Para Pejuang Energi, Berlayar Melampaui Batas, Hingga Ujung Negeri

Kapal Gas Attaka milik Pertamina International Shipping (PIS) saat melepas jangkar di luar dermaga Pelabuhan Tanjung Emas Semarang, Jumat (28/10) lalu. Kapal pengangkut gas ini memuat 1700 metrik ton gas dari Terminal LPG Tanjung Sekong, Cilegon, Banten untuk memasok kebutuhan gas di wilayah Semarang dan Jawa Tengah.  Foto-foto: RMOL Jateng/Stefy Thenu
Kapal Gas Attaka milik Pertamina International Shipping (PIS) saat melepas jangkar di luar dermaga Pelabuhan Tanjung Emas Semarang, Jumat (28/10) lalu. Kapal pengangkut gas ini memuat 1700 metrik ton gas dari Terminal LPG Tanjung Sekong, Cilegon, Banten untuk memasok kebutuhan gas di wilayah Semarang dan Jawa Tengah. Foto-foto: RMOL Jateng/Stefy Thenu

Siang baru saja beranjak sore, saat haluan kapal Transko Dara 3203 membelah laut Semarang. Kondisi perairan pada Jumat (28/10) pekan lalu, tampak tenang. Tepat pukul 15.00 WIB, tugboat milik PT Pertamina Trans Kontinental (PTK) itu bertolak dari jetty (pelabuhan khusus minyak bumi) Pertamina RU (Refinery Unit) 4 Pelabuhan Tanjung Emas Semarang.


‘’Sampai ke Kapal Gas Attaka yang sedang buang jangkar di luar dermaga, jaraknya sekitar 5 mil laut atau setara 9 km,’’ ungkap GM Marine Business and Operation Region II PTK, Muhammad Gufron Muarif, di atas anjungan tugboat buatan tahun 2021 tersebut.

briefing singkat di atas Transko Dara 3203 sebelum bertolak menuju Kapal Gas Attaka.

Kecepatan angin yang hanya 5 knot, praktis membuat pelayaran menuju Kapal Gas Attaka terbilang nyaman. Sekelompok burung camar laut sontak beterbangan  dari atas pelampung navigasi, saat Transko Dara melintas.

‘’Itu Attaka, yang warna oranye,’’ ujar Direktur Armada PT Pertamina International Shipping (PIS), Muhammad Irfan Zainul Fikri, kepada RMOL Jateng, sembari menunjuk kearah barat laut.  Seluruh kapal gas milik PIS yang berjumlah 12 armada, kata Irfan, dicat dengan warna oranye. Mengapa dicat oranye? ‘’Untuk membedakan dengan kapal milik Pertamina lainnya,’’ ujarnya.

Menempuh pelayaran selama 45 menit, sekitar pukul 15.45 WIB, Transko Dara pun tiba di lokasi Attaka berlabuh. Butuh sekitar 10 menit bagi Transko Dara bermanuver menempel ke dinding Attaka. Tiga orang penumpang sukses menyeberang ke Attaka, saat manuver pertama. Namun, tiupan angin sempat menjauhkan Transko Dara dari badan Attaka. Nahkoda pun melakukan manuver sekali lagi. Tak lama berselang, sedikitnya 20 penumpang Transko Dara berhasil masuk ke dalam lambung Attaka.

Di atas kapal, sudah menanti Immanuel Pandiangan, Chief Officer (Mualim 1) Attaka. Pria Batak asal Bekasi, Jawa Barat itu menyambut rombongan dengan ramah. Immanuel membawa masuk rombongan ke Messroom (ruang makan). Di sana, sudah menunggu Master/Nahkoda Attaka, Capt Agus Sapriandono dan sejumlah perwira.

Muhammad Irfan Zainul Fikri mengaku bangga dengan seluruh awak Attaka. ‘’Saya salut, dengan kinerja seluruh kru, Capt Agus ini luar biasa, memiliki KKM (kepala kamar mesin) yang andal dan dapat merawat engine dengan bagus sehingga bisa memacu Attaka dengan the best full speed. Semula karena kendala cuaca, Attaka diprediksi sampai jam 15.00 WIB. Nyatanya, bisa tiba dua jam lebih cepat,’’ ungkap Irfan, yang hadir ke Attaka, dalam acara kunjungan direksi PIS.

Direktur Armada PT Pertamina International Shipping (PIS), Muhammad Irfan Zainul Fikri (kanan) bersenda gurau bersama GM Marine Business and Operation Region II PTK, Muhammad Gufron Muarif, di atas tugboat Transko Dara 3203.

Ikut pula dalam kunjungan itu, Direktur Pemasaran PTK, Imam Bustomi, VP Legal & Relation PTK,  Frits Tommy H Sibuea, VP Human Capital PTK, Eka Permana Sidik, GM Marine Business and Operation Region II PTK, Muhammad Gufron Muarif, Port Manager, Arief Budiono, serta Manager Stakeholder Relation PIS, Roberth Marchelino Verieza.

Irfan menyebutkan, Attaka dibeli Pertamina dari perusahaan China, Talzhou Wuzhou Shipbuilding Industry Co.Ltd.  pada 11 Mei 2012.   ‘’Saya dulu tiga bulan bolak-balik Cina untuk pembelian kapal itu. Ini kapal gas baru, yang kita pesan dari Cina,’’ kata Irfan.

Attaka memiliki kapasitas kargo 3.500 meter kubik, yang memuat propane dan butane, bahan baku LPG. Propane dan Butane, kata dia, diimpor dari Timur Tengah (Arabian Gulf) dan Amerika Serikat.

Distribusi LPG dan Kebutuhan Armada Baru

‘’Propane dan Butane itu diangkut dengan VLGC (Very Large Gas Carrier). Pertamina punya 2 armada VLGC, yakni Pertamina Gas 1 dan Pertamina Gas 2, yang dibeli dari Hyundai,  Korea,’’ imbuhnya.

Irfan menjelaskan, Pertamina Gas 1 bertugas mengambil propane dan butane dari Timur Tengah ke Terminal LPG Tanjung Sekong, Cilegon, Banten, dengan waktu tempuh selama 55 hari. Sedangkan Pertamina Gas 2 mengambil dari Freeport, Texas, AS ke Tanjung Sekong memakan waktu hingga 78 hari pergi pulang.

‘’Dari Tanjung Sekong, selanjutnya propane dan butane itu disimpan di dalam tangki timbun, untuk selanjutnya diangkut dengan kapal-kapal kecil seperti Attaka ini ke berbagai wilayah di Indonesia,’’ papar Irfan.

Menurut Irfan, biaya operasional kapal Attaka per harinya menelan dana 3.500-4.000 dolar AS.  Attaka memiliki 24 orang kru kapal yang seluruhnya berwarga negara Indonesia (WNI).  ‘’Seluruh perwira merupakan pegawai tetap Pertamina, sedangkan ABK lainnya merupakan pegawai kontrak,’’ jelasnya.

Rencananya, kata Irfan, kapal Attaka akan dialihfungsikan untuk mengangkut VCM (vinyl chloride monomer) dari Jepang ke Cina secara reguler.  ‘’Karena akan dibawa ke Jepang, maka akan dicari penggantinya. Saat ini, kami tengah melakukan negosiasi harga untuk membeli sejumlah armada baru,  sekitar November-Desember, insyaallah deal,’’ kata Irfan.

Pembelian armada baru itu, kata Irfan, menjadi bukti jika bisnis Pertamina, khususnya PIS, berkembang dan tumbuh positif.

‘’Saya berharap agar Capt Agus yang senior dapat menjalankan kapal-kapal baru yang lebih besar lagi, dan memberikan kesempatan kepada adik-adik, para pelaut muda,  yang lebih junior untuk menggantikan menjalankan Attaka. Chief Officer naik jadi captain, Capt Agus naik jalankan kapal di luar negeri, untuk itu yang junior butuh pendampingan dan bapak asuh, agar bisa naik ke atas,’’ papar Irfan kepada Capt Agus.

Nahkoda asal Gombong, Kebumen ini menyambut ajakan itu dengan senyum simpul dan menyatakan siap. Capt Agus mengatakan, Kapal Gas Attaka membawa 1.700 metrik ton propane dan butane yang sudah dimix, dari Tanjung Sekong ke Semarang secara reguler. ‘’Dalam seminggu, 4 kali bolak-balik bongkar muat,’’ kata Capt Agus.

Attaka bertolak dari Tanjung Sekong, Banten pada Kamis 27 Oktober pukul 12.30 WIB, dan tiba di Semarang, Jumat 28 Oktober pukul 13.00 WIB. ‘’Sempat ada kendala cuaca, tapi kami bisa atasi, sehingga bisa full speed sampai Semarang, dengan selamat,’’ tambah nahkoda senior berusia 54 tahun ini.

Nahkoda Kapal Gas Attaka, Capt. Agus Sapriandono.

Capt Agus menambahkan,  kapal gas Attaka merupakan kapal angkut LPG  berjenis fully pressurized yang berkapasitas muatan maksimum 3.966 meter kubik. ‘’Saat ini, kami membawa 1.700 metrik ton LPG untuk wilayah Semarang dan Jawa Tengah,’’ kata Capt Agus.

Chief Officer/Mualim 1 Immanuel Pandiangan menambahkan,   sebagai kapal berjenis fully pressurized, maka propane dan butane yang diangkut sudah dimix, dan siap didistribusikan langsung ke sekiteng (truk pengangkut LPG), tidak lagi disalurkan ke tangki timbun.

‘’Karena langsung disalurkan ke sekiteng, maka perhitungannya harus pas. Sampai di dermaga Peldam (Pelabuhan Dalam) Tanjung Emas, LPG dari kapal kita bongkar pakai pompa dan langsung dimasukkan ke sekiteng masing-masing berkapasitas 15 ton, yang sudah antri, untuk selanjutnya disalurkan ke gas station,’’ kata Pandiangan, pelaut yang sudah 15 tahun pengalaman berlayar ini.

Kapal Attaka, kata Pandiangan, merupakan kapal teraman yang dimiliki Pertamina dan dia bersyukur dapat diberi kepercayaan mengarungi samudera bersama Attaka. Kapal ini menggunakan sistem mooring line, pakai tali mooring (tali penambat kapal) berkualitas sangat tinggi.

Chief Officer/Mualim 1 Attaka, Immanuel Pandiangan.

Dadang Supiyan (43)  yang menjabat Kepala Kamar Mesin (KKM) mengaku bertugas di kapal gas merupakan pengalaman baru. ‘’Saya baru 4 bulan tugas di Attaka, sebelumnya di Kapal Widuri. Sebagai perwira yang bertanggung jawab soal engine, saya berusaha keras agar menjaga performa engine tetap prima, sehingga operasi distribusi lancar dan tidak delay, yang mengganggu distribusi LPG ke konsumen,’’ kata pria asli Cianjur, Jawa Barat ini.

Untuk menjaga mesin tampil prima, Dadang dibantu masinis 2 Wawan Kurniawan Pelaut muda asal Magetan Jawa Timur itu, yang bertugas sebagai pengawas sistem mesin induk.  

Perawatan Kapal

Pandiangan menjelaskan, ada pengaturan jam kerja di Attaka, yakni untuk Masinis 1 dan Mualim 1 bekerja 4-8, yakni bekerja jam 4 pagi sampai 8 pagi. Dilanjut lagi sore hari, mulai jam 4 sore sampai 8 malam. Untuk Mualim 3 jam 8-12 siang dan malam jam 12-4 pagi.

‘’Di dek,  bersama kelasi dan juru mudi juga merawat  dengan cara mengecat, menghilangkan karat agar tak terdeforasi dan malfungtion. Perawatan dilakukan teratur dan berkala daily, weekly,  monthly, three monthly dan quarter monthly berdasarkan PMS (planning maintenance system),’’ jelas alumni Sekolah Tinggi Ilmu Pelayaran (STIP) 2007 ini.

Pertamina juga melengkapi fasilitas lain berupa wifi yag bisa digunakan untuk mengirim surat elektronik ke kantor dan pelabuhan, serta menggunakannya untuk mengirim kabar ke rumah melalui whatsapp.

‘’Di sini juga ada fasilitas rekreasi untuk seluruh ABK, berupa ruang karaoke dan games, yang bisa dipakai saat jam-jam istirahat,’’ tambah nahkoda Capt Agus.

‘’Di sini, ibadah juga diperhatikan. Ada shalat berjamaah bagi yang muslim, dan bagi yang nasrani  ada ibadah bersama pada hari Minggu,  semua hal positif terjadi di sini,’’ imbuh Pandiangan.

Bagi kadet Muhamad Iksan, berlayar bersama Attaka merupakan pengalaman yang mengasyikkan.  Taruna jurusan Nautika STIP Jakarta itu telah 11 bulan ini menjalani magang di Attaka. Tak tertarik jadi pelaut Pertamina?

Kadet Muhammad Iksan, taruna D4 Nautika STIP Jakarta.

‘’Menjadi pelaut Pertamina jadi impian para taruna pelayaran. Tapi, saya sudah ikut program Pola Pembibitan (Polbit) Kementerian Perhubungan. Habis magang, masuk kampus lagi untuk menyelesaikan skripsi, setelah lulus jadi ASN Kemenhub,’’ kata taruna program Diploma 4 ini.

Bersama Iksan,  ada juga dua kadet perempuan bernama Rizky Aprilia Putri, taruna engine dari STIP Jakarta dan Stefani Situmorang  asal Samosir Toba, yang merupakan taruna D3 nautika dari Politeknik Pelayaran (Poltekpel) Banten di Mauk Tangerang. Kedua taruni itu baru 3 minggu naik kapal, dan seperti Iksan, sama-sama ikut Polbit Kemenhub.

Chief Officer 2/Mualim 2 Slamet Pujiyanto (32)  mengaku nyaman bekerja bersama tim barunya di Attaka. Pria asal Solo yang bertanggung jawab atas sistem navigasi ini, sebelumnya bertugas di Kapal Gas Arar, setelah sebelumnya cuti selama 40 hari.

‘’Habis cuti, langsung naik Attaka. Tadinya bertugas di Arar melayani bongkar muat LPG dari STS Balikpapan dan bongkar ke Amurang dan Sorong,’’ ujar alumni STIP Jakarta,  yang bekerja sejak 2012 ini.  

Cuti Hindari Fatig

Untuk menghindari fatig (kelelahan) dan rasa jenuh para pelaut di kapal, Pertamina memiliki aturan tersendiri. ‘’Jika mengacu pada American Labour Convention, pelaut bekerja di kapal paling lama 1 tahun,  tapi PIS punya aturan paling lama di kapal 8 bulan. Ada yang 5 bulan, ada pula 6 bulan. Hal itu untuk mencegah fatig, baik fatig material maupun fatig pskis,’’ ujar Irfan.

Fasilitas ruang karaoke di Kapal Gas Attaka, disediakan sebagai ajang rekreasi dan menghilangkan kejenuhan di sela-sela aktivitas rutin.

‘’Kalau sampai lebih dari 6 bulan, kinerja dan performa pelaut biasanya sudah drop,karena fatig dan jenuh, maka perlu cuti atau libur,’’ tambah Capt. Agus.

Untuk komposisi pelaut di kapal, Pertamina memiliki aturan tersendiri pula.  ‘’Kalau master/nahkodanya Jawa, kita cari KKM-nya lebih cocok dari Sunda,  Komposisi ini harus kita perhatikan betul untuk menciptakan harmoni dan menciptakan performa kinerja para pelaut di atas kapal,’’ kata Irfan.

Untuk mengangkut gas dari Timur Tengah dan AS, kata Irfan, PIS masih membutuhkan lebih banyak lagi kapal pengangkut gas, baik VLGC maupun kapal gas seperti Attaka.

‘’Kami masih membutuhkan 12 kapal VLGC, saat ini masih ada 2 VLGC.  Seiring perubahan bahan bakar dari fosil bergeser ke LPG, dan bergeser lagi ke LNG,  sebentar lagi ke amoniak, maka kebutuhan kapal gas seperti VLGC jadi kebutuhan vital bagi Pertamina untuk menjawab kebutuhan distribusi gas di Tanah Air,’’ papar Irfan.

Pelaut Aset Paling Berharga

Bagi Irfan, aset perusahaan sejatinya bukan VLGC.  ‘’Tapi, teman-teman pelaut ini adalah human capital, aset paling berharga kami. Sepintar apapun kami yang di darat dalam mengelola bisnis, tanpa peran dari para pelaut,  maka tak akan ada artinya apa-apa. Maka, yang pertama saya sentuh bukan VP atau manajer saya, tapi pertama kali yang saya sentuh adalah teman-teman pelaut, mereka frontliner, ujung tombak kami yang langsung berhubungan dengan customer, port master, sehingga bisnis kami bisa survive bahkan tumbuh lebih besar. Saya sangat mengapresiasi kinerja kru Attaka, yang sekalipun belum pernah mengalami accident, oil spill, dll.  Teman-teman telah menjalankan kapal dengan sebaik-baiknya sesuai bisnis PIS. Bukan hanya ketepatan waktu,  tapi juga safety. Mereka adalah para pelaut tangguh yang menjadi bagian dari ketahanan energi nasional,’’ pungkas Irfan.

Bersama hembusan angin, kapal-kapal pengangkut gas milik Pertamina International Shipping terus memacu mesinnya dengan cepat, haluannya bertubi-tubi membelah laut dan menghantam gelombang. Cuaca buruk dan ganasnya ombak samudera tak memupuskan semangat para pejuang energi itu untuk terus berlayar melampaui batas, sailing beyond border, seperti yang menjadi tagline PIS, melanglangbuana, menjelajah samudera, mengantarkan energi hingga ujung negeri.