Prabowo Terancam Tak Bisa Nyapres

Ketidakpastian pencalonan Prabowo Subianto oleh Gerindra membuka ruang manuver politik di kubu penantang Joko Widodo. Munculnya nama Gatot Nurmantyo, Anies Baswedan, Agus Harimurti Yudhoyono, Muhaimin Iskandar, membuat konfigurasi politik semakin dinamis.


Demikian disampaikan Deputy Director Institute for Transformation Studies (Intrans) Endang Tirtana dalam pesan elektronik yang diterima redaksi, Kamis (5/4).

Dilansir Kantor Berita Politik RMOL, Undang-undang Pemilu mensyaratkan jumlah 20% suara partai untuk mengusung capres dan cawapres. Dengan hanya berbekal suara 11,81%, kata Endang, Gerindra harusnya khawatir dengan munculnya nama-nama baru tersebut.

"Gerindra butuh paling sedikit 9% untuk bisa mencalonkan capres dan cawapres. Dengan hanya didukung oleh PKS yang hanya 7,59% atau hanya didukung oleh PAN dengan suara 7,59%, posisi Gerindra tidak sekuat Jokowi dengan PDIP yang mengantongi suara 18,95%," kata dia.

Endang mengatakan Gerindra bisa ditinggalkan setiap saat oleh partai politik di luar pendukung Jokowi. Dengan kebutuhan 9% suara, posisi Gerindra sama dengan posisi PKS, PAN, PKB dan Demokrat.

Dia melihat PKS sudah pasang kuda-kuda dengan berbagai skenario. PKB sedang berputar-putar dengan mencalonkan Muhaimin Iskandar sebagai cawapres. Begitu juga Demokrat masih menunggu sinyal kuat dari PDIP mengenai tempat terbaik untuk AHY.

Sikap PKS nampak dari adanya 9 nama yang dimunculkan untuk diusung sebagai capres dan cawapres. Adapun Demokrat menikmati popularitas AHY dan modal suara 10,9% menggandeng PKB sudah mencukupi syarat Presidential Threshold 20% untuk mengusung sendiri capres dan cawapres.

"Gerindra harus benar-benar memastikan PAN dan PKS tidak berpaling, dan itu bukan dengan menimbang elektabilitas Prabowo melawan Jokowi, apalagi menunggu untuk memilih apakah mengusung Prabowo, Gatot atau Anies," kata Endang.

Boleh saja Prabowo sibuk bekeliling menebar pidato-pidato serangan terhadap pemerintah dan elit. Berbagai topik dibicarakan mulai dari hutang hingga biaya Asian Games. Meski demikian kata Endang, Prabowo harusnya lebih dulu menyapa partai koalisinya.

"Terlalu lama berkeliling sebelum memastikan angka 20% aman untuk tiket Pilpres cukup beresiko. Membiarkan partai-partai terlalu lama menunggu akan membuka ruang manuver semakin kuat. Apalagi jika kubu Jokowi juga meningkatkan komunikasi, lobby dan tekanan ke partai-partai pendukung Prabowo," tukas Endang.