Trans Semarang Gunakan Teknologi Hybrid untuk Tekan Biaya Transportasi

Badan Layanan Umum (BLU) Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Trans Semarang menggunakan teknologi hybrid atau dual fuel. Teknologi ini menjadi satu solusi alternatif untuk bisa menekan pengeluaran biaya transportasi terlebih saat harga Bahan Bakar Minyak (BBM) meningkat.


Kepala BLU UPTD Trans Semarang, Hendrix Setiawan mengatakan, armada Trans Semarang menggunakan bahan bakar gas (BBG) dan solar. Meskipun masih menggunakan solar, Hendrix mengatakan masih ada efisiensi pengeluaran biaya bahan bakar karena berkurangnya penggunaan solar.

"Efisiensi tetap ada. Hal itu karena sistem hybrid, pakai gas dan solar," kata Hendrix, Senin (12/9).

Ia mengatakan sistem hybrid yang digunakan pada kendaraan bermesin bensin dan bermesin diesel berbeda. Ia menjelaskan untuk kendaraan bermesin diesel tetap membutuhkan solar. Namun untuk armada dengan bahan bakar bensin, menurutnya bisa 100 persen menggunakan gas. Ketika BBG habis, nantinya kendaraan bisa beralih lagi ke bensin.

Ia menyebutkan untuk pengguna kan BBG pada kendaraan bermesin bensin memang bisa menekan pengeluaran bahan bakar. Ia menyebutkan saat ini harga BBG per liternya adalah Rp 4.500.

"Kami teknologinya masih campur. Kalau mesin diesel itu gas dan solar masih campur. Sedangkan, kendaraan bermesin bensin bisa 100 persen menggunakan gas, ketika habis bisa menggunakan bensin," ucapnya.. 

Sementara untuk penggunaan BBG bagi kendaraan bermesin diesel hanya akan sedikit menekan biaya pengeluaran bahan bakar. Pasalnya memang akan tetap membutuhkan solar untuk menjalankannya. Ia menyebutkan penggunaan gas pada kendaraan bermesin diesel lebih untuk menekan emisi.

Ia menyampaikan untuk penerapan teknologi hybrid pada Trans Semarang yakni 80 persen menggunakan solar dan 20 persen menggunakan gas. Ia menyebutkan dalam sehari rata-rata untuk satu armada menghabiskan satu hingga dua tabung gas. Sementara untuk kebutuhan solar pada armada yang besar rata-rata 106 liter per harinya, sedangkan untuk armada medi sekitar 40 liter per hari. Armada feeder membutuhkan sekitar 40 liter per hari.

Seluruh armada Trans Semarang di semua koridor sudah terpasang alat penggunaan BBG. Namun memang baru empat koridor yang menggunakan sistem hybrid yaitu di Koridor 1, Koridor 5, Koridor 7, dan Koridor 3. Hal ini karena stasiun pengisian bahan bakar gas (SPBG) di Kota Semarang belum terjangkau seluruh koridor. 

Sebagai informasi, SPBG di Kota Semarang tersedia di tiga titik yaitu SPBG Penggaron, SPBG Mangkang, dan SPBG Kaligawe. "Untuk menuju lokasi SPBG memperhitungkan titik keberangkatan dan garasinya. Kalau koridor di daerah atas harus ke Penggaron tentu jadi tambah biaya tinggi. Sehingga, belum menerapkan BBG," bebernya. 

Hendrix mengatakan untuk alat yang sudah terpasang lama di setiap armada juga perlu perawatan jika hendak beralih ke BBG. Pihaknya harus mengecek terlebih dahulu kondisi alatnya. Perawatannya pun membutuhkan teknisi khusus. "Maintenance sendiri membutuhkan teknisi khusus. Di Semarang teknisi gas masih jarang," tambahnya. 

Anggota Komisi C DPRD Kota Semarang, Joko Santoso mengatakan, pemerintah harus bisa membuat inovasi di tengah naiknya harga BBM. Misalnya, dengan memaksimalkan penggunaan BBG pada Trans Semarang. "Selain untuk efisiensi bahan bakan atau operasional, penggunaan BBG kan dalam rangka ramah lingkungan," ucap Joko. 

Tak hanya kendaraan Trans Semarang, ia menyampaikan untuk mobil-mobil dinas Pemerintah Kota Semarang juga perlu didorong untuk menggunakan BBG atau kendaraan lain yang ramah lingkungan, misalnya kendaraan listrik. "Di Semarang, emisi masih cukup tinggi. Kami dorong supaya Pemkot menginisiasi setidaknya bisa menggunakan mobil hybrid," tandasnya.