Dua Kali Absen Jadi Saksi, Pimpinan Pengelola Pelabuhan PLTU Batang Tampak di Sidang Perdata

Direktur PT Aquila Transindo Utama (PT ATU) terlihat hadir di pengadilan negeri Pekalongan setelah sempat dua kali tidak hadir pada pemanggilan saksi persidangan kasus pidana dugaan tagihan fiktif Pelabuhan Khusus PLTU Batang.


Ia mendampingi stafnya menjadi saksi di kasus perdata melawan PT Sparta Putra Adhyaksa (PT SPA).

Kuasa hukum PT SPA, Zainudin mempertanyakan, kehadiran direktur PT Aquila Transindo Utama (ATU) yang hadir itu.

"Kemarin di sidang pidana (Direktur PT ATU) dua kali tidak hadir sebagai saksi. Ini di sidang perdata dan hanya mendampingi stafnya bersaksi kok kelihatan?" tanyanya usai sidang, Senin (31/10).

Ia mengatakan, Direktur PT ATU beralasan ke luar kota saat dipanggil sebagai saksi sidang. Baginya hal itu tidak masuk akal.

Zainudin berpendapat bahwa kehadiran sebagai saksi sidang pidana merupakan kewajiban. Hal itu seharusnya diprioritaskan oleh Direktur PT ATU.

"Berdasarkan pasal 159 ayat (2) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) menjelaskan bahwa, menjadi saksi dalam suatu perkara merupakan kewajiban setiap orang," jelasnya.

Ia juga menambahkan, dalam Pasal 224 KUHP, disebutkan bahwa saksi yang dengan sengaja tidak memenuhi kewajibannya diancam penjara maksimal sembilan bulan pada kasus pidana. Sedangkan pada kasus lainnya, diancam penjara maksimal enam bulan.

Sidang pidana yang dimaksud adalah kasus dugaan tagihan fiktif pelayanan di Pelabuhan Khusus PLTU Batang. Terdakwa dalam kasus pidana itu adalah Rosi Yunita yang dituduh membuat 16 invoice fiktif sekitar Rp200 jutaan.

Adapun agenda sidang perdata kali ini adalah jadwal pemeriksaan saksi dari penggugat yaitu PT ATU dan PT SPA sebagai penggugat. Jalannya sidang dipenuhi pertanyaan tentang keluarnya invoice pelayanan jasa tunda yang jadi sumber gugatan.

Kuasa hukum PT ATU, Oktorian Sitepu menyatakan bahwa 16 invoice yang dipermasalahkan PT SPA merupakan tagihan sebelum revisi. Pihak kliennya sudah merevisi invoice karena adanya perbedaan dengan PT Timur Bahari selaku pemilik kapal layanan pandu tunda.

"Terungkap dalam fakta persidangan invoice yang digadang-gadang oleh tergugat itu sudah dicabut," jelasnya.

Pencabutan  itu terkait keterlambatan bagian keuangan menerima informasi perubahan tarif tunda.

Lalu, ia juga menyebut bahwa kliennya bukan tidak memberi layanan pandu tapi tidak bisa memberi layanan. Alasannya, seharusnya  pemberitahuan kedatangan  kapal  adalah 24 jam sebelumnya.

"Tapi, tahu-tahu sudah datang sandar," jelasnya.