Pemberlakuan ambang batas pencalonan presiden atau
presidential threshold (PT) merupakan upaya dari pemerintah melakukan
pembunuhan berencana terhadap kehidupan berdemokrasi di negeri ini.
- APTI Dukung Calon Presiden Pro Petani Tembakau
- PDI Perjuangan Bakal 'Kuasai' DPRD Kota Semarang?
- Ketua Komisi D DPRD Jateng Soal Tuntaskan Kemiskinan Di Jateng
Baca Juga
Begitu kata Wakil Sekretaris Jenderal (Wasekjen) Partai Demokrat, Rachland Nashidik dalam diskusi bertajuk 'Meraba Pasangan Capres-Cawapres' di bilangan Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (7/7).
Ambang batas presiden ini adalah pembunuhan berencana terhadap demokrasi," tegasnya dikutip dari Kantor Berita Politik
Dia menjabarkan bahwa pemberlakuan PT 20 persen kuota kursi DPR RI atau 25 persen suara pemilih merupakan cara dari partai koalisi pemerintah untuk menyempitkan jalan bagi lawan politik untuk mengusung pasangan calon presiden maupun calon wakil presiden.
"Bayangkan namanya jalan yang mengalami kemacetan atau bottle neck atau di belakang banyak calon tapi harus macet-macetan karena disempitkan. Jadi ada yang menginginkan penantang Pak Jokowi dengan parpol yang begitu banyak harus menyesuaikan diri," ujarnya.
Buktinya, lanjut anak buah Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) itu, saat ini hanya ada satu tokoh yang digadang-gadang akan menantang Jokowi, yakni Ketua Umum Partai Gerindra, Prabowo Subianto. Padahal banyak tokoh partai yang memiliki kapasitas dan kapabilitas untuk memimpin bangsa ini.
Lebih lanjut, dia khawatir jika partai-partai yang tidak bisa mencalonkan kadernya akan ditinggalkan para pemilih, hal itu juga akan berlanjut pada Pilpres 2024 nanti.
Dengan adanya efek ekor jas ini, partai yang tidak bisa
dicalonkan akan ditinggalkan pemilih. Kalau itu terjadi di 2024, partai
yang kalah kini akan kalah lagi, akibatnya threshold makin sulit,"
pungkasnya.
- Gelagat Gerindra Usung Duo Srikandi Di Pilwakot Salatiga
- Cak Imin Absen, Pengamat: PBNU Jaga Jarak dengan PKB
- Jelang Pilkada Magelang 2024, Belum Muncul Figur Calon Bupati