Diproduksi Sambil Salawatan, Batik Rifaiyah Khas Batang Tak Terpengaruh Pandemi COvid-19

Di saat mayoritas usaha kecil menengah dan kecil (UMKM) terdampak Pandemi Covid-19, lain halnya dengan batik khas Kabupaten Batang yaitu Rifaiyah. Hal itu dikatakan kepala desa Pucang Wetan, Mundakir saat ditemui di Balai Desanya.


"Enggak ada pengaruhnya sejak awal pandemi Covid-19. Mungkin karena cara produksi batik Rifaiyah berbeda," katanya, Minggu (10/10).

Ia mengatakan Batik Rifaiyah merupakan batik tulis yang digarap secara tradisional. Mayoritas penjualan batik khas Batang itu pun berdasarkan pesanan, atau pengrajin yang ingin membuat.

Batik Rifaiyah khas Batang mempunyai sejarah spritualitas yang kental. Menurut cerita, proses pembuatan batik menjadi media syiar agama Islam.

Proses pembatikan didahului dengan salat Duha. Lalu saat membatik, para pengrajin memproduksi sembari bersenandung salawat. Termasuk mensyairkan kidung nasihat tentang manusian hingga alam semesta baik bahasa Jawa maupun Arab.

Batik Rifaiyah merupakan warisan dari keturunan Syekh KH. Ahmad Rifai dari Desa Kali Pucang Wetan, Kecamatan Batang.

Seorang pembatik Nur Khasanah (42), warga desa Kalipucang Wetan, membenarkan pernyataan kepala desanya. Pandemi Covid-19 tidak berpengaruh pada batik Rifaiyah.

"Kalau saya sudah membatik sejak kelas V SD, sampai sekarang, dan memang buat tergantung pesanan. Di luar itu, saya membatik hanya untuk mengisi waktu," tuturnya di galeri Batik Rifaiyah yang berada di samping Balai Desa Kalipucang Wetan.

Nur, sapaan akrabnya, membutuhkan waktu tiga bulan hingga enam bulan untuk memproduksi satu kain batik. Terkait harganya pun bervariasi, mulai dari paling sederhana di kisaran RP 400 ribu hingga jutaan rupiah.