Dewan Pakar ICMI Pusat: KPK Wajib Segera Periksa Puan, Pramono Dan Ganjar

Sidang tindak pidana korupsi KTP Elektronik (KTP-el) terhadap tersangka Setya Novanto kemarin dinilai antik-klimaks.


Diketahui dalam sidang tersebut, Novanto menyebut nama beberapa tokoh PDI-Perjuangan, yakni Puan Maharani, Pramono Anung dan Ganjar Pranowo mendapat "jatah" korupsi KTP-el dengan masing-masing menerima tak kurang dari 500 ribu dolar AS.

Dewan Pakar ICMI Pusat Anton Tabah Digdoyo, dalam keterangannya kepada redaksi menilai, KPK kini tidak memiliki alasan apapun untuk tidak sesegera mungkin memeriksa ketiga nama yang disebur Novanto tersebut.

"UUD 1945 pasal. 1 tegas, Indonesia negara hukum berarti NKRI ini dibangun berdiri tegak diatas hukum dengan supreme of law, equality before the law, dan process of law," sebutnya seperti dikutip Kantor Berita Politik RMOL

"Hukum harus di atas segalanya tanpa membeda-bedakan perlakuan, diproses seadil-adilnya, secepat-cepatnya dan semurah-murahnya," sambung Anton yang tengah terbaring sakit.

Atas dasar itulah, sambungnya, Puan Maharani, Ganjar Pranowo dan Pramono Anung agar rakyat tidak menuduh KPK bergerak lambat, lemah dan tidak adil.

"Juga untuk mencegah rakyat bertindak sendiri-sendiri dengan melakukan hukum jalanan karena tidak puas dengan kinerja KPK yang selama ini terkesan melindungi orang-orang tersebut," tegas Anton.

Dia juga menekankan agar KPK tidak mengikuti pikiran eksekutif yang keliru menyatakan bahwa calon-calon pemimpin yang terindikasi korupsi agar penyidikannya ditunda hingga pilkada atau pemilu usai demi menghindari kekacauan saat pilkada atau pemilu.

"Ini salah besar. Justru diproses ini kesempatan baik untuk menyaring pemimpin-pemimpin yang bersih," ujar Anton.

"Kalau cara berpikir seperti itu terindikasi kasus kejahatan dibiarkan, apa gunanya SKCK dari kepolisian? Bahkan di negara-negara maju terinidikasi kasus moral seperti perselingkuhan saja dicoret dari calon," tambahnya,

Menurutnya, demokrasi bukanlah hambatan dalam penegakan hukum, sehingga tak bisa digunakan sebagai alasan untuk menunda proses hukum.

"Ingat penegakan hukum juga aksen dari doktrin Algemen Beginselen van Beharlijk Bestur (good governance) agar terhindar dari penyalahgunaan kekuasaan, penyalahgunaan wewenang, perbuatan melawan hukum dan kesalahan putusan hukuman," demikian Anton.