JAMPIDUM : Tuntutan Bebas Sukena Karena Tak Ada Unsur 'Mens Rea'

Asep Nana Mulyana. Istimewa
Asep Nana Mulyana. Istimewa

Tuntutan bebas yang diberikan pada I Nyoman Sukena, terdakwa kasus pemeliharaan landak Jawa di Denpasar, menurut Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM Pidum) Asep Nana Mulyana, pihaknya melalui jaksa penuntut umum dari Kejaksaan Tinggi Bali tidak menemukan adanya “mens rea” dari terdakwa .

Asep mengungkapkan tidak ditemukannya “mens rea” atau niat jahat dari terdakwa untuk mengkomersilkan satwa langka itu setelah pihaknya mendapatkan laporan dari hasil gelar perkara atau ekspose oleh Kajari Badung, Aspidum dan Wakajati Bali.

“Sehingga berdasarkan hasil gelar perkara tersebut, kita simpulkan yang bersangkutan tidak dapat dimintai pertanggung-jawaban secara pidana, dan untuk itu harus dituntut bebas,” kata Asep di Kejaksaan Agung, Rabu (17/9).

Dia sebelumnya menyebutkan untuk bisa mempersalahkan orang melakukan tindak pidana maka harus dipastikan lebih dulu apakah ada tidak dua elemen pokok dari tindak pidana yaitu “mens rea” dan “actus reus”.

Masalahnya, tutur dia, kedua elemen pokok tersebut tidak bisa berdiri sendiri atau tidak bisa salah satu dipisahkan. “Jadi kedua elemen pokok dalam tindak pidana harus bisa dibuktikan,” ujarnya.

Oleh karena itu, katanya, jika salah satu elemen pokok yaitu “mens rea” tidak terpenuhi seperti pada kasus Landak Jawa, maka tidak bisa. “Meski kita sepakat ada actus reus atau ada perbuatan terdakwa memenuhi undang-undang,” ucapnya.

Asep sendiri membeberkan sebenarnya sudah memberikan petunjuk kepada Kajati Bali yang melaporkan adanya kasus kepemilikan satwa liar itu, untuk menyelesaikannya melalui kebijakan Restoratif Justice (RJ).

“Tolong juga diajak penyidik BKSDA untuk koordinasi. Tapi belakangan saya dapat kabar perkara sudah dilimpah Kejari ke pengadilan. Padahal penyelesaian melalui restoratif justice harus sebelum dilimpah ke pengadilan dan perkaranya sudah dinyatakan lengkap (P21),” tuturnya.

JAM Pidum pun menegaskan penyelesaian kasus kepemilikan satwa liar yang dilindungi melalui restorative justice tetap bisa dilakukan walaupun korbannya bukan orang perorang.

“Jadi tidak harus ada korban langsung orang perorang. Tapi siapapun bisa dan yang penting Ikhlas untuk mengembalikan kepada keadaan semula atau restorasi,” ujar mantan Kajati Jawa Barat ini.

Dia mencontohkan ada dua kasus sama terkait kepemilikan satwa liar yang dilindungi berupa burung juga diselesaikan melalui restorative justice. “Satu di Semarang dan satu di Bekasi. Bahkan dari dua orang itu kita jadikan sebagai Duta Satwa karena telah memberi edukasi dalam memelihara satwa yang dilindungi.”

Oleh karena itu JAM Pidum menilai negara justru harus mengucapkan terima kasih kepada terdakwa I Nyoman Sukena yang telah memelihara dengan baik Landak Jawa sehingga bersih dan belakangan beranak pinak.

Sebelumnya Sukena, didakwa JPU melanggar Pasal 21 ayat (2) Jo Pasal 40 ayat 2 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya.