Bangun Kesadaran setiap Anak Bangsa untuk Mewujudkan Toleransi dalam Keberagaman

Bangun kesadaran setiap anak bangsa agar mampu membangun pemahaman bersama terhadap berbagai bentuk perbedaan lewat sejumlah upaya di sektor pendidikan. 


"Dalam dinamika  kehidupan berbangsa dan bernegara, alih-alih menonjolkan perbedaan, yang  paling penting untuk diimplementasikan adalah persamaan sebagai anak  bangsa Indonesia," kata Wakil Ketua MPR RI, Lestari Moerdijat, Kamis (2/3). 

Menurut Lestari, salah satu wadah untuk membangun kesadaran  bersama setiap anak bangsa terkait pemahaman kebhinekaan adalah lewat upaya di sektor pendidikan. 

Mengutip Ki Hajar Dewantara, tambah Rerie sapaan akrab Lestari, selain  pengetahuan akademis, pendidikan harus mengajarkan nilai-nilai universal, seperti  toleransi, keadilan, dan persamaan, serta mencakup pengembangan  karakter dan etika.

Sehingga, ujar Rerie yang juga anggota Komisi X DPR RI dari Dapil II Jawa Tengah itu, sektor pendidikan juga mampu menjadi sarana untuk memperkuat kerukunan dan toleransi  antar-agama di Indonesia.

Anggota Majelis Tinggi Partai NasDem itu mendorong agar pendidikan menjadi wadah untuk menanamkan nilai kebangsaan sejak  dini bersumber dari konsensus kebangsaan yakni Pancasila, UUD 1945, NKRI dan  Bhineka Tunggal Ika. 

"Kita bangun kesadaran bersama untuk berbenah, mencegah  kasus-kasus intoleransi kembali terjadi," tegasnya. 

Kepala Bagian Pengolahan Laporan Pengawasan Inspektorat Jenderal Kemendikbudristek RI, Julians Andarsa mengungkapkan intoleransi  merupakan hal yang menarik untuk dibicarakan saat ini, tetapi sedikit sekali yang bicara. 

Bahkan, ujar Julians, intoleransi tercatat sebagai satu dari tiga dosa besar di lingkungan pendidikan, selain perundungan dan kekerasan seksual. 

Julians menilai perlu upaya pencegahan agar tidak terjadi tiga dosa besar di lingkungan pendidikan tersebut. 

Dia berharap kolaborasi semua pihak mampu mewujudkan kesetaraan dan keadilan dalam keberagaman pada proses pendidikan. 

Menurut Julians, empat keterampilan yang harus ditanamkan kepada peserta didik saat ini adalah kreativitas, komunikasi, berpikir kritis, dan kolaborasi. 

Dengan empat keterampilan itu, tegasnya, diharapkan peserta didik mampu memahami keberagaman yang ada dan membangun sikap toleransi dalam keseharian. 

Komisioner Pendidikan dan Penyuluhan Komnas HAM, Putu Elvina berpendapat membangun toleransi merupakan langkah untuk memperkaya kebhinekaan. 

Apalagi, ujar Putu, survei BPS pada 2010 tercatat Indonesia terdiri dari enam agama, 1.128 suku dan 633 kelompok suku besar, sehingga BPS menilai Indonesia sangat heterogen dari sisi etnis. 

Berdasarkan catatan itu, tambah Putu, negara dan masyarakat kita membutuhkan kemampuan yang baik untuk mengelola keberagaman. Karena, tegasnya, bila negara tidak mampu mengelola keberagaman yang ada akan berisiko besar muncul banyak friksi. 

Komnas HAM, ujar Putu, merekomendasikan adanya regulasi dan kurikulum yang konkret dan aplikatif. Selain itu, visi yang baik terkait pendidikan karakter sejak dini dan memperkuat edukasi diseminasi toleransi lewat kolaborasi. 

Tidak kalah penting, tegasnya, role model di masyarakat dalam proses membangun toleransi di tengah keberagaman.