Pasal 122 huruf k Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, DPRD (MD3) yang mengatur penghinaan terhadap Anggota DPR RI dinilai sebagai pasal anti kritik.
- Jelang Komisioner Purnatugas, Ada Pergantian Caleg Karena Meninggal Dunia
- Maju Jadi Caleg, Yogi Ardiako Didukung Banyak Kalangan
- Tahanan Polres Kebumen Tetap Punya Hak Pilih
Baca Juga
Koordinator Forum Masyarakat Perduli Parlemen Indonesia (Formappi), Sebastian Salang menjelaskan pasal tersebut dapat digunakan untuk membungkam daya kritis masyarakat pada masa demokrasi.
Menurutnyam pasal tersebut sengaja dikonstruksikan sedemikian rupa agar bisa menjerat siapapun sesuai dengan kepentingan dari anggota dewan itu sendiri.
"Pasal ini sebagai kemunduran sekaligus sebagai ancaman serius bagi demokrasi," ujar Sabastian dalam diskusi bertajuk 'DPR Takut Kritik?' di Kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (17/2) seperti dikutip Kantor Berita Politik RMOL
Sabastian menambahkan ancaman bukan saja ditujukan kepada aktivis, masyarakat umum, hingga pers pun bisa terancam.
"Ini kemunduran yang luar biasa dari demokrasi sekaligus menjadi ancaman serius bagi demokrasi, kebebasan berpendapat dan kebebasan pers," sesalnya.
Lebih lanjut, Sabastian mendorong bahwa UU MD3 harus segera digugat ke Mahkamah Konstitusi (MK). Meskipun diakuinya ada sedikit kekhawatiran, dan ketidakpercayaan terhadap MK akan membuat keputusan yang adil dan objektif.
"Menurut saya itu jalan bagi publik untuk mengendalikan UU ini pada rel yang benar dan tidak menjadi ancaman bagi demokrasi, kebebasan berpendapat dan kebebasan pers," pungkasnya.
- Kusumo Putro Tancap Gas Sosialisasi Program Sebagai Bacalon Wawali Solo
- Dekatkan Diri Dengan Masyarakat, Batur Sambangi Petani dan Kiai di Kradenan
- Pengamat Undip: Ahmad Lutfi-Sudaryono Hanya Alternatif