Bonus Demografi Pengguna Internet Jadi Pendorong Perekonomian Digital

Bonus demografi pengguna internet di Indonesia bisa dioptimalkan menjadi dividen demografi untuk mendorong perekonomian digital.


"Ada sekitar 140 juta penambahan pengguna Internet di Indonesia di tahun 2009-2019. Hampir semuanya mengenal dunia maya melalui smartphone," ujar Co-founder& Managing Partner, East Ventures, Willson Cuaca, Kamis (2/4).

Menurut dia, East Ventures sebagai startup yang menyediakan platform teknologi bagi UKM mengumpulkan data melalui Digital Competitiveness Index untuk memetakan dampak perkembangan ekonomi digital di seluruh nusantara.

Dalam penelitian tersebut, pulau Jawa memimpin hampir pada semua pilar pembangun tingkat persaingan digital. Berdasarkan provinsi, DKI Jakarta memimpin semua provinsi dengan skor 79,7. Kemudian, disusul Jawa Barat dengan skor 55,00.

Perbedaan skor yang cukup lebar antara posisi pertama dan kedua di East Ventures Digital Competitiveness Index memperlihatkan iklim dan ekosistem digital masih terpusat di ibu kota negara dan wilayah lain masih belum cukup bersaing secara digital.

"Kami ingin mendorong semua pemangku kepentingan untuk ikut terlibat dan turut menikmati dampak positif ekonomi digital," katanya.

Dari data tersebut, lanjut dia, para pemangku kepentingan dan sektor publik dan sektor swasta bisa saling membandingkan tingkat pemanfaatan teknologi digital di wilayah masing-masing.

Ke depan diharapkan, para pemimpin di tiap daerah semakin terpacu untuk berlomba menciptakan ekosistem yang terbaik bagi perkembangan ekonomi digital. Meliputi pembangunan infrastruktur, pengembangan talenta, maupun regulasi yang tepat.

Namun begitu, era digitalisasi juga menyisakan dampak negatif khususnya untuk perekonomian dan tenaga kerja. "Tingginya pemakaian internet dengan segala kemudahan di dalamnya membuat beberapa sektor tercatat mengalami perlambatan," katanya.

Tren peningkatan penggunaan layanan digital oleh masyarakat membuat sejumlah sektor yang sangat bergantung pada teknologi informasi menjadi terdisrupsi. Meliputi jasa keuangan, transportasi, retail dan perdagangan.

"Apalagi, terjadi perubahan pola perilaku masyarakat yang cukup tinggi dalam mengadopsi teknologi digital, baik melalui internet maupun melalui smartphone," terangnya.