Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW), Almas Sjafrina
mengatakan, kesimpulan Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi II DPR yang
membolehkan napi korupsi untuk nyaleg kembali tidak hanya mengecewakan
KPU, tapi juga publik.
- Tiga Desa Masuk Zona Merah Pilkades Serentak Batang
- Viral Dukungan Politik Kades di Pati, Bawaslu Periksa Oknum Dispermades
- Gatot Bisa Imbangi Jokowi, Prabowo Lebih Baik Jadi King Maker
Baca Juga
"Publik ingin disodorkan calon anggota legislatif yang lebih berÂsih," katanya di Jakarta, kemarin dikutip dari Kantor Berita Politik
Menurut Almas, larangan bekas narapidana korupsi ikut jadi caleg, juga dapat memperbaiki kinerja serta citra parlemen yang selama ini dikenal buruk.
Urgensi larangan bekas narapidana kasus korupsi memasuki arena kontestasi elektoral, lanÂjutnya, juga berangkat dari fenomena residivis korupsi atau orang yang pernah dijatuhi hukuman dalam perkara koruÂpsi. Lalu kembali melakukan korupsi setelah selesai menjalani hukuman.
Salah satu penyebab rendahÂnya kepercayaan publik terhadap DPR adalah, banyaknya anggota legislatif yang tersangkut kasus korupsi. "KPU seharusnya tidak menyerah. Hal tersebut dikarenakan hasil atau keputusan konÂsultasi KPU dengan DPR dan pemerintah sehubungan dengan penyusunan Peraturan KPU," ujar Almas.
Putusan MK no. 92/PUU-XIV/2016, terangnya, menegasÂkan bahwa KPU adalah lembaga yang independen, khususnya dalam penyusunan Peraturan KPU. "Karena itu, kami koalisi masyarakat sipil untuk pemilu bersih mendorong KPU tetap mempertahankan larangan bekas narapidana korupsi masuk PKPU Pencalonan Pemilu Legislatif 2019," tandasnya.
Sementara Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini mengatakan, berÂdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi, penyelenggaraan pemilu harus menerapkan prinÂsip keadilan dan kesetaraan. Karena itu, KPU berwenang mengeluarkan peraturan, agar pemilu dapat berjalan secara adil, Apalagi pileg 2019 akan dilakukan bersamaan dengan pemilihan presiden.
"Bagaimana mungkin kaÂlau tahapannya serentak tapi syaratnya dibedakan. KPU harus menjaga semangat pemilu yang adil dan tidak diskriminatif," katanya.
Sementara itu, Komisi II DPR, Bawaslu, dan Kemendagri meÂnyepakati, aturan larangan bekas napi korupsi dikembalikan peraÂturannya pada Pasal 240 Ayat 1 huruf g UU no. 7 tahun 2017 tentang Pemilu. Ketua Komisi II Zainudin Amali menyataÂkan, DPR beserta pemerintah dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) juga telah sepakat, agar KPU berpedoman pada UU Pemilu.
Dalam Pasal 240 Ayat 1 huruf g UU Pemilu dinyatakan, seÂorang
bekas narapidana yang teÂlah menjalani masa hukuman seÂlama lima tahun
atau lebih, boleh mencalonkan diri. Selama yang bersangkutan mengumumkan
kepada publik secara jujur dan terbuka, bahwa dirinya pernah berstatus
sebagai narapidana. "Kesimpulan rapat sudah jelas. Bolanya sekarang ada
di KPU," kata Amali.
- Pilbup Purworejo Memanas: Intens Komunikasi, Partai Akan Deklarasi Koalisi Jelang Pendaftaran
- Ancang-Ancang PDI Perjuangan: Penjaringan Internal Dan Eksternal Untuk Cawali-Cawawali Solo
- Kerahkan Semua Kadernya, Hanura Deklarasikan Pemenangan Samani-Bellinda di Pilkada Kudus