Sidang Lanjutan Umpatan oleh Pengacara di Semarang, Ahli Bahasa UNNES Sebut Unggahan Mengandung Ujaran Kebencian

Kasus ujaran kebencian melalui unggahan status di Facebook yang dilakukan seorang pengacara di Kota Semarang, R Winindya Satriya, kini dalam proses persidangan di Pengadilan Negeri (PN) Semarang.


Dalam sidang lanjutan yang digelar dengan agenda keterangan saksi ahli, jaksa penuntut umum (JPU) Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jawa Tengah mendatangkan ahli bahasa dari Universitas Negeri Semarang (Unnes), Muhammad Badrus Siroj, Kamis (11/11/2021).

Dalam keterangannya, Badrus mengatakan, beberapa postingan Facebook yang sempat diunggah terdakwa dalam kurun waktu 12-15 September 2020 lalu memang mengandung ujaran kebencian. 

Postingan yang kini sudah dihapus itu antara lain berupa kalimat umpatan dan doa yang jelek yang diartikan sebagai ekspresi kebencian oleh pemilik akun Facebook.

"Postingan itu berisi ujaran kebencian yang ditujukan individual  dengan menggunakan kemasan ras. Misal, pada kalimat 'Cina 1 bajingan kranjingan', postingan itu bentuk umpatan yang berpotensi memunculkan kebencian," kata Badrus dalam kesimpulannya.

Di hadapan majelis hakim, Badrus menyampaikan, ada beberapa unggahan Facebook yang mengandung unsur kebencian meskipun tidak jelas siapa yang dimaksud.

Di antaranya 'Pengacara dan kliennya laknat', 'Cina 1 bajingan kranjingan bikin geger Semarang'. Termasuk juga unggahan yang berisi doa yang buruk yaitu "Semoga Allah memberikan balasan yang paling pedih dan menyakitkan untuk kalian".

"Unggahan status tersebut saling berkaitan dan berpotensi memunculkan rasa kebencian bagi orang merasa, melihat, membacanya," jelasnya.

Diungkapkannya, unggahan Facebook yang dilakukan terdakwa memunculkan foto berisi 3 orang di suatu ruangan di PN Semarang yang merupakan konteks dan kalimat yang merupakan teks. Hanya saja, kalimat yang menyebutkan Cina yang diidentikkan sebagai keturunan Cina, tidak ditemukan dalam foto yang diunggah.

Jaksa penuntut umum Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jawa Tengah, Sateno sempat menanyakan apakah postingan tersebut juga mengandung unsur suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA).

Badrus pun mengiyakan karena dalam salah satu postingan, terdakwa sempat menulis kata "Cina 1" yang secara spesifik menyebut golongan bangsa berdasarkan ciri fisik.

Dalam sidang sebelumnya, terdakwa bersama kuasa hukumnya sempat mengajukan permohonan putusan sela mengingat terdakwanya seorang pengacara.

Namun, majelis hakim PN Semarang memutuskan tidak dapat menerima eksepsi pihak terdakwa. Sehingga, sidang perkara ini harus dilanjutkan ke pembuktian.

Dalam dakwaannya, jaksa menyebut terdakwa dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan SARA.

Terdakwa Satriya didakwa melanggar Pasal 45A Ayat (2) Jo Pasal 28 ayat (2) Unndang Undang RI Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang Undang RI Nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).