Salah Cantumkan Dokumen Ekspor, Direktur PT Hutama Semesta Logistic Merasa Dikriminalisasi

Gara-gara salah mencantumkan dokumen ekspor, Direktur PT Hutama Semesta Logistic, Widjanarko harus berurusan dengan hukum dan telah menjalani sidang di Pengadilan Negeri Semarang.


Widjanarko dijerat kasus dugaan pemalsuan dokumen ekspor dan penipuan. Kasus pidana Widjanarko teregister dengan nomor perkara 220/Pid.B/2023/PN Smg.

Terdakwa dijerat dengan dakwaan kumulatif yakni Pasal 263 ayat (1) KUHP; Pasal 263 ayat (2) KUHP; dan Pasal 378 KUHP.

Didampingi penasihat hukum dari Law Firm Dr. Hendra Wijaya, S.T., S.H., M.H, bos ekspor impor ini merasa dikriminalisasi.

Widjanarko merasa kasus yang dialaminya adalah permasalahan perdata. Namun pada kenyataannya dia dipidanakan.

“Mereka mau menagih biaya kapal tapi tidak memiliki resi jasa pengiriman. Kami mau membayar jika ada resinya," tutur Widjanarko, usai sidang di PN Semarang, Senin (29/5/2023).

Menurut Widjanarko, saat itu hendak mengirim briket dari Semarang tujuan Pelabuhan Dammam Arab Saudi, Istanbul Turki dan Beirut. Namun sampai di Singapura barang kirimannya dikembalikan ke Semarang.

“Pihak perkapalan menduga isi barang dan dokumen berbeda. Namun pihak pelayaran tidak mempermasalahkan. Karena kenyataannya kontainer yang diangkut mau dilanjutkan atau dikembalikan," jelasnya.

Dikatakannya, kontainer yang diangkut itu telah dikembalikan ke pemiliknya. Namun yang mempermasalahkan adalah pihak ekspedisi.

"Alasannya ada kesalahan berbeda dokumen, antara dokumen dan barang. Bukan dari pihak pelayaran," tuturnya.

Ia menuturkan pihak ekspedisi menagih jasa angkut sekitar Rp 700 juta. Namun pihak ekspedisi tidak bisa menunjukkan resi.

"Bagaimana kami mau membayar kalau tidak ada resinya. Kejadian itu tahun 2021 dan baru diproses tahun 2022," ujar Widjanarko.

Penasihat hukum tersangka, Walden Van Houten Sipahutar, S.Kom., S.H., M.H. menuturkan kasus yang menjerat kliennya adalah ranah perdata. Kliennya itu telah beritikad baik hendak membayar tagihan itu.

“Hanya saja pelapor tidak bisa menunjukkan fisik resinya," jelasnya.

Dikatakannya, awalnya pihak pelapor melaporkan kliennya mengenai penipuan. Namun laporan itu berkembang menjadi pemalsuan.

"Itulah yang menjerat klien kami hingga tahap persidangan," ujar advokat dari Law Firm Dr. Hendra Wijaya, S.T., S.H., M.H, yang berkantor di Jalan Erlangga Raya 41 B-C, Kota Semarang itu.

Dia menganggap jika pelapor dirugikan karena kliennya tidak membayar, masuk dalam ranah perdata. Seharunya yang melaporkan adalah jasa pelayarannya.

"Jika terjadi kebakaran yang diakibatkan barang-barang tidak diizinkan yang dirugikan adalah pihak pelayaran," imbuh Walden.

Penasehat hukum lainnya, Dr. Hendra Wijaya, S.T., S.H., M.H, menuturkan bahwa standar operasional prosedur (SOP) pihak pelayaran adalah jika barang tidak diizinkan atau beda dokumen maka pihak kapal akan memberikan sanksi buat pengirim.

“Jika sanksi itu diterapkan maka yang berhak melaporkan pemalsuan pihak perkapalan. Hal itu karena pihak pelapor merasa dirugikan karena tidak dibayar, bukan karena pemalsuannya. Klien kami mau membayarkan asal ada resi atau tagihannya," tutur Dr. Hendra Wijaya yang juga sebagai Ketua DPC Ferari Kota Semarang itu.

Ia menduga pelapor mengambil keuntungan dengan melaporkan kliennya. Terkait sidang saat ini telah memasuki tahap pemeriksaan saksi.