Udara (AU).


Pelaksana Tugas (Plt) Jurubicara Bidang Penindakan KPK, Ali Fikri mengatakan, tim Biro Hukum KPK kembali menghadiri sidang praperadilan dengan agenda pemeriksaan bukti pemohon dan juga termohon di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada hari ini, Rabu (16/3).

"KPK telah menyerahkan bukti sebanyak 84 bukti terdiri dari beberapa dokumen terkait perkara," ujar Ali kepada wartawan, Rabu (16/3) malam.

Pada sidang sebelumnya pada Selasa (15/3), KPK menyampaikan tanggapan atas permohonan praperadilan yang diajukan oleh Jhon Irfan Kenway.

Pada pokoknya, KPK menyampaikan di hadapan hakim bahwa seluruh proses penanganan perkara tersebut telah sesuai dengan mekanisme hukum berlaku, sehingga dalil gugatan yang diajukan oleh Jhon Irfan Kenway dimaksud tidak benar dan keliru menurut hukum dengan argumentasi.

"Meskipun penyidikan sudah berjalan lebih 2 tahun, KPK tetap berwenang melakukan penyidikan karena ketentuan UU KPK tidak mewajibkan KPK menghentikan penyidikan," kata Ali.

Selain itu kata Ali, terkait dengan penyelenggara negara yang sebelumnya dihentikan penyidikannya oleh Puspom TNI, tidak menghalangi KPK untuk tetap melakukan penyidikan, karena penyidikan antara KPK dan Puspom TNI dilakukan secara terpisah.

Kemudian terkait tindakan pemblokiran uang negara yang ada dalam Escrow Account atas nama perusahaan milik pemohon oleh KPK adalah sah, karena yang dilarang oleh UU adalah menyita aset negara.

"Sedangkan KPK dalam hal ini hanya melakukan pemblokiran dalam rangka mengamankan uang negara. Demikian juga pemblokiran oleh KPK terhadap aset-aset milik pemohon yang didalilkan tidak terkait dengan tindak pidana, adalah sah karena pemohon juga tidak melakukan penyitaan namun hanya melakukan pemblokiran dalam rangka untuk jaminan pengembalian uang negara yang diperoleh pemohon," jelas Ali.

Tindakan pemblokiran kata Ali, juga tidak termasuk ranah kewenangan pemeriksaan hakim praperadilan.

Selanjutnya, KPK menyampaikan permohonan kepada Hakim Praperadilan untuk memutus perkara tersebut dengan menerima dan mengabulkan seluruh tanggapan KPK dan menolak permohonan praperadilan yang diajukan Jhon Irfan Kenway.

"Dua, menyatakan tindakan KPK mempertahankan status JIK tetap sah menurut hukum dan mempunyai kekuatan mengikat. Menyatakan proses penyidikan perkara ini adalah sah menurut hukum dan mempunyai kekuatan mengikat," terang Ali.

Terakhir, KPK berharap Hakim Praperadilan menetapkan pemblokiran aset maupun pemblokiran sejumlah uang yang dilakukan KPK adalah sah menurut hukum dan mempunyai kekuatan mengikat.

"Dari argumen hukum yang sudah disampaikan di depan hakim, KPK optimis gugatan pemohon akan ditolak hakim," pungkas Ali.

Jhon Irfan Kenway selaku pemohon telah mendaftarkan gugatan praperadilan pada Rabu (2/2) dengan klasifikasi perkara yaitu, sah atau tidaknya penetapan tersangka. Permohonan praperadilan itu teregistrasi dengan nomor surat 10/Pid.Pra/2022/PN JKT.SEL.

Dalam petitum permohonan, Jhon Irfan Kenway meminta hakim menyatakan tidak sah pemblokiran aset pemohon yang dilakukan oleh termohon dalam hal ini KPK.

Selanjutnya, memerintahkan termohon untuk mencabut surat permintaan blokir nomor R-1032/23/11/2017 dan surat nomor R-1032/23/11/2017 tertanggal 13 November 2017 dan/atau surat pemblokiran lainnya terhadap seluruh aset pemohon dan aset ibu kandung pemohon.

Kemudian, menyatakan tidak sah pemblokiran uang negara sebesar Rp 139,43 miliar pada rekening ascroo acount PT Diratama Jaya Mandiri.

Terakhir, memerintahkan termohon untuk mencabut pemblokiran uang negara sebesar Rp 139,43 miliar pada rekening ascroo acount PT Diratama Jaya Mandiri untuk dan tetap dikuasai oleh pemegang kas TNI Angkatan Udara.

Selain itu, dalam pokok perkara petitum permohonan yaitu, Jhon Irfan meminta Hakim untuk menyatakan menerima dan mengabulkan permohonan praperadilan pemohon untuk seluruhnya.

Selanjutnya, menyatakan tetap mempertahankan pemohon sebagai tersangka adalah tidak sah, karena lama status pemohon sebagai tersangka sudah lampaui dua tahun dan tersangka penyelenggara negara sudah dihentikan penyidikannya.

Sebelumnya, KPK mengabarkan bahwa Pusat Polisi Militer (Puspom) TNI telah menghentikan penyidikan lima tersangka kasus dugaan korupsi helikopter AW-101.

Namun demikian, Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa mengatakan pihaknya akan menelusuri kasus penghentian penyidikan kasus itu.

Dalam perkara ini awalnya, KPK menemukan dugaan korupsi pembelian helikopter AW-101 periode Mei 2017. Panglima TNI saat itu yakni Jenderal Gator Nurmantyo menyebutkan adanya potensi kerugian negara senilai Rp 220 miliar dalam pembelian helikopter tersebut.

KPK awalnya menetapkan empat pejabat dari unsur militer sebagai tersangka setelah bekerjasama dengan Puspom TNI. Keempatnya yaitu, Fachry Adamy, Letkol TNI AU (Adm) WW, Pelda SS, dan Kolonel (Purn) FTS. Keempatnya kemudian diproses oleh Puspom TNI.

Seiring berjalannya waktu, KPK kembali menetapkan satu orang sebagai tersangka dari unsur swasta atas nama Irfan Kurnia Saleh pada 16 Juni 2017. Namun, hingga saat ini Irfan belum ditahan.

Dalam pembelian helikopter ini, PT Diratama Jaya Mandiri diduga telah melakukan kontrak langsung dengan produsen helikopter AW-101 senilai Rp 514 miliar.

Namun, pada Februari 2016 setelah menekan kontrak dengan TNI AU, PT Diratama Jaya Mandiri menaikkan nilai jual helikopter menjadi Rp 738 miliar.

Kemudian, Puspom TNI menetapkan seorang tersangka lainnya, yakni Marsekal Muda TNI SB. Kerjasama antara KPK dengan TNI, dilakukan penyitaan uang sebesar Rp 7,3 miliar dari salah satu tersangka Letkol TNI AU (Adm) WW.