(Dan) Indonesia (Jokowi) pun menangis. Berita menyentak datang dari Ketua Umum PSSI, Erick Thohir. Usai bertemu dengan Presiden FIFA - Gianni Infantino, orang nomor satu di jagad sepak Indonesia itu menshare sekaligus mengupdate informasi yang begitu menyesakkan, Indonesia DICORET menjadi tuan rumah Piala Dunia U-20.
- Cinta Itu Berakhir di Bulan Januari
- Dewan Pers Tanpa Wakil Dari PWI
- Batur-Batur Luar Biasa
Baca Juga
Bagai petir di siang bolong, kabar itu mencabut nyawa pecinta bola Indonesia untuk dapat menyaksikan Timnas U-20 berlaga di depan publik tanah air. Tangis pecah. Berjuta insan berduka, maaf tak sebatas insan PSSI, punggawa Timnas U-20, namun mayoritas warga negeri berjuluk INDONESIA kecewa, putus harapan, berang, marah dan meradang!
Turbulensi ikhwal gonjang gonjing tuan rumah U-20 tiba tiba muncul bak puting beliung. Seperti kasus Ferdy Sambo, motifnya misterius, tidak jelas, amburadul, susah ditebak. Mula mula terkesan seperti isapan jempol belaka. Sekejap kemudian mengalami mengalami amplfikasi dengan eskalasi menukik.
Ini menjadi amunisi yang membakar komplikasi komplikasi ke mana mana. Dua kepala daerah, persisnya Gubernur Jateng, Ganjar Pranowo dan gubernur Pulau Dewata-Bali, I Wayan Koster, menjadi pemantik polemik. Melacak narasi yang dicuatkan didasari spirit Bung Karno, yakni menolak Israel lantaran negara zionis itu masih menjajah Palestina.
Selain Ganjar dan Koster total jendral ada belasan organisasi lain yang ikut meniup terompet penolakan. Di antara organiasi itu ada (FPI) Front Pembela Islam, lembaga yang sudah dibubarkan pemerintah. Kemudian Aliansi Solo Raya (Ansor), Medical Emergency Rescue Committee (MER-C), Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P), Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Majelis Ulama Indonesia, dan Muhammadiyah Jawa Timur.
Masih ada tokoh lain, mereka lebih mewakili pribadi, seperti Wakil Ketua MPR Hidayat Nur Wahid dan Wagub Jawa Barat Uu Ruzhanul Ulum. Mereka itulah yang membomboardir penolakan dengan narasi masing masing. Tentu, mendasari prinsip demokrasi sah-sah saja, meski pertanyaan mengikut, mengapa protes dilakukan justru di titik akhir, alias saat injury time.
Agregasi yang meledak, membuat publik shock ketika FIFA membatalkan agenda drawing yang telah dijadwalkan 31 Maret lalu di Bali. Konstaktasi pun membumbung dengan berbagai spekulasinya. Yang membuat masyarakat bola gerah, manuver kelompok penentang masih nyaring. Tak pelak lagi publik terbelah menjadi kelompok pro dan kontra.
Negara Macam Apa
Kisruh dan simpang siur terkait tuan rumah Piala Dunia U-20 mencuatkan beragam polemik, juga reaksi berupa rupa. Insan sepakbola di tanah air menjadi pihak yang paling terpukul dengan tragedi ini. Kegagalan yang tidak dapat diterima akal sehat.
Aneh bin ajaib program yang notabene telah mendapat legacy dari pemerintah, dan menjadi agenda negara, pada menit menit akhir justru direcoki oleh warga bangsa sendiri.
Sikap tidak ksatria, apalagi kesepakatan-kesepakatan sebagai bentuk komitmen tuan rumah telah ditandatangani kedua belah pihak. Wajar polemik menjadi bola salju sekaligus bom waktu. Pantas juga Ketua Umum Partai Demokrat, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) memberikan ulasan pedas, ‘’Ini negara macam apa?!”
Putra sulung Presiden Indonesia ke-6 ini mengaku tidak habis pikir, pemerintah pusat tidak sama dengan pemerintah daerahnya. Menteri tidak sama dengan jajaran di bawahnya. Policy pemerintah, dalam hal ini presiden tidak menjadi kebijakan yang sifatnya utuh dan mengikat. Artinya proses yang terjadi, dan keputusan mengikuti biding tuan rumah Piala Dunia U-20 kemudian dijegal sendiri stakeholder yang notabene adalah elemen atau bagian dari republik ini.
Sikap Ganjar Pranowo, yang notabene adalah gubernur Jawa Tengah dan Gubernur Bali Wayan Koster menolak kedatangan Timnas Israel sebagai peserta Piala Dunia U-20 bukan saja sikap insubordinasi, tetapi menjadi bentuk pembangkangan atas sikap pemerintah pusat, atau secara ekstrem Ganjar telah menikam patronnya sendiri, yakni Joko Widodo.
Untuk diketahui Timnas Israel sendiri menjadi peserta melalui proses yang sangat fair dan bermartabat. Artinya, menilik dari mekanisme ini tidak alasan menolak tim dari negeri yang dipimpin Benyamin Netanyahu ini. Apa pun alasannya, olah raga adalah olah raga dengan nafas sportivitas, tidak dapat dicampuradukkan dengan masalah politik.
Indonesia Rugi Sendiri dan Malu
AHY secara spesifik mengungkapkan, akibat blunder yang dilakukan sejumlah pihak, lebih kontroversial adalah Ganjar dan Koster telah mempermalukan Indonesia di mata dunia internasional. Bukan hanya mempermalukan secara politis, dampak lain secara ekonomis Indonesia menjadi rugi sendiri.
AHY menyebut keputusan FIFA telah mempertaruhkan nama baik Indonesia di mata dunia. Ia tak bisa membayangkan perbincangan dunia soal Indonesia yang gagal menjadi tuan rumah Piala Dunia U-20.
AHY juga menganggap kritik sejumlah pihak terutama dari politikus dan tokoh terhadap kehadiran Israel sarat motif politik. Ia tak percaya kritik mereka murni untuk kebaikan negara. "Saya enggak yakin statement yang dilontarkan oleh tokoh a b, figur a b, itu benar-benar untuk Indonesia kita. Bukan. Tapi lebih sifatnya politis," ungkap AHY.
Tidak hanya AHY yang berkomentar pedas, pandangan yang juga menohok disampaikan Ketua Harian Partai Perindo, TGB. Manuver sejumlah tokoh dan pihak yang berakibat dicoretnya Indonesia sebagai tuan rumah Piala Dunia U-20, akan merepotkan posisi Indonesia di pergaulan dunia. Indonesia akan sulit mendapat kepercayaan internasional.
Selain itu, kredibilitas dan komitmen negara Indonesia di dunia internasional bakal dipertanyakan. TGB menyebut, secara konstitusi Indonesia tegas menolak segala bentuk penjajahan dan Indonesia berkomitmen berada di sisi Palestina. Namun, TGB menyebut pihaknya tetap setuju jika Timnas Israel tetap berlaga di Piala Dunia U-20 dan Indonesia tetap menjadi tuan rumahnya.
Pembatalan Indonesia sebagai tuan rumah Piala Dunia U-20 tak hanya merugikan dunia olahraga yang akhirnya kehilangan kesempatan tampil di kompetisi internasional. Sektor pariwisata dan ekonomi kreatif ikut terdampak dengan batalnya ajang olahraga dunia itu. Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif menaksir nilai kerugian atau dampak langsung akibat pembatalan itu minimal sebesar Rp 3,7 triliun.
Pembatalan itu juga menghilangkan potensi pendapatan yang bisa didapatkan pelaku usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) maupun pelaku ekonomi kreatif di Tanah Air dari 2,2 juta penonton. "Sekali lagi ini sudah terjadi, jangan terlalu lama kita menyesali tapi harus segera bergerak," ujar Sandiaga.
Orang nomor satu di jajaran Kemenparekraf mengajak pelaku wisata dan ekonomi kreatif untuk bangkit dan mencari solusi mengatasi dampak kerugian akibat batalnya Indonesia sebagai tuan rumah Piala Dunia U-20. "Ayo segera move on. Mulai mencari solusi potensi kerugian yang dialami oleh pelaku ekonomi kreatif," kata dia.
Sandiaga mengatakan, kerugian paling nyata dialami oleh pelaku ekonomi kreatif dan UMKM. Sebab, berbagai macam kuliner, suvernir dan lain sebagainya pasti telah disiapkan atau diproduksi dalam jumlah besar untuk dijual pada wisatawan mancanegara dan nusantara saat berlangsungnya Piala Dunia U-20.
Menuai Badai
Siapa menabur angin, akan menuadi badai. Kiasan itu menjadi analogi yang pas untuk mengambarkan poisisi Ganjar saat ini. Pengamat komunikasi politik Universitas Esa Unggul Jamiluddin Ritonga mengatakan peluang Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo maju sebagai calon presiden 2024 kini terjungkal di ujung tanduk.
Netizen menilai Ganjar sebagai salah satu aktor di balik gagalnya gelaran Piala Dunia tersebut. Meski berdalih sikap politik yang disuarakan adalah sebagai bentuk takzimnya pada Bung Karno, namun dalam konteks global seperti sekarang harus piawai melihat konteks, dan dampaknya.
Penilaian publik terhadap Ganjar atas penolakannya itu pada umumnya bernada negatif. Ganjar dinilai sosok yang tak mampu menyerap aspirasi rakyat sehingga bersikap berseberangan dengan harapan masyarakat. Inilah realitas politik yang harus dibayar oleh Ganjar. Artinya secara alamiah kepemimpinan Ganjar tergerus akibat pernyataan penolakan terhadap Timnas Israel.
Kalkulasi lain yang lebih fatal adalah sikap Ganjar telah menciderai patronnya sendiri, yang turun menjadi rahim yang melahirkan, yakni Joko Widodo. Atas sikapnya itu semestinya Joko Widodo harus memberikan sanksi kepada Ganjar.
Sanksi FIFA
Pengumuman pencabutan status Indonesia sebagai tuan rumah Piala Dunia U-20 diambil setelah Presiden FIFA Gianni Infantino dan Ketua Umum PSSI Erick Thohir bertemu di Doha, Qatar, Rabu, 29 Maret 2023. Erick diutus oleh Presiden Joko Widodo melakukan pertemuan tersebut.
‘’FIFA telah memutuskan, karena keadaan saat ini, untuk mencabut status Indonesia sebagai tuan rumah Piala Dunia U-20 2023," demikian pengumuman FIFA dalam laman resminya. FIFA juga menyinggung soal kemungkinan sanksi buat Indonesia.
Ketua Umum PSSI Erick Thohir berbicara soal potensi sanksi dari Federation Internationale de Football Association (FIFA) untuk PSSI setelah batal menjadi tuan rumah Piala Dunia U-20 2023. Ia berharap tak ada sanksi berat yang diberikan FIFA untuk Indonesia.
"Sanksi terberat ini tentu yang kami tidak harapkan. Kalau Indonesia tidak bisa ikut berkompetisi secara maksimal di seluruh dunia, sebagai tim nasional atau klub, akan menjadi kemunduran bagi sepak bola kita," kata Erick seusai pertemuan dengan Presiden Joko Widodo di Istana Negara, Jakarta pada Jumat, 31 Maret 2023.
Menurut Erick, sanksi tersebut akan membuat sepak bola Indonesia menjadi sulit berkembang karena semua kegiatan akan dilakukan sendiri tanpa bantuan FIFA mulai dari kompetisi, pembinaan pemain muda, hingga wasit.
Tak hanya itu, sanksi FIFA juga bisa berdampak pada masalah ekonomi. Mata pencaharian pemain, pelatih, perangkat pertandingan, hingga usaha kecil di industri sepak bola bisa terkena dampak. "Mata pencaharian di sepak bola ini tidak bisa dilihat satu sisi saja karena turunannya banyak sekali."
Erick akan berupaya agar PSSI dapat terhindar dari sanksi berat FIFA sehingga industri sepak bola Indonesia bisa tetap maju.
Terkait sanksi itu, Erick akan bekerja keras untuk kembali bernegosiasi agar Indonesia terhindar dari sanksi (berat). ‘’Dari suratnya itu jelas bahwa FIFA sedang mempelajari dan mempertimbangkan sanksi untuk Indonesia," kata Erick menambahkan.
Sanksi yang sudah jelas terasa adalah batalnya Timnas U-20 ambil bagian dalam ajang tersebut karena hanya memiliki tiket putaran final sebagai tuan rumah setelah gagal lolos dari jalur kualifikasi usai gagal menembus empat besar Piala Asia U-20 2023.
Satu Juta Pita Hitam
Kini, nasi sudah menjadi bubur. Bubur itu apakah akan dimakan begitu saja tanpa rasa, ataukah diolah menjadi bubur baru dengan cita rasa, Itu semua menjadi pekerjaan rumah, termasuk konsekuensi lain yang harus dipikul. Sejumlah aksi masih mara, termasuk gelaran ‘Aksi Duka 1 Juta Pita Hitam untuk Timnas Indonesia U-20 dan Piala Dunia U-20 di trotoar FX Sudirman, Jakarta, Jumat, 31 Maret 2023.
Aksi tersebut sebagai bentuk duka cita atas batalnya Indonesia menjadi tuan rumah dalam perhelatan Piala Dunia U-20 dan bentuk simpati dan empati terhadap gagalnya negara dan PSSI melindungi cita-cita para anak muda untuk bertanding di kancah internasional.
Sebagai satu bentuk simpati sekaligus dirasakan begitu meyayat, karena duka itu hadir lantaran ulah warga bangsa Indonesia sendiri. Harapannya ini menjadi sebuah refleksi bahwa pesepak bola Indonesia masih banyak masalah, masalah Kanjuruhan yang hari ini belum tuntas secara utuh, masalah ekosistem pesepak bola Indonesia Liga 2, Liga 3 dan pembinaan usia muda.
Asa lain yang ditorehkan adalah Indonesia tidak terkena sanksi oleh FIFA. Dengan begitu sepak bola nasional dapat tetap tumbuh. Timnas Indonesia saat ini sedang bagus-bagusnya, di era Shin Tae Yong . Dalam kurun waktu 10 tahun terakhir ini berada pada trackking terbaiknya. Akankah tunas muda bangsa ini harus mati di tangan kita sendiri.
Drs Jayanto Arus Adi, MM, adalah Wartawan Senior, Pemimpin Umum RMOL Jateng, Ahli Pers Dewan Pers, Direktur JMSI Institute, Ketua Bidang IT JMSI Pusat, Penggiat Satu Pena Indonesia, Dosen STIE Bank BPD Jateng, Dosen dan Mahasiwa S3 Unnes.
Tulisan dan opini adalah merupakan pendapat pribadi, tidak merepresentasikan lembaga atau pun institusi tersebut.