Pengantar
Menghitung hari usai gegap gempita kemenangan pasca memenangi Pemilihan Gubernur (Pilgub) Jawa Tengah lalu, kini euforia itu seperti meredup. Terminologi (meredup) ini menjadi diksi yang menggambarkan, api itu tak lagi ‘mbulat-mbulat’. Elemen-elemen pengusung dan pendukung terasa berselip jalan. Kolaborasi penuh suka cita, ketika berikhtiar memenangi kontestasi, di awal-awal kini rasanya seperti hambar, karena narasi idealistik cenderung tergerus pragmatisme yang tak bisa diingkari.
- Kabidhumas Polda Jawa Tengah: Kita Harapkan Saling Membantu Dalam Berbagi Informasi Kepada Masyarakat
- Promosi Pariwisata Demak, Ade Bhakti: Bisa Manfaatkan Sosmed
- Orientasi Pelayanan Publik Dan Keberpihakan Pada UMKM
Baca Juga
Mirisnya tokoh-tokoh dan sesepuh yang ikut nyengkuyung sebagan (beberapa) memilih menepi, menyitir lagu Pance, mereka ‘Mencari Jalan Terbaik’. Masyarakat sipil atau civil society mulai berkomunikasi dalam rangka mengkonsolidasi sikap, bagaimana menyikapi duet Ahmad Luthfi – Taj Yasin ini ke depan. Andai itu sengkarut, tentu harus diurai, jika itu bottle neck mesti diselaraskan, kayu-kayu mati mesti disegarkan. Berikut laporan RMOL Jateng menyajikan pernik-pernik, warna-warni yang berkembang di lapangan. Harapannya tentu positif agar agar duet Luthfi-Taj Yasin tak sesat jalan, bagaimana pun mereka adalah pemimpin yang mendapat mandat rakyat.
****
Silaturahmi dan konsolidasi sejumlah penggiat lembaga swadaya masyarakat menjelang akhir puasa lalu, berdenyut lagi dalam persamuan ringan usai Idulfitri. Meski tidak semua hadir perhelatan ini tetap berjalan penuh warna. Namanya masyarakat sipil nuansa egaliter menjadi ciri. Beberapa topik mengemuka, sepeti soal Makan Bergizi Gratis (MBG), efisiensi anggaran mengikuti atau menindaklanjuti kebijakan pemerintah pusat. Sayup-sayup kontroversi ‘Pagar Laut di Pantai Tangerang’ masih menyeruak. Yang bikin gregetan adalah kasus teranyar, yakni skandal megakorupsi Pertamina.
Isu-isu lain menggelinding jadi perbincangan, sebut gebrakan duet Ahmad Luthfi-Taj Yasin memimpin Provinsi Kepodang ini. Beberapa sinyalemen sumbang mencuat dan menjadi handicap yang tak bisa dielak. Secara logika yakni memijakkan matematika politik debut mantan Kapolda Jateng yang diusung koalisi besar bagaimana pun menjadi tantangan tersendiri, untuk tidak menyebut sebagai beban. Ahmad Luthfi dan juga Taj Yasin mau tidak mau dituntut kebesaran hati untuk mendengarkan aspirasi-aspirasi mereka (partai pengusung dan pendukung).
Publik tentu berharap Luthfi dan Taj Yasin bergerak sat-set merespon tantangan yang ada. Jawa Tengah perlu pemimpin bertangan dingin setelah beberapa tahun terakhir cenderung surut. Dari berbagai indikator riil, seperti merujuk data statistik, persoalan kemiskinan, kesenjangan antardaerah tak bisa dipungkiri masih menjadi pekerjaan rumah tersendiri. Pun begitu pembangunan yang berlangsung menyisakan distorsi klasik yang makin menggunung.
Ahmad Luthfi yang notabene adalah mantan Kapolda semestinya punya pemahaman utuh terkait hal ini. Apalagi dengan dukungan Taj Yasin yang pernah menjadi orang nomor dua (Wakil Gubernur era Ganjar) di pemerintahan sebelumnya pergerakan tidak perlu menunggu lama. Mereka (Luthfi – Taj Yasin) punya legitimasi besar untuk menjadi lokomotif pembangunan Jawa Tengah.
Namun, mencermati akselerasi di awal, sebut 100 Hari Pertama ini gebrakan itu belum signifikan. Sebaliknya yang mencuat adalah riak-riak kekecewaan meski tak diartikulasikan, namun meminjam istilah Jawa tidak bisa dipandang sebelah mata. Konkretnya jangan sampai kriwikan dadi grojokan. Kritik dari beberapa tokoh sepuh seperti mantan Gubernur Bibit Waluyo juga penggiat lembaga swadaya masyarakat, muncul dan terepresentasikan dalam silaturahmi bersama FGD Series ke-6 RMOL Jateng lalu. Intinya, baik gubernur juga wakil gubernur diharapkan punya kearifan dan mampu menjadi samudra (lautan) bagi semua stakeholder di Provinsi Bunga Kanthil ini.
Kritik juga disematkan atau terarah kepada Tim Transisi, yang sekarang menjadi Tim Percepatan. Instrumen yang dikoordinasikan Dr Zulkifli ini narasi orkestrasi kebijakannya mendapat sorotan khusus. Koalisi Sipil berharap Tim Percepatan tidak menjadi menara gading yang elitis. Nyatanya, mereka (Tim Percepatan) sama sekali tidak melibatkan, dalam arti menyerap, aspirasi dari penggiat lembaga swadaya masyarakat. Dominasi dari stakeholder tententu dan elemen partai pendukung tertentu menjadi salah satu koreksi di sini.
Koalisi besar, nyaris semua partai besar, kecuali PDI Perjuangan adalah legacy yang dapat menjadi determinasi membangun Jawa Tengah.
Namun, perlu dipahami bagaimana pun Jawa Tengah adalah ‘Kandang Banteng’. Kemenangan lalu (Lutfi-Taj Yasin) diuntungkan sebut mendapat durian runtuh karena keterpesonaan yang berelasi pada Pemilihan Presiden (Pilpres). Kekecewaan sejumlah stakeholder yang menjadi pilar Civil Society terhadap Ganjar Pranowo (gubernur periode sebelumnya) diakui atau tidak turut kental mewarnai.
Namun demikian konstelasi itu tidaklah baku, ketika momentum emas tidak dimanfaatkan, seperti munculnya riak-riak di atas berpotensi menjadi ganjalan. Karena itu kearifan, jiwa besar dan sikap kebapakan Sang Gubernur, Ahmad Lutfi, bersama Sang Wakil, Taj Yasin perlu memahami realitas ini. Aspirasi semua elemen perlu diselami dengan dialog-dialog untuk merumustkan peta jalan ke depan secara bersama.
Memang hakekat demokrasi adalah memahami perbedaan pendapat, artinya sah-sah saja ketika sebuah kebijakan mendapat respon, atau ekstremnya direaksi secara berbeda. Karena perbedaan pendapat ketika dimaknai dan diniati baik merupakan bentuk tamansari peradaban. Dimensi ini dialog menjadi sebuah keniscayaan.
Harapan masyarakat sipil, setidaknya yang mengemuka dalam silaturahmi dan dialog bersama RMOL Jateng, dalam Round Table FGD Series ke-6 lalu Lutfi dan Taj Yasin perlu membuka ruang dialog sebagai manifestasi berkomunikasi sekaligus ruang dialog dengan masyarakat. (bersambung)
- MTI Serukan Pentingnya Masterplan Untuk Integrasi Dan Keberlanjutan
- Terpeleset Masuk Sumur, Lansia Di Mrebet Ditemukan Tak Bernyawa
- Wabup Purbalingga: Bansos Tak Boleh Salah Alamat