Harga Ikan Membaik, Nelayan Rembang Mulai Semangat Melaut

Aktifitas bongkar dan lelang ikan di TPI Tasikagung Rembang. Yon Daryono/RMOLJateng
Aktifitas bongkar dan lelang ikan di TPI Tasikagung Rembang. Yon Daryono/RMOLJateng

Setelah hampir dua tahun Nelayan Rembang dan Pati khususnya nelayan yang menggunakan alat Jaring Tarik Berkantong (JTB) terpuruk lantaran harga ikan merosot tajam, kini mulai bersemangat melaut kembali karena harga ikan mulai membaik.

Indikasi makin bergairahnya para nelayan JTB di Juwana dan Tasikagung Rembang terlihat dari banyaknya kapal yang bongkar ikan dan aktifitas lelang atau jual beli ikan di TPI.

Dari pantauan RMOLJateng, Rabu (25/9) di Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Bajomulyo, Juwana, Pati dan Tasikagung, Rembang, belasan kapal melakukan bongkar ikan.

Prihadi, salah seorang nelayan asal Desa Bendar, Kecamatan Juwana, menuturkan, harga ikan hasil tangkapan dengan alat JTB mulai membaik. Meski belum kembali normal seperti sebelumnya.

"Ikan demang, ikan munir dan ikan abangan, dengan besar standar harga normal Rp 14.000 - Rp 15.000 per kg, beberapa bulan terakhir anjlok hanya sekitar Rp 5.000/turun menjadi Rp 5 ribu per kg, kini sudah merangkak naik menjadi Rp 9.000 - Rp 10.000 per kg," tutur Prihadi.

Yoyok, seorang bakul ikan besar di TPI Tasikagung Rembang mengatakan, harga berbagai jenis ikan atau ikan campuran, yang semula Rp 10.000 sampai Rp 12.000 per kg, kemudian turun menjadi Rp 4.000 sampai Rp 5.000 per kg, kini naik menjadi Rp 8.000 - Rp 10.000/kg.

Sugiarto seorang nelayan di Tasikagung mengaku, jika harga ikan merosot sampai hanya Rp 5.000/kg, maka tidak bisa menutup biaya operasional. Akibatnya pemilik kapal harus mencari utangan kepada kerabat bahkan rentenir untuk menggaji anak buah kapal (ABK) yang ikut melaut. Bahkan, ada beberapa nelayan yang saat ini memutuskan tidak melaut.

"Untuk menutup kerugian, pemilik kapal harus utangan ke kerabat bahkan ke rentenir untuk menggaji ABK yang ikut melaut. Bahkan beberapa kapal memutuskan untuk tidak melaut," lanjut dia.

Oleh karena itu, para nelayan berharap kepada Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) agar memperhatikan nasib nelayan. Tidak hanya ngurusi aturan tangkap dan pajak, melainkan juga memikirkan untuk menstabilkan harga ikan.

"Kami minta pemerintah segera mencari jalan keluar. Kepada seluruh pemangku kepentingan khususnya KKP, kami berharap tidak hanya fokus pada aturan tangkap dan PNBP, tetapi tolong dipikirkan juga pascatangkapnya terutama terkait dengan kestabilan harga ikan," harap Prihadi.

Terpisah Ketua Asosiasi Nelayan Mina Santosa, Juwana, Jasiman, mengatakan beberapa minggu terakhir harga ikan hasil tangkap khsusunya nelayan dengan alat JTB terus mengalami penurunan. Biaya operasional selama mencari ikan di laut tidak sebanding dengan hasil akibat harga ikan yang rendah.

"Hampir 100 persen dari jumlah anggota kami yang mengajukan izin keberangkatan, semuanya tidak menutup biaya operasional selama. Saat ini kondisi yang dihadapi oleh nelayan bukan harga yang murah tetapi juga meningkatkan biaya produksi. Seperti harga solar dan harga-harga logistik lainnya. Ini berbanding terbalik dengan harga ikan yang merosot," tandasnya.

Dia mengatakan, ada beberapa faktor yang menyebabkan harga ikan terus turun. Salah satunya kualitas ikan yang dinilai pasar kurang bagus.

"Penyebabnya karena hampir seluruh anggota Mina Santosa ini masih melaut menggunakan es batu, bukan mesin pendingin," jelas Jasiman.

Selain itu imbuhnya, juga tidak adanya posisi tawar di pihak nelayan. Hal ini disebabkan oleh fasilitas penangkapan yang menggunakan es batu, jadi mau tidak mau suka tidak suka nelayan harus menjual ikan sesuai dengan harga yang di tentukan bakul atau pembeli.

Oleh karena itu, dia berharap kepada Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) untuk segera melakukan upaya atas gejolak harga ikan di pasaran. Sebab ini berimbas terhadap keberlangsungan aktivitas nelayan.

Hal yang sama juga dialami oleh nelayan JTB di Tasikagung Rembang. Akibat harga ikan turun, saat ini banyak nelayan JTB tidak melaut.

Bupati Rembang H Abdul Hafidz mengaku prihatin dengan kondisi yang dialami ribuan nelayan saat ini. Hafidz juga berharap KKP secepatnya mencari jalan keluar, sehingga harga ikan produksi nelayan kembali normal.