Rokok salah satu penyebab banyak orang Indonesia hidup melarat. Untuk mengeremnya, pemerintah berencana melarang penerima bantuan sosial (bansos) mengisap komoditas tersebut.
- Wajah Baru Stasiun Solo Balapan, Daop 6 Yogyakarta Hadirkan Monumen Lokomotif
- Sirkuit Mijen Dimanfaatkan Untuk Pemulihan Ekonomi
- Pertamina Patra Niaga Kerjasama Pengadaan BBM dengan Polda Jateng dan DIY
Baca Juga
Dampak rokok terhadap tingÂkat kemiskinan nggak main-main. Belanja rokok masuk 10 besar pengeluaran orang miskin. Pemerintah berencana mengambil langkah tegas untuk menghentikannya. Melarang penerima program keluarga harapan (PKH) dan bantuan pangan non tunai (BPNT) tidak boleh merokok.
"Kita harus tegas. Akan lebih baik jika hal itu dialihkan buat belanja komoditas makanan lain yang dapat menunjang keÂluarga," ungkap Menteri PerenÂcanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Bappenas BamÂbang Brodjonegoro di Jakarta, kemarin.
Brojo-panggilan akrab BamÂbang menyebutkan pengaruh rokok terhadap tingkat kemiskiÂnan di pedesaan mencapai 10 persen. Sedangkan di perkotaan sebesar 11 persen.
Bambang merincikan 10 komoditas proporsi terbesar pembentuk garis kemiskiÂnan. Proporsi untuk kelompok masyarakat perkotaan, beras 20,95 persen, makanan lainÂnya 16,45 persen, rokok 11,07 persen, perumahan 8,3 persen, non makanan lainnya 7,31 persen, BBM 4,36 persen, telur ayam 4,09 persen, listrik 3,89 persen, daging ayam 3,5 persen dan mie instan 2,43 persen. SeÂdangkan, kelompok masyarakat pedesaan beras 26,79 persen, makanan lainnya 18,45 persen, rokok 10,21 persen, perumaÂhan 6,91 persen, non makanan lainnya 6,76 persen, BBM3,69 persen, telur ayam 3,28 persen, gula pasir 3,07 persen, mie instan 2,21 persen dan daging ayam 2,08 persen.
"Kalau diurutkan rokok urutan kedua komoditas yang banyak dikonsumsi setelah makanan. Lebih baik kalau diganti untuk beli telur atau daging ayam dariÂpada rokok," jelasnya.
Kerek Harga Rokok
Kepala Badan Pusat StatisÂtik (BPS) Kecuk Suhariyanto mengusulkan harga rokok diÂnaikkan. Dia yakin langkah itu bisa menurunkan angka kemiskinan.
"Kami menyaksikan di lapangan, selain beli beras, orang miskin mengkonsumsi rokok. Kalau bisa ke depan persentase rokok bisa dikurangi. Caranya harga dinaikkan sedikit agar orang tidak merokok. Apalagi itu tidak bagus bagi kesehatan," tutur Kecuk.
BPS mencatat jumlah penÂduduk miskin di Indonesia pada Maret 2018 sebanyak 25,95 juta atau sebesar 9,82 persen dari jumlah penduduk. Angka tersebut menurun dibandingkan tahun lalu.
BPS memasukkan penduduk masuk dalam kategori miskin bila tidak memiliki kemampuan memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang biasa dikonsumsi. Parameternya adalah pengeluaran (belanja) per kapita per bulan atau yang disebut garis kemiskiÂnan. Penduduk dikatakan miskin jika pengeluaran per kapita per bulannya di bawah garis kemiskinan. Pada survei Maret 2018, BPS mematok batas garis kemiskinan sebesar Rp 401.220 per kapita per bulan. Angka itu naik 3,63 persen dibandingkan survei September 2017 sebesar Rp 387.160.
- PUPR Minta Perhatian Pemda Wujudkan Hunian Vertikal
- Sekretariat DPRD Kota Semarang "Mborong" ke Pasar Johar
- XL Axiata Dukung Penguatan Kepemimpinan Perempuandi Indonesia