Tim Repatriasi Koleksi Asal Indonesia di Belanda baru-baru ini mendapatkan suatu harta karun di Museum Volkenkunde, Leiden, Belanda. Harta karun itu berupa bukti nyata intelektualitas dan fakta sejarah kerajaan-kerajaan di Nusantara yang memiliki tradisi penulisan.
- Karnaval Pembangunan, Tampilkan Kirab Budaya dan Aneka Mobil Hias
- Kota Lama Semarang Menginspirasi Pengunjung Untuk Nikmati Libur Panjang
- Berbagi Ramadan PWI Jaya, Paket Sembako Dan Santunan Untuk Dhuafa Dan Warakawuri
Baca Juga
Pihak Tim Repatriasi Koleksi Asal Indonesia akhirnya mendapatkan Prasasti Damalung yang telah tersimpan di negeri Belanda selama dua ratus tahun. Beberapa tokoh Indonesia sebelumnya sudah ada yang melihat prasasti tersebut.
Prasasti itu dilaporkan kepada Hendrik Jacobus Domis yang saat itu menjabat sebagai Residen Semarang pada tahun 1824. Ia kemudian memindahkan prasasti tersebut ke dusun Adoman (sekarang Ngaduman), Kecamatan Getasan, Semarang.
Saat ia pindah ke Salatiga, batu prasasti itu diangkut ke halaman rumahnya di kota tersebut. Alasannya karena ia khawatir prasasti tersebut akan rusak apabila tidak dipindahkan mengingat orang di Adoman tidak memiliki keperdulian khusus atasnya.
Di Salatiga, Domis kemudian meminta bantuan Ngabehi Ranadipura, seorang demang. Sang Demak hanya mampu membaca tatahan yang tersurat dan menyebut jenis aksara sebagai aksara Sandi Buda. Di luar itu sang demang tidak mampu untuk memahami konten dari batu bersurat tersebut.
Domis kemudian meminta tolong seorang panembahan dari Sumenep. Dan dari sang panembahan itu, rahasia batu bersurat itu mulai terkuak dilengkapi dengan terjemahannya dalam bahasa Melayu.
Laporan dan analisa tentang prasasti Damalung ini bahkan dimuat di dalam Verhandelingen van het Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen (Risalah Masyarakat Seni dan Ilmu Pengetahuan Batavia), volume 10, tahun 1825 (halaman 107-130), sebagai suplemen artikel Domis yang berjudul "Salatiga, Merbaboe, en de Zeven Tempels" (Salatiga, Merbabu, dan Tujuh Candi).
Seorang ilmuwan Belanda, Abraham Benjamin Cohen Stuart, sekitar tahun 1873 dalam suatu artikel ilmiah yang isinya meragukan terjemahan Domis yang tidak pernah memberikan naskah terjemahan Panembahan Sumenep tersebut di dalam kertas ilmiahnya.
Entah bagaimana caranya, prasasti tersebut hilang dari pengamatan. Si batu bersurat tersebut tak pernah disebutkan lagi. Sampai pada abad ke XX tersebar kabar bahwa Prasasti Damalung ini telah berada di Belanda sejak rentang tahun 1825-1857.
Namun, secara mengejutkan, pada Rabu (7/8), Bonnie Triyana, seorang ahli sejarah yang masuk dalam Tim Repatriasi Koleksi Asal Indonesia, mengunggah gambarnya di media sosial bersama Prasasti Damalung.
Bonnie menyebutkan bahwa prasasti ini penting bagi peradaban bangsa di Indonesia karena batu bersurat tersebut menunjukkan rekam jejak dan bukti tentang kalangan intelektual era Hindu-Budha di kawasan skriptoria Merapi-Merbabu. Ia pertama kali mendengar tentang prasasti ini pada awal 2023 ketika diundang berbicara ke Salatiga.
Atas informasi tersebut, dan dibantu oleh Pim Westerkamp, sejarawan dan kurator senior Museum Volkenkunde, Leiden, Belanda, akhirnya pada Selasa (6/8) ia berjumpa dengan benda bersejarah tersebut di gudang Museum Volkenkunde di kota kecil s-Gravenzande.
Ketika ditanya apakah prasasti yang masih utuh tersebut akan direpatriasi ke Indonesia, Bonnie yang juga seorang Redaktur Senior Majalah Historia.Id menjawab, “Insya Allah.”
Para pakar sejarah di dalam Tim Repatriasi Indonesia seperti Junus Satrio Atmodjo, Ninie Susanti dan Irmawati Marwoto mendukung pengembalian prasasti ini ke pangkuan Ibu Pertiwi.
- TBRS Akan Dipercantik Dengan Gedung Baru
- Menyemai Benih Toleransi dan Merawat Kebhinekaan Indonesia Lewat Sekolah Damai
- Tay Kak Sie Berharap Perayaan Pendaratan Cheng Ho Membawa Spirit Membangun Bangsa