Assalamualaikum Gus Yassin

Provinsi Kepodang terhitung sejak 5 September lalu memiliki pemimpin baru. Mereka adalah Ganjar Pranowo dan Gus Yassin. Ganjar yang periode sebelumnya berduet dengan tokoh kharismatik Heru Soedjatmoko, kali ini berganti pasangan. Pilihannya jatuh pada Gus Yassin putra ulama kharismatik asal Sarang Rembang KH Maemum Zubaer.


Siapa KH Maemum Zubaer publik tentu sudah banyak mengetahui kiprahnya. Mbah Maemun begitu tokoh sepuh yang juga kiai kos ini biasa disapa telah malang melintang di banyak wilayah pengabdian, seperti pesantren dan juga politik. Terlahir 28 Oktober 1928, beliau adalah putra pertama dari Kyai Zubair Sarang, Rembang.

Menilik silsilah di atas, Gus Yassin lahir dan tumbuh dalam tempaan spiritual yang matang. Atau dengan kata lain secara genetik ideologis pendalamannya tentang persoalan-persoalan keagamaan tak perlu diragukan lagi. Dus portofolio itu sekaligus menjadi bekal mengarungi pengabdian di jalur yang baru.

Untuk diketahui, meski telah berkiprah sebagai politisi,  yakni sebagai anggota DPRD Jateng dari PPP- Gus Yasin belum banyak dikenal publik. Karena itu ketika namanya disebut sebagai pendamping Ganjar Pranowo publik sempat kaget. Betapa tidak, sejak proses pencaguban bergulir, tidak ada nama Gus Yassin. Sebaliknya sejumlah nama beken mendaftar melalui PDI Perjuangan baik sebagai cagub, maupun cawagub.

Nama nama itu antara lain Heru Soedjatmoko yang notabene adalah pendamping Ganjar periode pertama, kemudian Bupati Kudus, yang juga Ketua DPC Kudus, Musthofa Wardoyo, kemudian mantan Bupati Klaten Soenarno, dan Sunindyo mantan Pangdam IV Diponegoro.

Maaf, tanpa bermaksud apa apa, menilik potret masing masing melalui media ekspose yang ada Gus Yasin masih kalah populer dibanding nama nama tersebut. Sekali lagi maaf, ini sekadar istilah, jadi kalah populer bukan berarti tak bertaji. Analogi yang tepat barangkali seperti laga Asian Games lalu, sejumlah pemain unggulan justru keok oleh pemain non ungglan.

Siapa sangka Liliana Nasir dan Ahsan bakal tersingkir. Begitu pula Anthony Ginting siapa sangkat akan mempersempahkan emas. Ya itulah realitas yang terjadi dalam konteks Pilgub Jateng lalu. Kalkulasi politik seringkali di luar alur logika masyarakat yang awam. Artinya meski secara popularitas belum sekampium nama nama calon yang beredar, tapi Gus Yassin mulus, melenggang dan menang!

Menengok sepintas ke belakang, terlepas dari kontroversi yang sering dikaitkan soal E-KTP popularitas Ganjar Pranowo sangat bohay. Artinya, faktor pendamping tidak terlalu menjadi persoalan krusial, karena secara elektabilitas posisi Ganjar cukup kuat. Ekstremnya Ganjar dipasangkan dengan siapa pun kans untuk menang cukup besar. Memang ada pengalaman berbeda, meski punya calon dengan popularitas tinggi dan elektabilitas juga kuat, tetapi PDI Perjuangan dalam di Pilkada DKI.

Siapa sangka Ahok bakal keok.

Bagaimana aksi demi aksi bisa begitu menggurita dan menghadirkan formulai formulasi tak dinyana??

Duet Ganjar- Yassin meski tak sama persis, agaknya mereka juga belajar banyak dari kasus Pilkada DKI. Setidaknya bagi PDI Perjuangan, Pilkda DKI adalah pil pahit yang menjadi peajaran berharga.

Tentang duet Ganjar -Yasin ini saya berharap tidak terjadi turbulensi politik yang menimbulkan tsunami baru. Kekhawatiran publik terkait soal E-KTP semoga tidak menjalar, atau melibatkan politisi PDI Perjuangan yang sekarang menjadi Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo.

Dengan mottonya Tetap Mboten Ngapusi " Mboten Korupsi semoga Ganjar " Yassin dapat menjalani amanah ini sampai purna. Artinya tidak ada gangguan - gangguan, atau turbulensi yang mengakibatkan duet ini ada persoalan di tengah jalan. Sebab saya meyakini jika terjadi sesuatu pastilah rakyat Jawa Tengah yang paling rugi. Karenanya keputusan PDI Perjuangan tetap memberikan rekomendasi kepada pria berambut perak ini pasti sudah melalui pertimbangan matang.

Kepada Gus Yassin, pada kesempatan ini saya ingin menyampaikan harapan, semoga dapat mengemban amanah dengan baik. Kalau sejauh ini kiprah dan pengabdiannya belum banyak diketahui publik, harapan saya karena media belum melihat sebagai tokoh seksi yang menjadi target. Karenanya sekarang adalah saat yang tepat untuk unjuk diri, unjuk karya, dengan jabatan yang melekat sebagai wakil gubernur.

Jabatan itu adalah amanah. Saya berharap kalau selama ini, sebagai politisi Gus Yassin belum banyak muncul, atau publik melihat, tentu bukan karena kurangnya kiprah dan sepi pengabdian. Tetapi pers seringkali menafikkan tokoh tokoh dan memandang sebelah mata karena cara pandang yang berbeda. Atau banyak tokoh yang kiprahnya luar biasa tetapi hadir pada momentum yang tidak tepat.

Ingatan kita masih segar atas prestasi Lalu Muhammad Zohri, sprinter muda Lombok yang mengguncang perhatian kita. Untuk diketahui, sesungguhnya banyak prestasi prestasi seperti itu, tetapi momentumnya sedang tidak berpihak pada mereka. Atau barangkali aksi heroik dramatik Jhoni pemanjat tiang bendera di NTT. Bintang kejora sedang berpihak padanya sampai sampai Presiden mengundang ke Istrana.

Itulah barangkali anlog analog yang bisa jadi catatan dan renungan kita. Hadirnya Gus Yassin menggugah saya untuk bermimpi, Jawa Tengah akan lebih madani. Civil Society akan tumbuh, berkembang dan kokoh di sini . Spririt desa yang madesan, dengan corak gotong royong, dan keharmonisannya akan terevitalisasi. Langgar atau Surau hidup berdenyut lagi, tak sepi karena tontonan tivi lebih jadi magnet.

Sekarang ini desa makin terpinggirkan. Spiritualisme dan komunalisme hancur karena digedor pesona televisi sampai ke relung relung kampung. Budaya agrasis mati suri, karena anak anak desa tak lagi mau bertani. Kemiskinan makin sistemik. Rakyat kesulitan mencari pupuk, sementara retail retail modern menggusur warung warung kampung, dan membuat pasar terpapar.

Siapa yang harus menjawab semua ini…? Ganjar dan Gus Yassin semoga catatan ini menjadi jembatan yang menghubungkan keriunduan masyarakat Jawa Tengah untuk dapat menjadi tuan rumah di kampung halamannya sendiri.

Jayanto Arus Adi - Jurnalis senior