Kolom saya di RMOL Jateng edisi terakhir dengan judul menghadirkan tiga kejutan sekaligus. Pertama catatan itu langsung direspon atau mungkin lebih tepat ditanggapi oleh lurahnya wong Jawa Tengah ini. Melalui pesan WhatsApp Ganjar Pranowo menyampaikan komentar balik ikhwal subtansi yang saya tulis di kolom itu.
- Susuri Dunia Bawah Tanah yang Begitu Memukau (3-habis)
- Dan Tangis Itu Pun Pecah
- Matematika Spiritual Membaca Isyarat Alam Pilgub Jateng
Baca Juga
Intinya kurang lebih kasus OTT yang terjadi di Kudus bagaimana pun menjadi keprihatinannya yang mendalam. Sudah pasti sebagai gubernur wajar jika kemudian Ganjar (sangat) kecewa. Sedemikian kecewanya, ekspresi yang terlontar seperti sejumlah berita yang mengutip pernyataaan Ganjar nuansanya berlebihan. Kalau kata-kata itu sebatas buah bibir masyarakat bisa jadi masih wajar, tetapi kalau disampaikan seoarang gubenurnur dimensinya menjadi lain.
Aspek-aspek lain terkait di sini, bukan sekadar kegundahan publik, masgul, dan kecamuk lain menjadi warna warni dalam arti sebenar benarnya. Betapa tidak, salah satu figur di sana, yakni H M Tamzil adalah tokoh yang cukup populer, termasuk pernah menjadi salah satu calon gubernur Jawa Tengah. Nah, sejurus dengan realitas tersebut, kasus OTT yang melibatkan Tamzil menjadi sebuah kontroversi yang memalukan??
Saya sendiri, seperti tertulis pada ‘Catatan Jayanto’ tidak bermaksud membela Tamzil. Sebaliknya dalam bahasa Jawa, perasaan ‘gemes’ itu merasuki suasana batin dan hati, karena seperti pepatah Jawa juga, "ngono yo ngono ning aja ngono" tergambarkan dalam peristiwa ini. Ada komplikasi yang tidak sederhana dalam ‘insiden’ OTT yang menimpa Tamzil, Agus Suranto alias Agus Kroto dan sejumlah oknum lain dalam kasus ini.
Kedua, lain OTT, lain juga soal inspeksi Jembatan Timbang. Spesifik soal ini, Ganjar Pranowo menyampaikan data saya tidak valid. Disampaikan juga melalui pesan WhatsApp, bahwa terkait sidak fakta yang terjadi memang demikian adanya. Indikasi dugaan manipulasi, atau hal yang tidak sesuai prosedur menjadi temun Gubernur ketika itu. Ini menjadi rekonfirmasi atas sinyalemen publk yang berkesimpulan sebaliknya.
Terhadap hal di atas, sikap saya adalah sekiranya publik perlu mendapatkan penjelasan yang terang benderang, klarifikasi ulang dari para pihak terkait perlu dilakukan. Klarifikasi itu menjadi pintu masuk dan sekaligus menjelaskan kepada publik duduk persoalan yang seutuhnya terjadi. Ya ini sebuah tawaran, apakah perlu ditindaklanjuti, atau tetap menjadi misteri kembali pada apa yang diinginkan oleh Ganjar Pranawa sendiri.
Terakhir-ini point ketiga yang menjadi catatan, renungan, dan juga pelajaran dari apa yang saya tulis di 'Catatan Jayanto' adalah kebijakan dari ‘Bank Jateng’. Bank Jateng sengaja saya beri tanda kutip, untuk memberikan legacy, apakah policy ini merupakan kebijakan institusi, atau oknum-oknum yang ingin mencari muka kepada Sang Gubernur.
Selang beberapa saat saya menerima pesan WhatsApp terkait hal di atas, manajemen RMOL Jateng mendapat telepon dari Bank Jateng. Inti dari telepon itu Bank Jateng ‘keberatan atas’ materi atau isi dari ‘Catatan Jayanto’ tentang Duh, Gubernur Ganjar. Sehubungan dengan itu iklan dari Bank Jateng yang dimuat di laman RMOL Jateng diberhentikan.
Ya diberhentikan, tidak dilanjutkan, diputus, dan lain sebagainya, yang intinya adalah Bank Jateng memutus seperti itu. Lho apa hubungannya tulisan atau catatan soal Ganjar, dan kebiakan Bank Jateng. Apakah tidak boleh ada kritik, atau masukan, dan koreksi juga sejenisnya.
Benarkah kebijakan tersebut, apakah itu bukan menjadi representasi dari abuse of power? Apakah benar ini ada kaitannya dengan perintah Sang Gubernur, atau cara manajemen Bank Jateng mencari muka dihadapan Sang Gubenur?
Saya perlu mengendapkan langkah beberapa waktu, hingga ‘Catatan Jayanto’ dengan judul Me(l)rapor Gubenur Ganjar ini saya tulis. Saya sengaja membuat dualisme, yakni melapor, dan merapor sebagai termilogi catatan ini. Atas kebijakan Bank Jateng memutus iklan di RMOL Jateng saya merasa perlu melaporkan, apakah benar keputusan tersebut atas petunjuk atau perintah Pak Gubernur, sesuai isi telepon Bank Jateng ke Manajemen RMOL Jateng?
Selanjutnya, saya berprasangka baik-khuznudon, artinya langkah manajemen Bank Jateng adalah cara mencari muka yang salah. Karena Ganjar Pranowo bukanlah tipikal yang suka diambil hati oleh cara-cara primordial. Bayangkan kebijakannya saja progresif, seperti lelang jabatan, sangat millineal, gaul, dan visoner. Artinya, kalau hanya gara-gara tulisan seperti itu kemudian ada perintah embargo, seperti memutus kerjasama yang sudah berjalan, jelas tidak berkelas.
Mengakhiri tulisan ini, niatan tulus dari lubuk hati yang paling dalam adalah bahwa inilah dialog yang kami tawarkan. Saya menilai Pak Ganjar adalah asset nasional, peluang untuk menjangkau dan memberi sumbangsih bagi bangsa juga negara sangat terbuka. Apakah potensi dan tunas tunas itu mesti pupus karena sebuah kritik, koreksi, atau sekadar masukan yang berbeda.
Demikian Pak Gub.
Demikian Mas Ganjar.
Semoga dialog ini menjadi pintu untuk dialog-dialog yang lain.
Jayanto Arus Adi
Pemimpin Umum RMOL Jateng, Pokja Hukum Dewan Pers Indonesia.
- Pak Lutfi..Pak Lutfi...Tenang Saja, Saya Sudah Di Sini!
- Selamat Datang Persatuan Wartawan Indonesia Perjuangan!
- Dan Tangis Itu Pun Pecah