Sudah Lunas Tapi BI Checking Buruk, Warga Pekalongan Tuntut BTN Tanggung Jawab

Mantan debitur Bank Tabungan Negara (BTN) kantor cabang Pekalongan, Sri Listyawati dan I Made Parwata menuntut bank tersebut membersihkan nama baik mereka di dunia perbankan. Ia menuturkan, saat ini BI Checkingnya buruk karena dianggap belum melunasi kredit di BTN.


Sri Listyawati menyebut, pihaknya pernah mengambil kredit rumah di Bekasi di BTN cabang Pekalongan.  Ia mengambil tenor 15 tahun, mulai 19 Maret 2012 dan Berakhir 7 April 2027. 

"Lalu pada 15 Februari 2021, saya datang ke BTN cabang Pekalongan untuk melunasi utang saya. Sertifikat sudah saya terima,  Bukti sudah lunas sudah saya terima," kata Sri saat konferensi pers di Kota Pekalongan, Jumat (25/3).

Lepas dari BTN, ia mengalihkan sertifikatnya ke bank BUMN lainnya dengan tenor setahun. Saat itu, pinjamannya tidak masalah, dan dalam jangka setahun sudah lunas.

Sri melanjutkan, hendak 'menyekolahkan' sertifikatnya senilai Rp 1,2 miliar ke sebuah bank swasta ternama di Indonesia pada awal 2022. Tapi, kreditnya ditolak, karena pihak bank menganggap BI Checkingnya buruk.

Pihak bank swasta itu menyebut bahwa dirinya masih punya tunggakan pokok rumah sebesar Rp 442 juta di BTN KC Pekalongan. Bahkan data BI Checkingnya sudah tahap Coll 5 atau buruk.

Sri menjelaskan catatan itu membuat nama baiknya sebagai pengusaha di dunia perbankan jadi buruk. Padahal ia sudah melunasi bahkan mendapat sertifikat rumahnya kembali.

"Saya mau BTN beritikad baik untuk mengembalikan nama baik saya, entah bagaimana caranya. 

Saya dirugikan materi dan imateriil," katanya dengan nada meninggi.

Advokat Sri, Susilo Adji Purnomo menambahkan sudah melayangkan dua kali somasi pada 23 Februari 2022 dan 9 Maret 2022. Namun, ia menganggap tidak ada itikad baik penyelesaian dari pihak Bank.

Ia hanya mendapatkan surat balasan bahwa kliennya sudah lunas, dan statusnya sudah Coll 1 (baik). Ia tidak tahu apakah status Coll 1 itu benar atau hanya sekadar balasan dalam surat.

Sebab, fakta hingga saat ini, pihaknya masih tidak bisa mengajukan kredit di bank lain. Bahkan, dalam sistem terakhir di BTN masih tertera bunga bank kredit Rp 124 dengan pokok Rp 0.

"Setahu kami, History atau riwayatnya belum dihapus. Dan itu menyulitkan klien kami sebagai pengusaha," ucapnya.

Susilo mengatakan akan menempuh jalur hukum baik pidana atau perdata. Sebab, ia mengganggap perbuatan bank itu melanggar pidana dan perdata.

Untuk perdata, pihaknya menyangkakan Pasal 1365 KUHPerdata,  yang isinya setiap orang yang melakukan perbuatan melanggar hukum diwajibkan untuk mengganti kerugian yang timbul dari kesalahannya tersebut.

Sedangkan pidana, pihaknya menerapkan KUHPidana pasal Pasal 311 ayat (1). Isinya, Barangsiapa melakukan kejahatan menista atau menista dengan tulisan, dalam hal ia diizinkan untuk membuktikan tuduhannya itu, jika ia tiada dapat membuktikan dan jika tuduhan itu dilakukannya sedang diketahuinya tidak benar, dihukum karena salah mempitnah dengan hukuman penjara selama-lamanya empat tahun.

Tanggapan BTN

Terpisah, Kepala Bank BTN Cabang  Pekalongan, Erik Budi Setiawan mengaku sudah mengetahui permasalahan tersebut. Ia mengatakan, pihaknya telah menindaklanjuti pada kesempatan pertama.

"Kami telah mengklarifikasi atas tindak lanjut penyelesaian permasalahan kredit atas nama Sdri. Sri Listyawati melalui surat kepada Kuasa Hukumnya," jelasnya.

Ia menjelaskan, saat ini masih terus berupaya untuk berkomunikasi dengan pemangku kewenangan yaitu OJK. Hak itu terkait dengan perbaikan kolektabilitas dari Sri Listyawati.

Erik berujar, Bank BTN berkomitmen dalam penyelesaian aduan dari nasabah. Ia berkomitmen akan  selalu mengupdate setiap perkembangannya pada kesempatan pertama.