Jalan Tol Pun Kebanjiran

….. Dan ruas jalan tol pun kebanjiran.


Tol Trans Jawa yang (kita) dibanggakan itu lumpuh di Madiun. Publik bertanya, mengapa bisa terjadi, karena tol adalah jalur bebas hambatan. Seperti di Jakarta, meski di jalan tol pun soal macet tak bisa dilawan.

Ya, itulah bagian dari keluh kesah publik, atau paling tidak realitas yang mengemuka ketika meruak kabar ruas tol di bawah kendali PT Solo Ngawi Jaya tergenang banjir. Secara nalar yang paling sederhana hal itu tidak boleh terjadi. Karena tol adalah bahasa lain dari bebas hambatan. High way alias jalan khusus. Betapa tidak, untuk melewatinya pun juga harus membayar.

Artinya, pengendara rela merogoh kantong untuk membayar karena ingin kenyamanan. Kalau tidak nyaman, kemudian macet, apalagi kebanjiran lalu apa mau dikata? Yang jelas peristiwa ini, tragis, memalukan entah itu apa pun alasannya.

Mestinya seluruh stakeholder Jalan Tol perlu segera berbenah, instropeksi, identifikasi dan memberikan penjelasan kepada publik. Penjelasan itu penting, tentu disertai permintaan maaf, kalau perlu memberikan kompensasi. Sikap ksatria, gentle perlu dilakukan karena pembangunan jalan tol di era kepemimpinan Jokowi menunjukkan kemajuan yang luar biasa spektakuler.

Artinya jangan sampai prestasi yang sudah dicapai, kemudian ternoda, apalagi terhapus, terlebih kemudian menjadi bumerang oleh sikap atau respon yang salah. Nah, disinilah penjelasan itu menjadi penting agar masyarakat tidak bertanya tanya.

Ingatan kita masih cukup lekat tragedi di Brexit alias Brebes Exit ketika itu. Mudik yang diharapkan menjadi momen suka cita, tetapi yang terjadi adalah duka cita. Berjam jam kemacetan panjang terjadi di pintu keluar dari Cipali masuk ke Jawa Tengah. Pintu tol yang mestinya dipersiapkan unuk masuk ke jalur reguler ternyata tidak dipersiapkan dengan baik.

Akibatnya kendaraan menumpuk dan kemacetan parah terjadi. Tragsis sekali, macet dan sama sekali tidak bisa bergerak. Akses untuk mendapatkan logistik juga belum dipersiapkan, baik itu BBM, sanitasi, kebutuhan makan minum dan lain sebagainya. Anehnya tragedi itu berlalu begitu saja. Meski konon ada korban jiwa publik seperti tidak peduli untuk meminta pertanggungjawaban kepada pihak yang memang harus bertanggung jawab terhadap persoalan ini.

Inilah baiknya, masyarakat kita, bahkan ketika menghadapi kesulitan yang diakibatkan oleh kelalalin manjemen, atau perilaku penjabat yang korup dan tidak bertanggung jawab pun tidak menjadi persoalan. Anehnya lagi terjadinya musibah itu, pihak yang mestinya menjadi tumpuan harapan masyarakat juga tidak tergerak hatinya.

Jadi jangankan kompensasi, memberi ganti rugi, penjelasan dan permintaan maaf pun tidak ada. Karenanya waktu saja yang menjadi penghibur, seiring waktu berjalan kejadian, peristiwa itu berlalu, dan kita semua melupakan. Enak sekali bukan, itulah betapa sesungguhnya masyarakat kita sangat permisif.

Kembali ke banjir yang melanda tol di Madiun, sejauh ini sudah adakah penjelasan dari pihak yang bertanggung jawab. Adakah permintaan maaaf, apalagi kemudian kompensasi diberikan kepada mereka yang menjadi korban banjir. Yaahhh wallah alam.

Tapi bukan persoalan itu yang ingin kita perbincangkan di sini. Sebab selama ini sesungguhnya banyak persolan yang sebenarnya sepele, namun karena perhatian dan penanganan tidak tepat, tidak pas, apalagi tanpa hati asal saja, maka yang kemudian berkembang adalah komplikasi.

Kita sering merasakan menjadi korban dari banyak peristwia, seperti delay ketika naik pesawat.  Atau yang terjadi di rumah adalah PDAM mati, listrik padam, telepon gangguan dan lain sebagainya. Terhdap kejadian semacam itu perlu edukasi publik yang langsung dari pemangku kebijakan yang ada. Bukan sebaliknya pemadaman listrik kerap terjadi, konsumen praktis hanya bisa diam.

Hal itu sama saja ketika berjam jam tersandera di bandara gara gara pesawat delay. Di negara maju maskapai yang seperti itu akan tergopoh gopoh menjelaskan, dan minta maaf bahkan mengeluarkan jurus-jurus merayu agar konsumen tak marah. Mereka takut konsumen beralih pilihan, yang pada gilirannya akan membahayakan kelangsungan maskapai yang bersangkutan.

Kasus kasus di atas menjadi penyegar dan pengingat kita untuk menyadari itulah pentingnya kompetisi. Dengan kompetisi masyarakat, lebih tepat sebagai konsumen dapat memilih produk atau layanan yang paling baik. Sebaliknya jika praktek seperti itu dipasung dalam bentuk monopoli, maka yang terjadi adalah buruk, dan buruk, serta buruk apa pun produk itulah satu satunya pilihan.

Pesan ini mengingatkan sesuatu yang sifatnya monopoli akhirnya tidak baik. PLN, PDAM, Telkom dan usaha, ataupun layanan sejenis perlu membuka serta memodernisir diri terkait dengan layanan. Konsumen adalah raja, kiranya masih menjadi motto yang tetap relevan.

Sekarang ini modernisasi, globalisasi telah menjadi sebuah kecenderungan yang tidak bisa dielakkan. Profesionalisme menjadi kredo yang tidak bisa tidak harus ditunaikan. Karenanya apa pun perlu dihindari, jalan tol juga harus diupayakan jangan sampai ada macet, apalagi banjir. PLN perlu menghindari jangan sampai terjadi pemadaman. Telkom tak luput juga harus meminimalisasi gangguan.

Ingat sekarang globalisasi telah menjadi sebuah keniscayaan. Kita tidak bisa lagi hanya mengandalkan proteksi, karena dunia telah menjadi sebuah pasar tunggal. Siapa unggul, mereka yang akan menjadi pemenang. Yang tak berkualitas, meski ditopang kekuatan besar akhirnya tergusur juga. Kata kuncinya adalah profesionalisme.

*Jayanto Arus Adi

Pemimpin Umum RMOL Jateng, yang juga anggota Pokja Hukum Dewan Pers