Pembungkus Median Tanah Rawa Pening Tak Pernah Dapatkan Bantuan Selama Covid-19

Sejumlah pekerja pembungkus median tanah saat bekerja di pinggir Rawa Pening, Kecamatan Tuntang, Kabupaten Semarang, Senin (26/7). RMOL Jateng
Sejumlah pekerja pembungkus median tanah saat bekerja di pinggir Rawa Pening, Kecamatan Tuntang, Kabupaten Semarang, Senin (26/7). RMOL Jateng

Celetukan sejumlah pekerja borongan pembungkus median tanah di pinggiran kawasan Rawa Pening, Kecamatan, Tuntang Kabupaten Semarang membahas bantuan yang gencar diedarkan TNI Polri, terdengar saut menyaut diantara wanita lanjut usia itu, Senin (26/7) petang.


Meski tertawa, para pekerja harian dengan upah Rp60 ribu untuk lima jam bekerja tak memungkirinya ada keinginan bisa mendapatkan bantuan karena kategori masyarakat miskin serta warga terdampak selama pandemi Covid-19. 

"Jangankan bantuan yang sering muncul di televisi dibagikan bapak-bapak TNI Polri berupa sembako, bantuan dari pemerintah seperti yang Rp 300, Rp 600 lewat Bank atau berapa lah jumlahnya, itu pun nol besar sama sekali kita tidak dapat," kata Utami (50) ibu rumah tangga pekerja harian pembungkus median tanah warga Dusun, Semurup, Desa Asinan, Kecamatan Bawen, Kabupaten Semarang. 

Kepada RMOLJateng yang menemuinya, Utami mengaku 'cemburu' lantaran mereka yang mendapatkan justru yang kategori mampu. Sedangkan dirinya sebagai buruh lepas bersama suami, sejak pandemi Covid-19 sama sekali tidak tersentuh. 

Utami berani mengatakan demikian, karena ia melihat sendiri warga dengan kondisi lebih baik darinya justru berlimpah bantuan. 

"Apa yang didata bapak-bapak aparat itu yang dikenal saja 'ya'.  Atau mereka yang kenal dengan perangkat desa baru dapat bantuan," ungkap Utami, dengan mata berkaca-kaca. 

Hal senada dilontarkan Masiem (50). Wanita paruh baya yang bertugas mencangkul tanah serta meracik dengan pupuk organik itu pun justru mempertanyakan, kategori warga yang seperti apa yang mendapatkan bantuan selama Covid-19. 

Pasalnya, kepala desa tempat ia tinggal pun sama sekali tidak ada niatan menyambangi keluarganya baik mendata atau pun sekedar bertanya. 

"Kalau ditanya butuh bantuan apa tidak, pasti lah. Wong cilik seperti kami dengan upah Rp 60 ribu sementara suami dua tahun terakhir tidak bekerja karena pihak perusahaan stop proyek mau makan dengan apa kalau tidak bekerja," ujar Masiem. 

Dala sehari dibantu sang suami, Masiem harus bekerja keras membungkus setidaknya sebanyak 200-300 plastik kecil median tanah agar bisa membawa pulang 120 ribu. Jika lelah menggelayut tubuh rentah keduanya, Masiem dan suami pun memilih tak 'ngoyo' menyudahi pekerjaan dengan upah seberapa pun. 

"Seberapa pun didapat disyukuri, asal bisa makan. Semoga Covid-19 ini segera berakhir suami dapat bekerja lagi di proyek," pungkasnya. 

Ia berharap besar, perangkat desa tempat ia tinggal atau pun aparat TNI Polri melihat dengan mata kepala sendiri bahwa masih banyak masyarakat terdampak Covid-19 tidak tersentuh bantuan.