- Kongres PDI-P (Terancam) Diawut-Awut, Retret (Nyaris) Disabot
- Selamat Datang Persatuan Wartawan Indonesia Perjuangan!
- Pak Lutfi..Pak Lutfi...Tenang Saja, Saya Sudah Di Sini!
Baca Juga
Demak berduka. Saya baca di sejumlah media juga pesan yang berseliweran via Medsos kabar duka itu mengejutkan. Meski bukan tokoh formal, tapi Noor Halim harus diakui salah satu ikon di kabupaten sentra buah jambu, dan mashur dengan Masjid Agung Demaknya ini. Siapa sesungguhnya Noor Halim, dan apa yang membuat tokoh kawakan ini berpulang?
Adalah Covid 19 yang merenggut kedigdayaan sang tokoh. Terkonfirmaasi sebelumnya mantan Ketua Gapensi Demak , yang juga ayahanda Hj dr Eisti’anah terpapar Covid 19. Meski begitu ketika tersiar kabar Halim meninggal berita tersebut tetap saja mengejutkan publik di Kota Wali. Betapa tidak, sang putri yang kini menjadi orang nomor satu di Demak baru saja dilantik, dan Halim merupakan tokoh sentral di balik tampilnya Eisti di kancah politik.
Dengan begitu, sebagai patron yang menjadi penopang atas kiprah Eisti maka mangkatnya tokoh multitalent ini jelas akan membawa banyak pengaruh. Dinamika yang menonjol adalah eskalasi politik secara konstelatif pasti akan mengalami perubahan. Untuk dipahami Nur Halim yang akrab dipanggil Sultan Bintoro ini pengaruhnya cukup signifikan.
Selain memiliki jam terbang yang tinggi di sektor kontruksi, karena kiprahnya di Gapensi cukup panjang, ayahanda Bupati Demak ini juga menahkodai KONI Demak. Aktivitas sosial lain, serta relasi politiknya membentang tidak hanya pada skala regional, tetapi juga sampai ke tingkat nasional. Saya menyaksikan sendiri bagaimana relasi Noor Halim dengan tokoh seperti Gubernur Jateng, Ganjar Pranowo, kemudian kepolisian, juga korps Adyaksi cukup baik. Yang istimewa dengan Ketua Umum DPP PDI Perjuangan, Megawati Sukarno Putri Halim juga memiliki relasi khusus yang sifatnya personal.
Karenanya, sungguh meninggalnya Noor Halim merupakan kehilangan besar. Dengan kiprah dan pegaruh ketokohannya, serta aktivitas yang dilakukan pati akan memberi warna di sana. Maka bagi Eisti dan jajaran Pemkab Demak wajar sekali menjadi kabar duka yang mendalam.. Secara strategis dan juga kultural kehilangan ini memberi arti khusus bagi sang putri, yakni Eisti, termasuk hegemoni kepemimpinnya mendatang.
Keberadaan Nurhalim bukan saja menjadi Bapak secara biologis bagi Eisti, tetapi secara politis merupakan patron, mentor sekaligus inspirator. Inilah yang kemudian menjadi ujian tersediri bagi Hj dr Eisti’anah SE. Jika mengarungi masa transisi ke depan Eisti dapat mengkonsolidasikan elemen elemen yang yang ada menjadi penopang kepempimnanya, maka jalan ke depan akan lebih mulus.
Namun akan berbeda alur ceritanya ketika momentum penting, sekaligus krusial ini gagal dimanfaatkan. Jika dia gagal mengkonsolidasi kesempatan emas ini, maka lima tahun mendatang berat bagi langkah Eisti. Artinya kini bola ada di tangan Eisti, apakah momentum strategis dapat diraih, atau sebaliknya. Ya atau tidak berpulang padanya dan waktu akan menjadi hakim yang adil.
Dua kemungkinan , memang masih sebagas analisas didasarkan pada dinamika yang ada, serta realitas sosial politik yang secara awam mudah dibaca. Betul, Eisti punya kans juga untuk tampil sebagai superwoman. Artinya meski sosok Wanita, namun dia bisa saja tampil smart dan justru tampil lepas sebagai Eisti tanpa embel embel atau bayang bayang ayahanda, dalam hal ini Noor Halim
Kalau langkah ini bisa dilakukan, maka bintang atau pamornya ke depan akan lebih terang. Harus diakui konstaktasi telah terjadi di awal kepemimpinan Esti. Hubungan diametral dengan Sekda Singgih Setyono tampak terbaca oleh publik. Rotasi beberapa pejabat yang dilakukan Eisti terkesan kurang memperhatikan kapasitas dan kompetensi, namun lebih mengedepankan pertimbangan balas budi.
Sekda Singgih sepertinnya tidak dilibatkan pada penaataan personel terbatas di era kepemimpinan Eisti. Kebijakan itu dirasakan dan distorsi kinerja yang ada bisa dilihat menurunnkan performa birokrasi di sana.
Memang terlalu premature untuk melakukan penilaian final kebijakan Eisti secara holistik. Sebab bisa saja saat ini transisi dan konsolidasi sedang terjadi. Tidak saja pada mereka yang diberi kepercayaan untuk menunjukkan atau unjuk kerja atas amanah yang diberikan. Dus dengan begitu ke depan akselerasi atas produktivitas kerja secara professional dapat dilakukan.
Kalau itu dapat dilakukan, maka distorsi seperti yang dikhawatirkan di atas dapat dieliminasi. Namun jika performa dan kinerja dimaksud tetap saja lemot, maka raport tidak baik akan tertoreh pada kepemimpian Eisti.
Menurut hemat saya sendiri idealnya momentum yang sekarang Eisti perlu merangkul para pihak yang selama ini belum direngkuh secara total. Pertama adalah peran Ketua DPRD Slamet Bisri, kedua adalah Sekda Singgih Setyono. Dua figur tersebut merupakan pilar penting yang harus digandeng dalam rangka membangun sinergi serta unjuk kerja birokrasi yang elok.
Slamet Bisri yang notabene Ketua DPRD dan juga politisi senior merupakan pilar penting yang secara idelogis akan memberikan kontribusi luar biasa. Dengan mendapatkan legitimasi atau dukungan dari Slamet Bisri, maka urusan dengan DPRD otomatis selesai. Apalagi ketika maju menjadi Demak Satu, Esti sendiri juga diusung oleh PDI Perjuangan.
Nah, berikutnya adalah peran Sekda Singgih Setyono. Harus diakui salah satu keberhasilan Duet Nasir " Joko Sutanto tidak lepas dari kepiawaian Singgih mengkoordinasi birokrasi juga menjembatani komunikasi dengan legislative. Dengan begitu program duo Demak, yakni Nasir dan Joko Sutanto dapat berjalan optimal. Padahal Nasir dan Joko figur yang tidak memiliki akses politis kuat. Peran Singgihlah yang menjembatani komunikasi strategis lintas sektor sehingga kondusifiata dapat terjaga.
Walhasil, lima tahun lalu, capaian capaian pada level regional, juga nasional dapat dijangkau karena soliditas dalam konteks di atas. Yang tampak secara statistik, kini rating Demak bukan lagi silap oleh Kabupten lain, tetapi prestasinya cukup menonjol. Trend positif inilah yang semestinya dibaca oleh Eisti, dengan begitu strategi atau pun kebijakan yang ditempuh perlu memperhatikan konstelasi tersebut.
Kalkulasi lain, seperti kebijakan merangkul Ketua DPRD- Slamet Bisri, dan Sekda Singgih berpotensi membuka jalan keduanya untuk menjadi pesaing pada 2024 hal itu tidak perlu terlalu dirisaukan. Karena sekarang ini nahkoda Demak tidak lain sudah ada dalam genggaman Esti. Artinya to be or not to be kalau momentum emas ini tidak dimanfaatkan sebaik baiknya peluang ke depan juga berat.
Namun demikian jika sinergi dengan melibatkan patron patron politis, dan juga kendali birokrasi dapat dioptimalkan, maka langkah ini jauh lebih baik, dari pada membangun anomali dan sikap diametral. Sebab kalau itu yang menjadi piliah, maka suasana tegang, dan kondisi yang kurang kondusif akan terus terjadi.
Karenanya barangkali sebagai ikhtiar untuk memberikan persembahan terbaik atas mangkatnya sang Patron atau ayahanda pilihan Eisti tidak banyak, kecuali menyatukan pihak pihak yang dapat memberikan kemashatan lebih utuh bagi kesejahteraan rakyat.
- Susuri Dunia Bawah Tanah yang Begitu Memukau (3-habis)
- Wahai Bersatulah Para Celeng Perjuangan
- Astaghfirullah, Ampun Gusti Panjenengan Menopo (Mboten) Sare