China Perluas Kekuatan Nuklir

China memperluas kekuatan nuklirnya. Sebuah pangkalan rudal nuklir kedua dilaporkan sedang dibangun oleh Beijing di Xinjiang.


Pembangunan pangkalan itu diidentifikasi lewat gambar satelit yang diambil Planet Lab dan diunggah di situs web Federation of American Scientists, seperti dimuat The Age, Rabu (28/7).

Pangkalan dibuat di situs seluas 500 km persegi di Xinjiang. Diperkirakan situs tersebut mampu menampung 110 silo untuk meluncurkan senjata, atau menjadi ekspansi paling signifikan atas persenjataan nuklir China yang pernah ada.

Dari gambar-gambar satelit, tampak struktur kubah di atas lokasi konstrksi silo. Kubah itu biasanya digunakan oleh tim konstruksi di pangkalan militer untuk menyembunyikan pekerjaan yang mereka lakukan, dikutip dari Kantor Berita RMOL.

Pembangunan tersebut diidentifikasi secara tidak sengaja ketika Federasi Ilmuwan Amerika menggunakan satelit sipil untuk mengawasi Gurun Gobi dekat Hami, yang diyakini sebagai tempat kamp untuk Muslim Uighur.

Penemuan itu terjadi hanya beberapa pekan setelah ladang silo lain terlihat di Yumen, timur laut China. James Martin dari Pusat Studi Nonproliferasi yang menemukan situs tersebut mengklaim ada 120 silo rudal di sana.

China pada awalnya mengakui hanya memiliki sedikit senjata nuklir, yang diperkirakan para ahli berjumlah sekitar 300. Amerika Serikat (AS) dan Rusia memiliki persenjataan strategis lima kali lebih besar dan masing-masing menimbun sekitar 5.000 senjata.

Laksamana Charles Richard, yang memimpin pasukan nuklir AS, mengatakan bahwa persediaan senjata nuklir China diperkirakan akan berlipat ganda sekitar tiga hingga empat kali lipat pada dekade selanjutnya.

“Pembangunan silo di Yumen dan Hami merupakan perluasan paling signifikan dari persenjataan nuklir China yang pernah ada,” tulis Matt Korda dan Hans M Kristensen.

Tetapi para ahli lain memperingatkan bahwa ekspansi yang cepat mungkin hanya menjadi penghalang.

“Hanya karena Anda membangun silo tidak berarti Anda harus mengisi semuanya dengan rudal,” kata Vipin Narang dari Massachusetts Institute of Technology.