Setelah Norwegia, Mendag Ancam Boikot Produk Eropa

Menteri Perdagangan (Mendag) Enggartiasto Lukita berupaya keras melindungi produk sawit Indonesia. Bahkan dia tidak segan untuk melawan jika ada negara Uni Eropa yang menolak produk sawit asal Indonesia.


Enggar sapaan akrabnya mengatakan, dua skema bisa dilakukan untuk melawan ke­bijakan Uni Eropa. Pertama, melalui para diplomat dengan jalur diplomatik dan atase perda­gangan Indonesia. Kedua, mem­boikot masuknya produk negara asal Eropa ke Tanah Air.

Dia mengungkapkan, cara yang pertama sudah sering di­lakukan. Sedangkan yang kedua, berhasil dilakukan kepada salah satu negara di Semenanjung Skandinavia yang menolak produk sawit Indonesia.

"Sebenarnya sudah pernah kita lakukan. Beberapa waktu lalu Norwegia sempat menolak produk sawit Indonesia. Kita kemudian merespons dengan mengancam akan menghentikan impor ikan salmon dari mereka. Akhirnya Duta Besar mereka menemui saya dan sekarang produk sawit kita bisa masuk lagi ke negara mereka," ungkap Enggar di Medan, kemarin dilansir dari Kantor Berita Politik RMOL

Politisi Nasdem ini tak segan melakukan hal serupa kepada negara lain yang mencoba menghalangi produk sawit Indonesia. "Ini akan kita berlakukan juga untuk (negara) yang lain. Kita pasti akan melawan," tegasnya.

Enggar menjelaskan, kampa­nye hitam produk sawit Indo­nesia oleh Uni Eropa dilakukan setelah parlemen mereka mem­bentuk undang-undang energi yang melarang penggunaan komponen biofuel yang be­rasal dari minyak sawit. Hal itu karena minyak sawit dianggap menjadi penyebab kerusakan lingkungan.

Enggar menuturkan, parle­men Uni Eropa menganggap produk sawit Indonesia sebagai produk dari hasil produksi yang menyebabkan deforestasi secara masif. Sehingga dianggap meru­sak lingkungan dan membuat iklim tidak seimbang.

"Padahal kita sendiri terus berbenah untuk membuktikan bahwa itu tidak benar. Uni Eropa sebenarnya sudah mulai men­erima, terbukti dari penundaan pemberlakuan undang-undang soal energi tiu, dari tahun 2021 menjadi tahun 2030,"  katanya.

Menurut Enggar, alasan de­forestasi yang dituduhkan Benua Biru tidak tepat. Sebab Uni Eropa pun memproduksi min­yak nabati dari bunga matahari. "Tapi kita akan terus melawan. Karena kalau alasan mereka deforestasi, apa bedanya dengan (produksi) minyak nabati lain. Mereka juga diproduksi masif," cetusnya.

Saat ini Indonesia dan Ma­laysia juga telah bersinergi merapatkan barisan untuk sama-sama melawan upaya kampanye hitam produk sawit oleh Uni Eropa. Indonesia dan Malaysia sendiri merupakan produsen sawit terbesar di dunia.

Belum lama ini, Perdana Men­teri Malaysia Mahathir Moham­ad mengunjungi Presiden Joko Widodo. Dalam pertemuannya, Mahathir mengajak Indonesia melawan kampanye hitam ter­hadap kelapa sawit yang dilan­carkan Uni Eropa.

Mahathir menganggap tudu­han Uni Eropa atas kerusakan lingkungan yang disebabkan kelapa sawit tidak bisa dibuk­tikan. "Bahwa minyak kelapa sawit ini didapatkan dari hutan yang ditebang pengusaha terke­san buruk. Itu tidak benar sama sekali," ujarnya di Bogor, Jumat (29/6).

Perdana Menteri berusia 92 tahun tersebut juga menga­takan tuduhan Uni Eropa ini lebih kental muatan ekonomi ketimbang isu lingkungan. Produk minyak kelapa sawit sangat ekonomis dan tidak bisa disaingi dengan produk minyak nabati lainnya. "Kita semua ingat Eropa dahulu juga ditutupi dengan hutan, tapi mereka tebang hampir semua hutannya," kata Mahathir.

Pemerintah Indonesia bahkan meminta Belanda membantu menghentikan kebijakan dis­kriminatif Uni Eropa terkait pembatasan impor minyak sawit yang tertuang dalam Arahan Energi Terbarukan UE. Permintaan itu diutarakan Menteri Luar Negeri Retno Marsudi saat melakukan per­temuan bilateral dengan Menlu Belanda Stef Blok di Gedung Kementerian Luar Negeri RI, Selasa (3/6).

"Kami berdua telah mem­baca draf trialog RED III antara Komisi, Dewan, dan Perlemen Uni Eropa dan prihatin bahwa draf tersebut mengandung po­tensi tinggi diskriminasi ter­hadap kelapa sawit. Saya dan Blok berbicara soal isu kelapa sawit dan kami sepakat untuk bekerja sama menemukan solusi win-win terkait hal ini. Indone­sia akan terus menjamin tidak ada lagi diskriminasi kelapa sawit," pungkasnya.