Universitas Turki tidak akan lagi menerima mahasiswa baru untuk departemen bahasa Perancis.
- GREAT Institute: Perang Tarif Trump Momentum Membangun Tanpa Ciptakan Ketergantungan
- Bekas Presiden Korsel Dihukum 32 Tahun Penjara
- Afrika Selatan Semakin Kacau, Massa Mulai Jarah Apotek
Baca Juga
Hal itu dipastikan oleh Dewan Pendidikan Tinggi Turki di tengah perkembangan terbaru dalam hubungan yang tegang antara Turki dan Perancis.
Keputusan itu datang sebagai tanggapan terhadap sebuah manifesto yang ditandatangani oleh tokoh-tokoh Perancis terkemuka yang menyerukan penghapusan bagian-bagian tertentu dari Al-Qur'an, dan sebagai tindakan timbal balik atas kurangnya departemen studi Turki di negara Eropa.
"Kami telah mengutuk pernyataan kontroversial pada Al-Quran yang berasal dari Perancis. Dan Dewan Pendidikan Tinggi, yang merupakan lembaga otonom, membuat langkah ini sebagai respon terhadap pernyataan-pernyataan itu," kata Ketua Komite Pendidikan Nasional, Kebudayaan, Pemuda dan Olahraga di parlemen Turki Emrullah Isler, seperti dikutip dari Kantor Berita RMOL
Isler menambahkan bahwa universitas di Perancis tidak memiliki departemen yang cukup mengajar bahasa Turki dan ada ketidakseimbangan antara kedua negara di daerah itu.
Kurangnya departemen universitas di Perancis yang mengajar di Turki adalah faktor lain di balik keputusan itu. Mereka perlu membentuk departemen Turkologi yang layak di sana.
"Ditambah lagi, ada terlalu banyak departemen yang mengajar bahasa Perancis di universitas-universitas Turki," katanya.
Dia menambahkan bahwa Dewan Pendidikan Tinggi mengambil keputusan sedemikian rupa sehingga siswa yang terdaftar saat ini tidak akan menderita dari ukuran.
"Departemen yang ada dengan siswa aktif akan terus mengajar dalam bahasa Perancis seperti biasa, tetapi tidak akan mengakui yang baru," tegas Isler.
- Masa Berkabung Nasional Berlanjut Hingga Tujuh Hari Kepergian Ratu Elizabeth II
- India Fokus Isu Terorisme hingga Keamanan Maritim
- AS Siapkan 3.000 Tentara untuk Evakuasi Kedutaan di Kabul