Hari Buruh Internasional atau May Day yang diperingati pada hari ini Selasa (1/5) disinyalir digunakan oleh para petualang politik atau mafia politik untuk membelokkan hakikat Hari Buruh sebagai peringatan untuk memperjuangkan aspirasi buruh dalam pencapaian kehidupan yang layak.
- Yasip Khasani: Salatiga Targetkan 90 Persen Tingkat Partisipasi Pemilu di 2024
- Bakesbangpol Batang Pastikan Tidak Ada Khilafatul Muslimin
- Jika Pilpres Calon Tunggal, Sebaiknya Parpol Tarik Diri Dari Pemilu
Baca Juga
Sekretaris Labor Institute Indonesia atau Institut Pengembangan Kebijakan Alternatif Perburuhan Andy William Sinaga mengatakan aksi unjuk rasa hari ini akan dipadati 50 ribu buruh yang berasal dari 10 konfederasi serikat buruh atau serikat pekerja tingkat nasional yang akan tumpah di sekitar Istana Negara dan Monumen Nasional, Jakarta Pusat.
Menurutnya, bisa saja para petualangan politik yang berasal dari partai oposisi menggunakan isu Hari Buruh melalui aksi gerakan unjuk rasa ini untuk melakukan black campaign atau menjatuhkan pemerintah dengan gerakan-gerakan yang berujung chaos.
"Untuk itu kami mewanti-wanti aparat keamanan untuk memperketat pengamanan Hari Buruh, terutama di kawasan-kawasan strategis ibukota seperti Jalan Sudirman, Rasuna Said, atau Medan Merdeka seputaran Istana dan Monas," sebut Andy, Selasa (1/5) seperti dikutip Kantor Berita Politik RMOL
Kepentingan politik dalam peringatan Hari Buruh saat ini sangat kental, dikarenakan adanya satu konfederasi serikat pekerja yang nyata-nyata akan mendeklarasikan dukungan politik kepada salah satu tokoh nasional yang akan mencalonkan diri sebagai Presiden RI tahun 2019 mendatang.
"Hakikat perayaan Hari Buruh saat ini telah digiring untuk cawe-cawe pencalonan capres itu sangat jauh dari hakikat peringatan merayakan Hari Buruh Internasional yang telah dicanangkan oleh Presiden SBY sebagai hari libur nasional," terang Andy.
Sejatinya Hari Buruh yang dalam sejarahnya dimulai ketika 50 ribu kelas buruh yang tergabung dalam organisasi buruh "Knights of Labor" yang merupakan bagian dari Federasi Serikat Buruh Amerika Serikat yang bercita-cita menghentikan dominasi kelas borjuis yang melakukan pemerasan terhadap buruh dengan jam kerja yang panjang, sehingga puluhan ribu buruh yang melakukan aksi mogok dan turun ke jalan pada tanggal 1 Mei 1886 menuntut pengurangan jam kerja menjadi 8 jam kerja per hari. Aksi tersebut dilakukan buruh, bersama isteri dan anak- anaknya.
Untuk memperingati hari buruh tersebut, Labor Institute Indonesia menyarankan agar pemerintah pusat dan pemerintah daerah dapat memfasilitasi perayaan Hari Buruh tersebut dengan menyediakan tempat khusus, berupa penyediaan tempat untuk bakti sosial seperti donor darah, sunatan massal, panggung demokrasi dan pagelaran musik yang dapat memberikan arti positif peringatan hari buruh tersebut.
Dalam panggung demokrasi tersebut diharapkan kehadiran para pejabat negara atau pejabat daerah untuk mendengarkan aspirasi para buruh tersebut.
Labor Institute Indonesia juga menyarankan agar Pemerintah Indonesia yang telah menyepakati Decent Work Country Program (DWCP) atau Program Negara dalam Mencapai Kerja Layak bersama dengan organisasi buruh Internasional (ILO) dengan empat pilarnya yaitu penciptaan lapangan kerja, jaminan sosial, hak-hak dasar ditempat kerja, dan sosial dialog segera dilakukan dengan professional," demikian Andy William Sinaga.
- Dr. Robby Kuda Hitam Pilwalkot Salatiga
- Kedutaan Besar Inggris Lirik Berbagai Sektor Potensial di Jawa Tengah Untuk Dikolaborasikan
- Daftar Penjaringan di PKB, Samani - Belinda Optimis Menang di Pilkada Kudus