Galuh Purba, kerajaan tertua di Pulau Jawa disebut berada di wilayah lereng Gunung Slamet. Kerajaan itu, menurut berbagai referensi adalah induk dari kerajaan-kerajaan berikutnya di wilayah yang dulu disebut dengan Jawa Dwipa.
- Promosikan Keberadaannya Lebih Luas, Museum Tosan Aji Turut Berpameran Di Surabaya
- Tari Kontemporer Karya Tinimbang Jadi Pembuka Malam Expo Sesarengan Ngawasi Pilkada 2024
- Disdikbud Batang Latih Puluhan Guru Menarikan Tari Simo dan Batik Gringsing
Baca Juga
“Berdasarkan catatan Sejarawan Belanda W.J. van der Meulen dalam bukunya ‘Indonesia di Ambang Sejarah’ (1988), terbentuk kerajaan pertama di Pulau Jawa bernama Galuh Purba pada abad 1 Masehi yang berpusat di lereng Gunung Slamet,” ujar Gunanto Eko Saputro, pemerhati sejarah Purbalingga dalam Diskusi Historia Perwira dengan tema ‘Galuh Purba : Kerajaan tertua di Jawa ada di Purbalingga?’ di Kedai Pojok, Senin (28/3).
Sebagai informasi, Van der Meulen adalah seorang misionaris juga pendidik dengan keahlian di bidang filsafat dan sejarah. Ia merupakan pendiri Program Studi Sejarah Universitas Sanata Dharma.
Gunanto menambahkan dari riset Van der Meulen disebutkan para pendiri Kerajaan Galuh Purba merupakan pendatang yang berasal dari Kutai, Kalimantan Timur pada zaman pra Hindu. Mereka masuk melalui Cirebon, lalu berpencar di pedalaman dan mengembangkan peradaban di sekitar Gunung Cermai, Gunung Slamet, dan Lembah Sungai Serayu.
Mereka yang menetap di sekitar Gunung Cermai mengembangkan peradaban Sunda. Sedang yang berada di Gunung Slamet berinteraksi dengan penduduk setempat dan kemudian mendirikan Kerajaan Galuh Purba. Galuh Purba tumbuh dan berkembang menjadi kerajaan yang besar dan disegani. Menurut van der Meulen, hingga abad ke-6 M wilayah kekuasaannya cukup luas meliputi daerah Indramayu, Cirebon, Brebes, Tegal, Pemalang, Bumiayu, Banyumas, Cilacap, Purbalingga, Banjarnegara, Kebumen, Kedu, Kulonprogo dan Purwodadi.
Kerajaan itu mengalami pasang surut seiring dengan perkembangan kerajaan dan kadipaten di berbagai pelosok Jawa dengan pemimpin yang sebenarnya masih berkerabat. Sebagian besar menggunakan nama Galuh, seperti Galuh Rahyang dan Galuh Kalangon yang lokasi di Brebes, ibukota di Medang Pangramesan. Kemudian, Galuh Lalean di Cilacap dengan ibukota di Medang Kamulan, Galuh Tanduran di Pananjung dengan ibukota di Bagolo, Galuh Kumara lokasi di Tegal dengan ibukota di Medang Kamulan, Galuh Pataka lokasi di Nanggalacah ibukotanya Pataka. Lalu ada Galuh Nagara Tengah di Cineam beribukota Bojonglopang, Galuh Imbanagara di Barunay (Pabuaran), ber ibukota di Imbanagara dan Galuh Kalingga lokasi di Bojong beribukota di Karangkamulyan
“Lalu, atas berbagai sebab, pada abad ke 6 Kerajaan Galuh Purba kemudian berpindah ke Kawali dan mengganti namanya menjadi Galuh Kawali,” imbuh Gunanto.
Keturunan-keturunan Galuh Purba ini menyebar dan mendirikan berbagai macam kerajaan dan melahirkan Wangsa Syailendra, Dinasti Sanjaya yang selanjutnya melahirkan raja-raja di Tanah Jawa. “Oleh karena itu, bisa dibilang Galuh Purba dari Lereng Gunung Slamet inilah induk dari kerajaan-kerajaan di Jawa,” imbuh Gunanto.
Gunanto menambahkan jejak ‘ketuaan’ Galuh Purba bisa terlihat dalam kajian Eugenius Marius Uhlenbeck yang dituangkan dalam bukunya : “A Critical Survey of Studies on the Languages of Java and Madura” (1964). Dalam kajiannya, ahli filologi berkebangsaan Belanda itu menyiratkan bahwa rumpun Bahasa Banyumasan yang eksis saat ini lebih tua dibandingkan dari sub bahasa yang digunakan oleh masyarakat di Pulau Jawa lainnya. “Bahasa Ngapak inilah yang ditengarai digunakan oleh masyarakat Kerajaan Galuh Purba,” katanya.
Lalu, di manakah tepatnya Galuh Purba? Kajian Van der Meulen tidak menyebut lokasi tepat, hanya menyebut di sekitar wilayah Gunung Slamet. Hal itu berarti kemungkinan bisa di wilayah yang kini masuk Banyumas, Brebes, Tegal, Pemalang atau Purbalingga.
“Memang belum ada catatan pasti, namun setidaknya di Purbalingga ditemukan dua prasasti, yaitu Prasasti Cipaku dan Prasasti Bukateja yang diperkirakan berasal dari sekira abad ke 5. Kalau di wilayah lereng Gunung Slamet lain, belum ditemukan prasasti,” ujar Gunanto.
- Airlangga Hadiri Srawungan Sanak Mangkunegaran
- Jembul Tulakan Potensial Jadi Wisata Budaya Jepara
- Meriahnya Kirab Budaya HUT ke 58 Batang, Ribuan Warga Penuhi Jalanan