Perwakilan kelompok Tani tergabung dalam Paguyuban Forum Petani Rawa Pening Bersatu menggelar upacara kemerdekaan RI ke-76 di lahan persawahan tergenang air di kawasan Danau Rawa Pening, Selasa (17/8).
- Ini Para Jawara Lomba Festival Desa Wisata dan Karnaval HUT RI ke 79 yang Digelar Pemkab Demak
- Kenakan Baju Adat Palembang, Kepala Rutan Salatiga Serahkan Remisi Kemerdekaan Kepada 67 Napi
- Bendera Raksasa Berukuran 12 X 8 Meter dan Sirine Ambulan Warnai Detik-Detik Proklamasi di Pasar Wisata Tawangmangu
Baca Juga
Terpusat di Desa Bejalen, Kecamatan Ambarawa, Kabupaten Semarang tepat di detik-detik Proklamasi, bendera merah putih dikibarkan para petani dengan alat bambu seadanya.
Peringatan HUT RI Ke-76 dilakukan perwakilan 2000 petani Rawa Pening ini sekaligus bentuk protes kepada pemerintah, karena dua tahun terakhir merasa mereka tidak merdeka.
"Kami upacara Kemerdekaan RI ke-76 diatas lahan pertanian kami yang tergenang air, sekaligus protes ke pemerintah. Karena dua tahun negara sudah merdeka, petani Rawa Pening justru tidak merdeka hidupnya sengsara," ungkap Koordinator Forum Petani Rawa Pening Bersatu Suwastiono dihadapan wartawan usai menjadi Irup Upacara.
Bersama Tim Tujuh, Suwastiono mengungkapkan, pintu air Tuntang Rawa Pening yang menjadi tanggungjawab Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Pemali - Juana menjadi point persoalan selama dua tahun terakhir.
Sebagai informasi, secara Undang-undang kawasan Rawa Pening merupakan milik negara dimana Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Pemali - Juana berkantor di Semarang, Jawa Tengah yang diberikan kewenangan mengatur segalanya termasuk buka tutup pintu air Rawa Pening.
Rencananya, sesuai keputusan PUPR No.365 tahun 2020 Sepadan Rawa Pening akan dilakukan Revitalisasi dengan elevasi genangan air ketinggian 46, 33.
"Dengan rencana revitalisasi itu petani tidak menentang, kami mendukung sepenuhnya. Hanya saja petani jangan dimatikan," ungkap Suwastiono.
Fakta yang ada selama ini, sudah dua tahun terakhir dampak dari proyek revitalisasi petani Rawa Pening dua tahun terakhir gulung tikar karena tidak bisa panen. Belum lagi, aturan tersebut juga menyebutkan hak milik ke atas.
Ia mencoba membandingkan saat Rawa Pening 'dipegang' PSDA atau sebelum tahun 2019. Dimana, petani Rawa Pening masih berkesempatan bercocok tanam serta merasakan panen minimal sekali setahun.
"Saat itu aturan menyebutkan pengelolaan Rawa Pening adakah hak milik kebawah," imbuhnya.
Namun saat ini sejak adanya peraturan terbaru dikeluarkan, sekitar 450 hektar sawah diklaim 2000-an petani adalah hak milik mereka yang telah memiliki sertifikat kurang lebih 75 persen.
Dengan aksi nyata tersebut, lanjut dia, petani meminta kepada pemerintah untuk mengganti hasil panen yang hilang selama dua tahun terakhir.
"Kepada pemerintah petani Rawa Pening hanya minta dana kerahiman selama dua tahun tidak dapat tanam dan panen untuk kebutuhan hidup sehari-hari, bayar anak sekolah, bayar listrik pokoknya untuk makan sehari-hari. Termasuk untuk cicilan ke bank, karena selama pandemi Covid-19 tidak lepas dari pinjaman," pungkasnya.
Para petani Rawa Pening akan terus berjuang mengupayakan hak-hak mereka tanpa rasa letih.
- Ini Para Jawara Lomba Festival Desa Wisata dan Karnaval HUT RI ke 79 yang Digelar Pemkab Demak
- Ketua DPRD: Lahan Tak Bisa Diolah, Petani Bisa Minta Kembali Uang Sewa
- Dua Tahun Tak Kunjung Ada Perhatian Pemerintah, Petani Rawa Pening segera Mengadu ke Wakil Rakyat